Pelarangan Sawit Mundur 2030
Keputusan Uni Eropa untuk membuka keran minyak sawit hingga 2030 tak hanya berimplikasi dagang tetapi juga lingkungan bagi Indonesia. Keputusan ini akan semakin mengancam kelangsungan hutan tropis di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS – Sidang trialog antara Komisi, Dewan, dan Parlemen Eropa pada 14 Juni 2018 waktu setempat, memutuskan untuk meningkatkan bauran energi terbarukan anggota Uni Eropa sebesar 32 persen hingga 2030. Meski diapresiasi banyak pihak karena angka bauran energi meningkat dari target 27 persen, keputusan ini juga mendapat kritik karena masih membuka keran biodiesel, yang semula akan dihentikan pada 2021 menjadi pada 2030.
Pemerintah Indonesia belum menyatakan pendapat resmi terkait putusan Komisi Eropa itu. Indonesia dan Malaysia sebagai pemasok utama minyak sawit - bahan biodiesel- ke negara-negara Eropa memiliki kepentingan besar akan putusan itu.
“Kebijakan EU pro kepada kepentingan pasar. Mereka tidak peduli pada permasalahan dan dampak dari buruknya tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia, seperti deforestasi, perampasan tanah, eksploitasi buruh, dan lain-lain,” kata Franky Yafet Leonard Samperante, Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka, Sabtu (16/6/2018), di Jakarta, menanggapi putusan Komisi Eropa tersebut.
Ia berharap UE mengikuti suara dari Parlemen Eropa untuk tetap menghentikan minyak sawit dari campuran biofuel pada 2021, bukan menunggu hingga 2030. Putusan EU ini tak akan membantu Indonesia membuat keputusan penting perubahan pada industri sawit.
Beberapa waktu lalu, Franky bersama 236 pemimpin kelompok CSO maupun komunitas serta pekebun sawit skala kecil, menyusun surat terbuka, agar perkebunan sawit tidak mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia masyarakat adat, pekebun skala kecil, petani, dan komunitas lokal.
Dalam surat bertanggal 22 Mei 2018 tersebut, mereka juga mendesak Pemerintah Indonesia memperbaiki tata kelola perkebunan sawit serta meninjau ulang hak guna usaha. Langkah termudah yang bisa mengawali hal itu adalah dengan melakukan moratorium perkebunan sawit seperti yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo pada 2016.
Langkah termudah yang bisa dilakukan untuk mengawali perbaikan tata kelola perkebunan sawit adalah dengan melakukan moratorium perkebunan sawit seperti yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo pada 2016.
Ancaman
Secara terpisah, Kepala Departemen Kebijakan dan Kampanye Rainforest Foundation Norway Nils Hermann Ranum menyatakan tak dapat menerima keputusan EU untuk masih membuka keran minyak sawit hingga 2030. “Banyak hujan tropis yang akan dihancurkan oleh industri sawit dalam kurun waktu itu,” kata dia.
Ia mengatakan kebijakan biofuel di seluruh dunia telah mendorong deforestasi dan peningkatan emisi gas rumah kaca serta bencana sosial. Ia menunjukkan laporan organisasinya berjudul Driving Deforestation, sekitar 4,5 juta hutan tropis dan gambut – setara luas Belanda – dapat dihancurkan oleh kebijakan biofuel hingga 2030. Dari sisi emisi gas rumah kaca, bencana itu akan menghasilkan 7 juta ton emisi CO2 dalam kurun waktu 20 tahun mendatang.
“Sulit bagi saya untuk mengerti bahwa UE akan terus menggunakan biofuel berbasis minyak sawit dan berkontribusi pada kerusakan pada 2030,” kata dia.
Dalam siaran pers Komisi Eropa, Komisaris untuk Aksi Iklim dan Energi Miguel Arias Cañete mengatakan, "Energi terbarukan baik untuk Eropa, dan hari ini, Eropa adalah negara yang baik dalam energi terbarukan. Kesepakatan ini merupakan kemenangan yang sangat sulit dalam upaya kami untuk membuka potensi sesungguhnya dari transisi energi bersih Eropa".
Ia menyatakan, ambisi baru ini akan membantu Eropa memenuhi tujuan Kesepakatan Paris. Arahan ini lebih maju daripada Arahan yang pernah ditetapkan pada tahun 2009 yang menargetkan 20 persen bauran energi terbarukan pada 2020. Pada tahun 2016, capaian bauran energi mencapai 16 persen atau dinyatakan on the track.
Langkah maju ini dilakukan Eropa sebagai penerjemahan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam Kesepakatan Paris. Eropa mematok target sedikitnya 40 persen pengurangan emisi GRK di bawah level yang tercatat pada 1990 di tahun 2030. Target bauran energi pada transportasi pun kini menjadi 14 persen (pada 2030) dari 10 persen (pada 2020).
Langkah selanjutnya yaitu Parlemen dan Dewan Eropa mengesahkannya secara resmi. Dalam beberapa bulan mendatang, Arahan Kebijakan Energi Terbarukan Eropa akan diterbitkan dan berlaku 20 hari setelah publikasi. Negara-negara anggota kemudian mentransformasikan Arahan tersebut dalam hukum nasionalnya 18 bulan setelah pemberlakuan.
Masukan tertulis
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Jumat (15/6/2018), menyatakan masih mengikuti perkembangan putusan Eropa ini. Ia pun telah menghubungi Menteri Luar Negeri untuk berkoordinasi dalam menyatakan sikap dan tindak lanjutnya. “Kita belum mengeluarkan pernyataan resmi pemerintah,” kata dia.
Namun, Menteri Siti telah memberi masukan tertulis berjudul “Forest Governance Perspective on Sustainable Palm Oil”. Dalam laporan 38 lembar halaman itu, Siti menyatakan pemerintahan Presiden Jokowi secara konsisten melakukan kebijakan korektif dan operasionalnya atas persoalan sawit.
Siti menyatakan pemerintahan Presiden Jokowi secara konsisten melakukan kebijakan korektif dan operasionalnya atas persoalan sawit.
“Tantangan cukup berat untuk bisa menjelaskan kepada dunia internasional bahwa penanganan kompleksitas masalah sawit bagi Indonesia sekaligus merupakan penataan dalam tatanan alokasi sumberdaya dan akses sumberdaya sebagai peruwujudan kewajiban pemerintah untuk memberikan akses kepada kesejahteraan material bagi masyarakat,” kata dia.
Ia mengatakan komplikasi masalah pada masa waktu yang begitu panjang dan paradigma tata kelola sawit yang lemah pada berbagai aspek atribut tata guna lahan (perkebunan sawit baik korporat maupun rakyat) menjadi pekerjaan rumah untuk dijelaskan kepada publik internasional.
Namun, ia menekankan pemerintah Indonesia telah melangkah untuk memperbaiki dan menuju tata kelola dan tata guna lahan untuk sawit. Ini untuk menjamin hadirnya tata kelola sawit dan tata kelola hutan pada kontes sawit yang baik dan sustainable (berkelanjutan).