KAIRO, KOMPAS -- Pasukan Yaman loyalis Presiden Mansour Hadi yang didukung militer koalisi Arab, Kamis (14/6/2018), terus berusaha maju untuk merebut bandara udara dan pelabuhan Hodeidah. Milisi al-Houthi sejauh ini masih mampu membendung gerak maju pasukan gabungan loyalis Presiden Mansour Hadi dan koalisi Arab pimpinan Arab Saudi.
Milisi al Houthi mulai menyebarkan tank-tank dan kendaraan lapis baja di jalanan kota Hodeidah serta pelabuhannya. Milisi al Houhti juga menyebarkan para penembak jitu di atas rumah-rumah dan gedung-gedung di kota Hodeidah.
Pertempuran sengit dilaporkan terjadi di distrik al-Durayhmi, sekitar 10 km arah selatan pelabuhan Hodeidah dan area sekitar bandara udara kota itu.
Milisi Al Houthi, seperti dilansir stasiun televisi Aljazeera, mengklaim berhasil menghentikan gerak maju pasukan gabungan pasukan Yaman dan koalisi Arab di distrik al-Durayhmi. Sebelumnya, Al-Houthi mengklaim menggagalkan upaya penerjunan pasukan payung Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) ke area pelabuhan Hodeidah. Milisi Al Houthi menyatakan pula telah berhasil merusak kapal perang UEA melalui tembakan rudal di lepas pantai kota tersebut.
Milisi al Houthi mulai menyebarkan tank-tank dan kendaraan lapis baja di jalanan kota Hodeidah serta pelabuhannya.
Pihak UEA mengakui empat tentara mereka tewas dalam pertempuran merebut pelabuhan Hodeidah. Adapun milisi al Houthi dilaporkan telah kehilangan sedikitnya 22 tentara.
Juru bicara koalisi Arab, Kolonel Turki al-Maliki, kepada stasiun televisi Al-Hadats, mengungkapkan, tujuan tahap pertama dari serangan pasukan Yaman dan koalisi Arab ke kota Hodeidah ialah menguasai bandara, pelabuhan, dan jalan utama yang menghubungkan kota itu dengan Sana’a. Al-Maliki juga mengungkapkan, pasukan koalisi Arab sampai saat masih menghindari perang kota untuk mencegah korban dari warga sipil.
Pintu diplomasi telah tertutup
Dalam konteks diplomasi, Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat Kamis (14/6/2018) waktu New York atas permintaan Inggris, membahas pertempuran kota Hodeidah dan dampak kemanusian dari pertempuran tersebut. Utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, terus melakukan kontak dengan pihak-pihak yang bertikai di Yaman dalam upaya mencegah terjadinya tragedi kemanusian akibat pertempuran itu.
Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat atas permintaan Inggris, membahas pertempuran kota Hodeidah dan dampak kemanusian dari pertempuran tersebut.
Adapun Menteri Luar Negeri Yaman Khaled al-Yamani kepada harian Asharq al Awsat menegaskan, pintu diplomasi sekarang sudah tertutup. Ia menyatakan, operasi militer pembebasan kota Hodeidah tidak akan berhenti sehingga semua wilayah Yaman terbebas dari cengkeraman milisi al Houthi.
Ia menuduh, ada pihak-pihak internasional yang sengaja memperpanjang perang di Yaman dengan memberi waktu lebih lama lagi kepada milisi al-Houthi untuk memberangus dan membunuh rakyat Yaman.
Al-Yamani heran ada suara-suara lantang meminta segera dihentikan serangan di kota Hodeidah atas nama memberi jalan untuk bantuan kemanusian. “Di mana mereka yang berteriak-teriak itu, ketika pemerintah Yaman sejak bulan Mei lalu mengusulkan agar pelabuhan kota Hodeidah diserahkan ke PBB,” lanjuta menlu Yaman tersebut.
Pengamat politik Yaman, Abdel Bari al-Hadi, kepada stasiun televisi Aljazeera, menyampaikan kecemasannya bahwa berlarut-larutnya pertempuran di Hodeidah hanya akan menyebabkan tragedi kemanusian lebih besar lagi, akibat terus ditutupnya pelabuhan Hodeidah selama perang tersebut.
Di mana mereka yang berteriak-teriak itu, ketika pemerintah Yaman sejak bulan Mei lalu mengusulkan agar pelabuhan kota Hodeidah diserahkan ke PBB.
Al-Hadi menyebut, pelabuhan Hodeidah selama ini menjadi satu-satunya akses penyaluran bantuan kemanusian dari manca negara ke berbagai propinsi di Yaman. “Jika pelabuhan Hodeidah ditutup, maka dengan sendirinya suplai bantuan kemanusian akan berhenti. Ini pasti akan membawa tragedi kemanusian di berbagai wilayah di Yaman,” lanjutnya.