Cari Uang Kaget di Pasar Dadakan
Pasar kaget atau pasar dadakan selalu terjadi di setiap malam Idul Fitri di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Pasar ini mempersulit akses warga terhadap salah satu jalan utama di Jakarta Timur. Namun, minat warga yang tinggi terhadap pasar kaget ini membuat aparat sulit bertindak tegas.
”Harus cepet-cepetan supaya bisa dapet tempat yang strategis. Syukurlah bisa dapet tempat di sini,” kata Vera (44) yang sedang menjaga lapak sepatu wanita miliknya. Sudah sejak sore, Vera dan ribuan pedagang lain menunggu dan bersiaga, bersiap-siap turun ke jalan, untuk bersama-sama menciptakan pasar dadakan takbiran di depan Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur.
Lokasi lapak Vera dapat dibilang strategis. Selain lapaknya berada tepat di seberang stasiun, ia pun mendapat ruang yang cukup lebar. Ia bisa menyusun papan-papan tripleks sebagai rak pajangan untuk sepatu yang dijualnya. Separator jalur busway pun menjadi tempatnya duduk menunggu pelanggan.
”Asal duduknya enggak terlalu ke belakang, aman kok kalau ada bus lewat,” ujar Vera. Ia harus memastikan karung stok dagangannya tidak akan terserempet bus transjakarta yang lewat di belakanganya.
Pengemudi bus pun harus mengurangi kecepatan menjadi kurang dari 10 km per jam karena harus berhati-hati dengan aktivitas perdagangan yang terjadi tepat di atas separator jalurnya. Suara klakson mobil dan sepeda motor yang tidak sabar berada di belakang bus tersebut menjadi soundtrack malam itu.
Di pasar dadakan ini, pedagang berderet-deret membuka lapak di badan jalan dari depan pusat perbelanjaan Jatinegara Cityplaza sampai dengan Jalan Bekasi Barat di Stasiun Jatinegara. Petugas polisi dan satpol PP mondar-mandir di jalur busway, menghalau pedagang yang ingin membuka lapak di sana.
Paling tidak, sudah lima kali malam Lebaran jalan utama menuju Bekasi ini terputus akibat pasar tumpah ini. Dagangan yang dijual bermacam-macam, dari pakaian, sepatu, mainan anak, hingga bunga potong.
Kian larut malam, warga semakin ramai mendatangi pasar dadakan ini. Harga yang murah menjadi daya tarik pedagang terhadap warga. Rizki (30), pedagang sandal jepit impor, mengatakan, dirinya memang menjual barang-barang yang berbeda dari stok yang dijualnya sehari-hari.
”Kalau yang dijual sehari-hari itu, barang-barang yang rada bagus. Kalau, misal, belum laku, masih bisa disimpan. Tetapi, kalau yang dijual sekarang ini, yang murah-murah. Yang penting bisa habis malam ini,” kata pedagang yang biasanya berjualan di kawasan Jembatan Item, Jatinegara, itu.
Vera pun melakukan hal yang sama. Pada malam itu, ia membawa 70 pasang sepatu sisa stok penjualan hari biasa. ”Mendingan dijual sekarang tanpa mengambil untung. Daripada disimpan kelamaan jadi rusak,” kata Vera. Saat ini, sepatu-sepatu itu dijual dengan harga Rp 45.000, nanti jelang tengah malam akan turun menjadi Rp 15.000.
Seperti Vera, target Rizki pada malam ini bukanlah omzet yang lebih besar dibandingkan hari biasa, tetapi mendapat penghasilan dengan cepat. ”Uang kaget istilahnya. Mungkin enggak bisa melebihi hari biasa, tetapi udah pasti banyak yang laku,” ujarnya.
Sandal karet yang biasa dijual di toko-toko seharga Rp 40.000 oleh Rizki dijual seharga Rp 20.000. Harga ini bisa menjadi setengahnya pada tengah malam. ”Yang penting laku, Mas,” tambahnya.
Saat ditemui sekitar pukul 21.00, dagangan Vera belum laku satu pun, tetapi ia tetap tenang. Ia paham perilaku pembeli, katanya. ”Sekarang ini orang-orang cuma memantau. Mereka sudah paham nanti, tengah malam, kami akan banting harga,” lanjut Vera.
Sumber kemacetan
Sebetulnya, pada malam Lebaran 2018 ini, Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur ingin menegaskan bahwa jalan adalah milik kepentingan publik. Pada awal pekan ini, Wali Kota Administrasi Jakarta Timur Bambang Musyawardana mempersiapkan operasi khusus guna menjaga akses warga melalui jalan ini tidak terputus.
Sebanyak 359 personel satpol PP dan dari seluruh Jakarta Timur dikerahkan khusus berjaga di kawasan Jatinegara selama tiga hari jelang Lebaran. Targetnya, jalur bus transjakarta dan Jalan Bekasi Barat masih tidak terokupasi pedagang.
Namun, sejak pukul 16.00 WIB, ribuan pedagang telah bersiaga di pinggir jalan. Karung-karung plastik penuh berisi barang dagangan masih terikat di atas motor atau direbahkan di tanah, disenderkan di tiang listrik. Mereka tampaknya menunggu petugas satpol PP, yang sedari siang berjaga mensterilkan jalur pejalan kaki, luntur ketegasannya.
Jelang waktu shalat Maghrib, pedagang mulai memasang terpal dan rak-rak besi di jalur pejalan kaki. Menjaga arus lalu lintas kendaraan yang masih ramai, aparat pun mengarahkan para pedagang untuk berjualan di trotoar samping Pasar Batu Akik Rawa Bening.
Namun, pedagang sepertinya tidak rela harus berjualan di jalan yang lebih sepi. Beberapa kali pedagang berdiskusi dengan petugas satpol PP. Pada saat diskusi berlangsung, beberapa pedagang yang tidak sabar pun mencoba-coba membuka terpal di atas jalur busway.
Tekanan dari pedagang pun semakin meningkat. Calon pembeli pun mulai tiba di sana. Akhirnya, pada pukul 19.30, setelah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan dinas perhubungan, Jalan Bekasi Barat ditutup dan dialokasikan seluruhnya untuk pasar dadakan tersebut. Arus kendaraan dari Bekasi dialihkan masuk lewat Jalan Bekasi I. Aparat pun dikonsentrasikan untuk menjaga jalur busway tetap steril.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Jakarta Timur Sofyan Tahir mengatakan, pasar tumpah ini mulai muncul pada malam Idul Fitri 2012. Saat itu, jumlah pedagang yang tumpah ke jalan masih sedikit. Mereka hanya mengokupasi trotoar di dekat Pasar Jatinegara.
”Kami bahkan tidak perlu mengerahkan penjagaan semacam ini,” kata Sofyan yang pada periode saat itu masih menjabat Camat Jatinegara.
Bambang mengatakan, keputusan untuk memberikan seluruh badan jalan untuk pasar dadakan ini akhirnya diambil guna mencegah terjadinya gesekan antara pedagang dan aparat.
”Mereka selalu berargumentasi bahwa kesempatan ini hanya setahun sekali. Tetapi, bagaimana ya, warga kita sendiri juga suka berbelanja di pasar dadakan ini,” ucap Bambang yang bersiaga di lokasi.
Keputusan ini didukung penuh oleh Nur (50), warga Prumpung, Jakarta Timur, yang sedang mencari baju untuk anaknya. Ia mendukung keberadaan pasar dadakan itu. ”Habis, di sini barangnya murah. Banget,” ujarnya.