Belasan Tahun Bekerja, Baru Sekali Berlebaran
Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti benak Kepala Regu Grup C Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Pusat Sektor III Menteng Agus Suprianto (40). Setelah 13 tahun bekerja, baru sekali ia berlebaran dengan keluarga dan itu pun sudah enam tahun lalu.
Tahun ini pun Agus kembali tidak bisa merayakan Lebaran bersama keluarga tercintanya. ”Selama 13 tahun bekerja sebagai pemadam kebakaran, baru sekali saya dapat merayakan Lebaran bersama keluarga besar, yaitu enam tahun lalu,” ujar ayah tiga anak itu sambil tersenyum, Minggu (17/6/2018).
Meskipun ada rasa sedih karena tidak dapat berkumpul bersama keluarga besar, Agus tidak merasa kecewa. Ia justru merasa bangga dapat melayani masyarakat dengan menjadi petugas pemadam kebakaran.
Agus memaknai pekerjaannya sebagai sebuah pelayanan kepada masyarakat. Ia mengatakan, ketika membantu masyarakat yang sedang mengalami bencana dan mendapatkan ucapan terima kasih, ada kebahagiaan dan batinnya merasa puas. ”Saya senang bisa menolong orang lain yang kesulitan,” ujarnya.
Agus menuturkan, pada masa Lebaran, sebagian besar warga Jakarta meninggalkan rumahnya untuk pulang ke kampung halamannya. Pada saat itu, bencana kebakaran sering terjadi karena rumah ditinggalkan kosong.
Kebakaran dapat juga terjadi ketika orang yang sedang tidak mudik beraktivitas menggunakan api, termasuk memasak dan merokok. Namun, ada juga karena hubungan pendek arus listrik.
Ia menceritakan, pada malam takbiran lalu, terjadi kebakaran di Jalan Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat. Ia bersama tim bergegas mengamankan warga di sekitarnya dan api dapat dipadamkan dalam waktu 10 menit.
”Seluruh tim harus siap dalam keadaan apa pun sehingga kami wajib berjaga selama 24 jam,” ucap Agus.
Ia menambahkan, semua petugas pemadam kebakaran hanya membutuhkan waktu 5 detik sampai 8 detik untuk persiapan menggunakan alat pengaman.
Kepala Regu Quick Response Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Selatan Sektor VI Tebet Wisnu Prabangkara (37) mendapatkan kesempatan berkumpul bersama keluarga pada hari pertama dan kedua Lebaran.
”Alhamdulillah, tahun ini saya bisa Lebaran bersama keluarga,” ujar ayah empat anak yang telah bekerja sebagai pemadam kebakaran selama 14 tahun ini. Tahun lalu, ia tidak dapat merayakan Lebaran bersama keluarga karena bertugas. Ia pun selalu memberikan pemahaman kepada anak dan istrinya tentang tugas seorang pemadam kebakaran.
Wisnu menjelaskan, seorang pemadam kebakaran harus berjaga selama 24 jam. Ia hanya beristirahat selama dua jam dan secara bergantian. Ia akan mendapatkan istirahat pada hari kedua dan ketiga. Setelah itu, seorang pemadam kebakaran harus berjaga kembali selama 24 jam.
Selain berjaga 24 jam, petugas pemadam kebakaran harus mengecek alat sebanyak tiga kali dalam sehari. Pengecekan itu berfungsi agar semua alat siap digunakan ketika dibutuhkan.
Dalam satu tim terdapat 20 orang yang bertugas. Mereka tidak dapat mengambil cuti pada hari besar, seperti Lebaran dan Natal. Cuti tersebut dapat diambil sebelum atau sesudah Lebaran. Oleh karena itu, waktu dapat berkumpul bersama keluarga saat Lebaran hanya didapat petugas yang sedang tidak berjaga.
Masyarakat umumnya menghindari bencana. Bagi pemadam kebakaran, bencana adalah tempat yang wajib didatangi.
Wisnu menyebutkan, ketika kembali bekerja, seorang petugas pemadam kebakaran harus siap menjalankan tugas saat dibutuhkan. Ia menceritakan, pada Minggu (17/6/2018) sekitar pukul 16.00 terjadi kebakaran rumah di Menteng Dalam, Tebet, karena hubungan pendek arus listrik. Ia harus bergegas ke lokasi kejadian dan segera memadamkan api meskipun baru kembali dari merayakan Lebaran bersama keluarga.
Ikhlas
Pada umumnya, masyarakat akan menghindari sebuah bencana. Namun, bagi pemadam kebakaran, sebuah bencana menjadi tempat yang wajib didatangi ketika sebuah panggilan dari radio komunikasi berbunyi.
Mereka tidak hanya berurusan dengan kebakaran, tetapi juga wajib membantu orang atau binatang yang tercebur di sumur, menggagalkan orang yang ingin bunuh diri di tempat ketinggian, hingga mencari barang yang tercebur di saluran air.
”Masyarakat percaya, kami memiliki keterampilan untuk membantu mereka,” kata Agus. Di sisi lain, petugas pemadam kebakaran juga sering menjadi sasaran amarah warga yang sedang mengalami bencana.
