Uang THR Cuma Numpang Lewat
Menjelang hari raya Idul Fitri, pemberi kerja pada umumnya memberikan tunjangan hari raya atau THR kepada karyawannya atau pekerjannya. Alih-alih menambah pundi-pundi karyawan, THR habis dibelanjakan dalam waktu singkat. THR cuma numpang lewat sementara saja di rekening.
Rabu (20/6/2018) siang, Santi (25) tengah berbelanja di sebuah gerai ritel di dekat rumahnya di Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Langkahnya terhenti di koridor yang menjual mi instan. Diambilnya tiga bungkus mi instan dan ditaruhnya di keranjang belanjanya.
”Belum gajian bulan ini, jadi makannya mi instan dulu,” ujarnya Santi seraya berjalan ke kasir.
Sembari membayar di kasir, Santi bercerita betapa kondisi keuangannya saat ini bertolak belakang dengan kondisi keuangannya tiga pekan lalu. Saat itu, karyawan swasta yang berkantor di Slipi ini memilih makan di sebuah restoran mahal di pusat perbelanjaan bilangan Senayan yang menyajikan ramen Jepang. Seporsi ramen itu sekitar Rp 60.000 atau 20 kali lipat dari harga mi instan yang dibelinya.
”Waktu itu dapat THR, sekalian buka bersama bareng teman kantor. Ya buat makan enak. Nah, kalau sekarang mi instan saja. Sama-sama mi ini,” ujarnya menghibur diri.
Namun, menurut Santi, bukan karena makan di restoran mewah setiap buka puasa yang menguras koceknya. Ia mengatakan, ada ”pihak lain” yang lebih ”bertanggung jawab” atas mengempisnya dompetnya itu.
Dengan berbekal gaji pada akhir Mei dan THR yang jumlahnya sebesar gaji bulanannya, membuat rekeningnya ”bergetar” dengan tambahan uang hingga belasan juta rupiah. Seketika itu, Santi mengaku gelap mata ketika bepergian ke pusat perbelanjaan. Apalagi beberapa pusat perbelanjaan menawarkan diskon apabila berbelanja pada tengah malam.
Tidak cukup itu, saat membuka ponselnya, karyawan swasta yang baru bekerja 2 tahun ini diserbu berbagai penawaran promo dan diskon di hampir semua situs e-dagang.
”Gue jatuh dalam godaan itu. Gue habiskan THR itu buat sepatu, baju, dan tas. THR itu cuma bertahan tiga hari,” katanya.
Saat itu dia sama sekali tidak khawatir, bahkan senang bisa membeli barang-barang itu. Namun, sepekan kemudian saat hari Lebaran, tiba-tiba Santi pucat pasi sebab dia kebagian giliran mentraktir keluarga besarnya makan.
Sebagai salah satu cucu yang sudah bekerja dan dengan kedua orangtua yang sudah pensiun membuatnya didapuk keluarganya untuk makan-makan. Belum lagi dia memiliki beberapa keponakan yang harus diberikan angpau lebaran.
Tidak hanya itu, mereka sekeluarga berwisata ke Taman Impian Jaya Ancol. Meski akhirnya Santi membiayai liburan itu dengan patungan dengan sepupu-sepupunya, hal itu tetap menguras tabungannya.
”Itu sama sekali lupa gue hitung. Habis banyak banget. Akhirnya gue harus pakai uang tabungan,” ujar Santi yang saat ini masih melajang.
Kini, Santi mencoba bertahan dengan sisa uang di rekeningnya sembari menghitung hari menanti waktu gajian pada Juni.
Kisah hampir serupa juga dialami Rudi (40). Bapak 2 anak yang kini bekerja sebagai karyawan swasta ini mengatakan, THR yang masuk ke rekeningnya hanya bertahan sepekan sejak pengiriman pada Jumat (8/6/2018).
Ia mengatakan, uang itu digunakan untuk biaya mudik sambil membawa mobil sendiri menuju kampung halamannya di Semarang, Jawa Tengah. Ia merinci ongkos sekali perjalanan ke Semarang saat itu habis hingga lebih dari Rp 1 juta. Adapun rinciannya, untuk bensin Rp 500.000, jalan tol Rp 300.000, sisanya makan siang dan cemilan di jalan.
Sebelumnya, dia sudah menghabiskan uangnya untuk membayar THR asisten rumah tangga dan sopirnya. Tidak hanya itu, dia juga memberikan iuran THR keamanan dan kebersihan di lingkungan rumahnya di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan.
Saat Lebaran tiba, dia memberikan uang angpau kepada keponakan-keponakannya. Berada di kampung halaman juga dimanfaatkan Rudi untuk berwisata dengan keluarga besarnya. Adapun biayanya kebanyakan dari koceknya.
Namun, menurut Rudi, Lebaran tahun ini dan tahun lalu lebih berat secara keuangan dibandingkan Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Sebab, Lebaran dua tahun terakhir selalu berdekatan dengan jadwal tahun ajaran baru anak sekolah. Hal ini membuat Rudi harus menyisihkan dana khusus untuk uang sekolah anaknya.
”Bagi saya, THR itu ya tambahan modal untuk liburan dan Lebaran. Sedari awal saya sudah tahu bakal habis tak bersisa,” ujarnya sambil terbahak.
Lonjakan konsumsi
Pengamat pemasaran, Yuswohady, mengatakan, lonjakan konsumsi pada periode menjelang Idul Fitri adalah hal wajar dan terjadi rutin setiap tahun. Turunnya gaji bulan ke-13 atau THR menjadi perangsang bagi warga untuk meningkatkan konsumsi. Pada saat bersamaan, peluang itu dibaca pedagang dengan memberikan berbagai promo produk dan diskon guna menggenjot penjualannya.
”Bulan Ramadhan dan mudik selain menjadi perang melawan hawa nafsu juga menjadi arena pertempuran pemasaran pemilik merek. Daya beli masyarakat yang cukup tinggi setelah mendapat THR begitu menggiurkan bagi pedagang. Sepanjang jalur mudik selalu dipenuhi iklan maupun posko-posko yang dibuat pemilik merek untuk promosi, termasuk bertempur di ranah digital,” ujar Yuswohady.
Ia mengatakan, tren lonjakan konsumsi itu biasanya terjadi pada periode sekitar H-14 Lebaran atau saat karyawan memperoleh THR dan saat hari Lebaran itu sendiri. Mengutip data dari Bank Indonesia, perputaran uang pada periode Lebaran tahun ini Rp 188,2 triliun, bertumbuh 15,3 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 163,2 triliun.
Selain gelontoran THR dan promosi besar-besaran dari perdagangan, Yuswohady menyebut, ada faktor sosial yang turut mendorong perputaran uang. Untuk mudik, misalnya, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, mulai dari ongkos transportasi, oleh-oleh kerabat, angpau untuk keluarga, hingga ongkos untuk liburan dan kulineran selama mudik.
”Celakanya, harga-harga saat Lebaran membumbung selangit. Tak heran jika gaji ditambah THR pun seketika ludes cuma numpang lewat. Tapi semua itu tak menjadi masalah karena mudik adalah kewajiban sosial yang harus dijalankan,” ujar Yuswohady.