Pemerintah Dapat Laporan, 192 Korban Belum Ditemukan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menerima laporan terdapat 192 orang yang belum ditemukan dalam insiden tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara, 18 Juni 2018. Namun, data jumlah korban belum dapat diverifikasi dan bersifat fluktuatif.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (20/6/2018), menyatakan, jumlah korban hilang yang diterima Basarnas memang mencapai 192 orang. Namun, jumlah tersebut bukan data yang pasti.
Jumlah korban hilang masih simpang siur. Bahkan, jumlah korban diperkirakan lebih dari 200 orang.
"Pendataan jumlah korban merupakan ranah polisi dan Kementerian Perhubungan,” ujarnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah belum memiliki jumlah korban yang tepat. Ketidakpastian soal data terjadi karena kapal berangkat tanpa menggunakan manifes atau surat muatan yang antara lain mendata jumlah penumpang, nama, dan alamat lengkap mereka.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi menambahkan, jumlah korban hilang dapat mencapai angka 192 bisa jadi karena terdapat dua posko pendaftaran korban hilang.
Posko pertama berada di Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, sedangkan posko kedua di Pelabuhan Simanindo, Kabupaten Samosir. Terdapat kemungkinan bahwa data korban hilang menjadi dobel.
Oleh karena itu, Kemenhub telah meminta agar data korban kembali diverifikasi kebenarannya. Jumlah korban pun dinyatakan dapat bertambah ataupun berkurang.
Hingga hari ketiga setelah kecelakaan, Basarnas baru menemukan 22 korban. Sebanyak 19 orang ditemukan pada Selasa, 19 Juni 2018, terdiri dari 18 orang selamat dan 1 orang meninggal. Korban selamat telah kembali ke rumah masing-masing.
Adapun pada Rabu, 20 Juni 2018, sebanyak 3 orang ditemukan. Tiga korban tersebut berjenis kelamin perempuan dan ditemukan sekitar pukul 07.00, pukul 10.00, dan pukul 14.20.
Hambatan
Syaugi mengungkapkan, terdapat beberapa hambatan dalam mencari korban, salah satunya adalah kedalaman danau yang mencapai 300-500 meter. ”Situasi di dalam air gelap dan dingin,” katanya.
Jangkauan cahaya senter di dalam air hanya mencapai 5 meter. Sejauh ini, beberapa korban meninggal yang ditemukan berjarak sekitar 3-5 kilometer dari tempat kejadian.
Basarnas mengerahkan 70 personel dari tim khusus untuk menyelam. Selain itu, dua unit alat bernama remote underwater vehicle digunakan untuk mencari korban di dalam air.
”Penyelam dilengkapi peralatan yang membuatnya dapat bergerak dengan cepat di air,” tutur Syaugi.
Satu penyelam juga menggunakan alat yang memampukan mereka bisa mengevakuasi enam orang. Masyarakat, TNI, dan Polri juga turut membantu pencarian.
Budi menyatakan, proses pencarian dan evakuasi akan dilakukan selama tujuh hari. Pemerintah akan menambah pencarian sebanyak tiga hari jika dibutuhkan.
Kronologi
Kapal Motor Sinar Bangun tenggelam di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, Senin, 18 Juni 2018, pukul 17.15. Kecelakaan tersebut terjadi sekitar 500 meter dari Pelabuhan Tigaras. Kapal sebelumnya berangkat dari Pelabuhan Simanindo.
Penyebab kapal tenggelam saat ini diduga akibat kelebihan beban penumpang, disertai cuaca yang sedang hujan deras dan ombak tinggi hingga 2 meter.
Kapal Motor Sinar Bangun termasuk jenis kapal kecil, dengan ukuran 35 gros ton (GT). Kapal memiliki panjang 18 meter dan lebar 5,5 meter dengan kapasitas 43 orang.
Jika korban yang diangkut mencapai 200 orang, kapal tersebut membawa penumpang lebih dari empat kali kapasitas yang dimiliki.
Informasi yang diperoleh Kemenhub menyatakan, kapal memiliki 45 jaket pelampung. Kapal tersebut keberadaannya legal. Namun, prosedur perjalanan kapal tidak memenuhi syarat sebab operator kapal tidak memiliki manifes dan surat izin berlayar (SIB).
Berdasarkan gambar kapal yang dirilis Kemenhub, kapal tersebut berwarna hijau muda. Kapal memiliki dua tingkat. Menurut Sekretaris Jenderal Kemenhub Djoko Sasono, penumpang bahkan naik hingga ke atas atap kapal. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, pengelolaan transportasi kapal antarkabupaten merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi setempat.