Agus menceritakan, beberapa kali dirinya pernah dipukuli warga yang panik. Mereka ingin petugas pemadam kebakaran segera mematikan api di rumahnya.
Petugas pemadam kebakaran melaksanakan tugasnya dengan ikhlas dan tidak pernah meminta imbalan.
Ia menjelaskan, petugas pemadam kebakaran harus menetralisasi rumah di sekitar lokasi kebakaran tersebut. Hal itu dilakukan agar api tidak merambat ke rumah lain.
Beberapa kali Agus juga dicaci maki oleh warga ketika datang ke lokasi kebakaran terlalu lama, padahal situasi lalu lintas di Jakarta selalu macet. Kesadaran pengguna jalan raya untuk memberikan prioritas kepada mobil pemadam kebakaran juga masih rendah sehingga mengakibatkan laju kendaraan mereka sering terhambat.
Sejumlah petugas pemadam kebakaran juga sering dituduh meminta uang kepada korban. Padahal, mereka melaksanakan tugas dengan ikhlas dan tidak pernah meminta imbalan. ”Apabila ada petugas yang meminta imbalan, ia akan dipecat,” ujar Agus.
Panggilan jiwa
Agus menuturkan, menjadi pemadam kebakaran merupakan panggilan jiwa. Sejak kecil, ia dididik orangtuanya untuk mau menolong sesama. Ia pun merasa bangga ketika berjalan konvoi menggunakan mobil pemadam kebakaran.
Hal serupa dituturkan petugas harian lepas (PHL) pemadam kebakaran Sektor III Menteng, Jakarta Pusat, Alvian (20). Ia memulai menjadi pemadam kebakaran dengan menjadi relawan selama satu tahun ketika masih duduk di bangku sekolah.
Alvian juga menunda masuk perguruan tinggi karena diterima sebagai PHL pemadam kebakaran meskipun sudah mendaftar dan diterima oleh salah satu perguruan tinggi swasta.
”Saya merasa bangga ketika naik mobil pemadam kebakaran,” kata remaja yang telah bekerja sebagai pemadam kebakaran sejak dua tahun lalu tersebut.
Ia pun selalu antusias ketika terjadi kebakaran. Alvian menceritakan, ketika terjadi kebakaran, ia akan berlari untuk mencari tahu situasi kebakaran tersebut dan segera menolong korban. Namun, ia juga harus bersikap profesional mengikuti cara kerja seorang pemadam kebakaran sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan rekan kerja.
Banyak alat pemadam kebakaran di Indonesia masih sederhana dan tidak ada penggantian secara rutin.
Wisnu menjelaskan alasannya tertarik bekerja sebagai pemadam kebakaran. ”Seorang pemadam kebakaran dipandang oleh masyarakat sebagai pekerjaan mulia karena mau menolong orang yang sedang mengalami bencana,” ujarnya.
Ia menceritakan pengalamannya saat menolong seorang nenek di Jalan Kemandoran, Jakarta Selatan. Peristiwa tersebut terjadi tahun 2006. Pada saat itu, Wisnu harus menembus kepungan api dan masuk ke rumah yang sudah hampir roboh.
Wisnu berani mengambil risiko karena melihat nenek tersebut masih hidup. Keberaniannya pun membuahkan hasil. Ia dapat menyelamatkan nenek tersebut dan dirinya juga terhindar dari bahaya. Rasa bangga pun menyelimuti hati Wisnu.
Alat terbatas
Masalah yang sering dijumpai petugas pemadam kebakaran ialah minimnya alat dan tenaga kerja. Agus menuturkan, sebagian besar alat pemadam kebakaran di Indonesia masih sederhana dan tidak ada penggantian secara rutin. ”Alat tersebut dapat diganti jika sudah rusak,” ujarnya.
Ia menambahkan, ada alat yang dimilikinya sudah tidak berfungsi, seperti satu perahu karet. Selain itu, jaket yang digunakannya telah usang. Bahkan, ada beberapa jaket yang sobek. Padahal, jaket tersebut sangat vital karena berfungsi untuk menahan panas.
Agus juga menceritakan, regenerasi petugas pemadam kebakaran berjalan sangat lambat. Sejumlah sektor pemadam kebakaran di Jakarta telah mengajukan adanya perekrutan tenaga baru. Namun, usulan tersebut selalu kandas dengan alasan minimnya anggaran untuk perekrutan tenaga baru.
Perhatian pemerintah daerah terhadap kesejahteraan petugas pemadam kebakaran masih kurang.
Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, juga menyoroti kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap kesejahteraan petugas pemadam kebakaran. ”Mereka berperan vital terhadap keselamatan masyarakat sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus,” kata Adrianus.
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menyayangkan banyaknya petugas di sektor pelayanan publik yang statusnya belum menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Di sisi lain, banyak anggota PNS yang bekerja tidak maksimal, tetapi mendapatkan gaji tetap. ”Bahkan, mereka sering mendapatkan kenaikan gaji,” ujar Ninik.