Gelandang tim nasional Argentina Ever Banega menguasai bola. Dengan satu sentuhan, dia menggiring bola dua-tiga meter. Tepat di garis tengah lapangan, gelandang Sevilla itu mengirim umpan lambung jauh ke kotak penalti di depan kapten Lionel Messi yang berlari cepat dibayangi bek Nigeria Kenneth Omerou.
Bola jatuh mengenai kaki Messi dan terpantul menggelinding ke depan. Messi terus berlari dan dibayangi Omerou. Di kotak penalti, bola itu ditendang sebelum bisa dicegah oleh Omerou dan menggetarkan gawang tim ”Elang Super” pada menit ke-14. Gol!
Messi berlari dengan amat girang merayakan gol itu. Ya, baru di laga ketiga penyisihan Grup D Piala Dunia 2018 itu, megabintang Barcelona tersebut mencetak gol. Itulah gol perdananya di Piala Dunia 2018 yang menurut FIFA menjadi gol ke-100 turnamen di Rusia itu.
Gol itu mengawali kemenangan Argentina 2-1 atas Nigeria, dan berhak lolos ke perdelapan final sebagai urutan kedua Grup D. Sebelumnya, ”Albiceleste” bermain seri 1-1 dengan Eslandia dan kalah 0-3 dari Kroasia. Di fase gugur, Argentina akan menghadapi juara Grup C, Perancis. Adapun Kroasia, sebagai juara Grup D, akan menghadapi Denmak, urutan kedua Grup C.
Gol itu juga menjadi gol ke-65 Messi bersama Argentina sehingga mengukuhkan Messi sebagai pencetak gol terbanyak bagi timnas negerinya. Messi telah bermain dalam 127 laga bersama Argentina dan menduduki peringkat ketiga di bawah Javier Mascherano (146 laga, 3 gol) dan Javier Zanetti (143 laga, 4 gol). Mascherano juga membela Argentina kontra Nigeria di Stadion Saint Petersburg itu.
Dengan gol di laga kontra Nigeria itu, Messi menyejajarkan diri dengan legenda Argentina, Diego Maradona dan Gabriel Batistuta, yang mampu mencetak gol di tiga edisi Piala Dunia berurutan. Messi menceploskan gol di Piala Dunia 2010 ketika timnas dilatih Diego Maradona, kemudian di Piala Dunia 2014 dengan pelatih Alejandro Sabella, dan Piala Dunia 2018 di bawah asuhan Jorge Sampaoli.
Messi datang ke Rusia dengan beban amat berat, yakni menebus empat kegagalan bersama Argentina memenangi turnamen mayor Piala Amerika dan Piala Dunia. Ya, trofi mayor itulah yang belum diangkatnya. Tanpa gelar juara di turnamen utama, pemain terbaik dunia lima kali itu menjadi tak lebih besar daripada Maradona yang memenangi Piala Dunia 1986 di Meksiko, bahkan Batistuta yang memenangi Piala Amerika 1991 di Chile, dan Piala Amerika 1993 di Ekuador.
Messi masuk dalam skuad Argentina yang gagal di final Piala Amerika 2007 di Venezuela karena kalah 3-0 dari Brasil. Messi juga gagal di final Piala Dunia 2014 di Brasil karena kalah 0-1 dari Jerman. Selain itu, Messi kembali gagal di final Piala Amerika 2015 di Chile karena kalah 1-4 dalam adu penalti dengan tuan rumah. Bahkan, lagi-lagi gagal di final Piala Amerika Centenario 2016 di Amerika Serikat karena kalah 2-4 dalam adu penalti dengan Chile.
Kegagalan beruntun 2014-2016 itu membuat Messi pada awalnya ingin pensiun dari timnas Argentina. Namun, Maradona dan sejumlah legenda Argentina, bahkan rakyat negeri itu, membujuknya untuk jangan pensiun. Argentina tidak akan lolos ke Rusia tanpa dirinya. Dalam kondisi genting, Messi menerima permintaan itu dan kembali memanggul ”salib” penderitaan Argentina dan membantu meloloskan Albiceleste ke Rusia.
Di Rusia, Sampaoli menegaskan, tim ini bukanlah Argentina-nya, melainkan Argentina Messi. Inilah tim Messi. Sampaoli yang mengantarkan Chile juara Piala Amerika 2015 merasa lebih ”rendah” daripada sang kapten sehingga menyebut timnas asuhannya adalah Tim Messi. Itu pujian berlebihan bagi Messi sekaligus kesalahan fatal menggantungkan nasib tim di pundak orang yang sudah memanggul beban amat berat, yakni harapan jutaan rakyat Argentina.
Argentina digadang-gadang bisa lolos dengan mudah dari Grup D. Namun, di laga perdana penyisihan kontra Eslandia yang debutan itu, Albiceleste mati kutu. Messi pun kembali melakukan hal yang membuatnya kembali tertekan, gagal mengeksekusi penalti. Bayangan kekalahan di final Copa America Centenario 2016 kembali menghantuinya. Argentina dikejutkan karena ditahan 1-1 oleh Eslandia.
Di laga kedua, penderitaan bertambah berat. Messi terpukul karena Argentina takluk 0-3 oleh Kroasia. Nasib mereka di ujung tanduk dan mendapat peluang lebih longgar setelah Nigeria menang 2-0 atas Eslandia.
Hingga laga kedua Grup C, Messi belum menunjukkan kelasnya sebagai penyerang terbaik dunia karena belum satu pun gol dicetaknya. Di laga ketiga, Si Kutu yang mungil tetapi lincah itu kembali ke khitahnya sebagai inspirator kemenangan. Golnya disamakan oleh Victor Moses, tetapi kemenangan Argentina disegel oleh gol Marcos Rojo.
Messi kini boleh sedikit bernapas lega karena lolos dari potensi kritik pedas. Namun, laga berat berikutnya sudah menanti, yakni kontra Perancis di perdelapan final. Podium juara masih jauh. Kegagalan malah lebih dekat. Hanya waktu yang bisa menjawab apakah Messi bisa menjadi pemandu arah Argentina hingga menjadi juara dunia. (AFP/FIFA)