Pengangkatan KM Sinar Bangun Harus Dipersiapkan Secara Matang
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rencana pengangkatan bangkai kapal motor Bangun Jaya dari perairan Danau Toba harus dipersiapkan secara matang. Dengan kondisi kapal yang diduga teronggok pada kedalaman sekitar 450 meter, evakuasi membutuhkan perhitungan cermat serta masukan dari para profesional yang membidangi penyelaman teknik atau penyelaman komersial (commercial diving).
Selain itu, data kondisi bawah air beserta arusnya yang belum terekam dengan baik bisa menjadi penyulit yang berimplikasi pada waktu dan biaya. Amiruddin, pengurus Asosiasi Penyelaman Teknik dan Keilmuan Internasional (IstDA), Senin (25/6/2018), di Jakarta, menuturkan tantangan evakuasi pada kedalaman – yang hampir tak mungkin dilakukan penyelam – dimungkinkan dengan menggunakan robot ROV (remotely operated underwater vehicle). Dalam hal ini termasuk dalam kasus kecelakaan KM Sinar Bangun di Danau Toba yang diduga tenggelam pada kedalaman sekitar 450 meter.
Tantangan evakuasi pada kedalaman – yang hampir tak mungkin dilakukan penyelam – dimungkinkan dengan menggunakan robot ROV (remotely operated underwater vehicle).
Robot yang ia maksud berfungsi untuk melihat detail kondisi dan posisi kapal di dasar danau. Robot juga berfungsi mengaitkan tali kabel/sling. Tali tersebut dirangkai semacam gendongan dan dihubungkan dengan crane yang berada di permukaan air.
“Tali sling jangan diikat di ujung depan kapal, apalagi buritan. Bisa rontok itu kapal kayu,” kata Amiruddn yang berpengalaman mengangkat bangkai kapal tenggelam di Selat Madura dan Laut China Selatan.
Pada kedalaman 400 meter seperti itu, ia pun menyarankan agar tidak menggunakan lifting bag, semacam balon pelampung. Lifting bag digunakan untuk mengompensasi berat suatu benda agar bisa melayang atau setidaknya membuat benda menjadi lebih ringan. Penggunaan lifting bag, kata Amiruddin, terlalu berisiko karena beban penarik hanya bergantung pada ruas kayu kapal.
Selain itu, kata dia, informasi arus di kedalaman Danau Toba sangat minim. Penggunaan lifting bag bisa malah menjadi masalah karena badan kapal bisa terseret arus. “Pakai gendongan itu aman karena beban merata dan selalu terikat pada penjuru (crane maupun tugboat),” kata dia.
Ia berharap sebelum operasi pengangkatan bangkai kapal dilakukan, tim SAR beserta aparat mempresentasikan detail rencana itu kepada para penyelam teknik profesional (commercial diver). Amiruddin mengingatkan kejadian pengangkatan ekor pesawat Air Asia yang jatuh di perairan Karimata pada akhir 2014, tali sling terputus dan ekor pesawat kembali terjun ke dasar laut meski akhirnya berhasil dievakuasi.
Sebelum operasi pengangkatan bangkai kapal dilakukan, tim SAR beserta aparat agar mempresentasikan detail rencana itu kepada para penyelam teknik profesional.
“Perlu perhitungan cermat dan masukan orang-orang profesional dalam pengangkatan kapal tengelam,” kata dia.
Keselamatan jiwa
Dihubungi sebelumnya, Ketua Asosiasi Keselamatan dan Kesehatan (K3) Dalam Air, Adi S Wardhana, mengingatkan agar proses evakuasi tetap memperhatikan keselamatan jiwa. Dalam misi kemanusiaan, tim penyelamat cenderung mengabaikan keselamatan diri, termasuk dalam penyelaman.
Apalagi penyelaman Danau Toba merupakan penyelaman ketinggian (berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut) yang memerlukan keahlian khusus. Apalagi, ada keterbatasan – bahkan ketiadaan – fasilitas kesehatan penyelaman berupa chamber (ruang bertekanan) yang digunakan untuk pemulihan penyakit penyelaman di sekitar Toba.
Penyelaman Danau Toba merupakan penyelaman ketinggian (berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut) yang memerlukan keahlian khusus.
Dalam evakuasi sejak sepekan ini, tim selam SAR dikerahkan untuk mencari korban. Mereka menyelam pada kedalaman 30-50 meter. Penyelaman ini tergolong kegiatan berisiko.