Paris Setelah 669 Anak Tangga
Bagi pengunjung kota Paris, Perancis, Menara Eiffel tidak pernah gagal memikat mereka. Dari sekadar berfoto dengan latar belakang menara, berfoto di bawah kakinya, hingga mendaki ke puncaknya; berada dalam daftar keinginan yang harus dipenuhi.
Musim panas pada awal Juni 2018, kota Paris seperti sedang cantik-cantiknya. Kendati pada pagi hari mendung terlihat menggelayut, menjelang siang awan kelabu berarak pergi, menyisakan langit biru dengan gumpalan-gumpalan awan putih bersih.
Di taman, terlihat orang-orang berfoto ria dengan berbagai gaya. Tawa dan ekspresi gembira menghiasi wajah-wajah mereka. Menara Eiffel menjulang di belakang dengan gagah. Aroma keceriaan musim panas menguar di udara.
Karena sedang ada perbaikan di bagian kaki menara sehingga sebagian ruas jalan pun ditutup. Pejalan kaki harus memutari taman, lalu masuk ke pintu yang posisinya sedikit tersembunyi di antara papan-papan pelindung proyek.
Di pintu itu, semua bawaan pengunjung diperiksa petugas. Pengunjung yang tidak memiliki tiket tetap bisa masuk, tetapi sebatas di pelataran luas di kaki Menara Eiffel.
Di bawah kakinya, kita bisa melihat dari dekat konstruksi yang menopang menara setinggi 324 meter tersebut. Rangka yang berdiri sejak tahun 1889 itu telah menjadi magnet bagi jutaan pengunjung setiap tahun. Terasa sekali betapa kecilnya kita di bawah menara yang menjulang tepat di atas kepala itu.
Pendakian
Tak puas hanya melihat kaki, hasrat hati pun terbit untuk naik ke atas menara, memandang Paris dari ketinggian. Di salah satu kaki menara terdapat pintu untuk naik dengan lift. Antrian mengular, padahal waktu baru pukul 10.00. Menara Eiffel buka setiap hari pukul 09.30 hingga 23.45. Khusus periode 21 Juni hingga 2 September setiap tahun, menara buka pukul 09.00-00.45.
Tiket untuk naik lift hingga ke level 2 seharga 16 euro untuk dewasa (sekitar Rp 261.000) dan 4 euro (Rp 65.000) untuk anak-anak (usia 4-11 tahun). Panjangnya antrian membuat saya urung membeli tiket.
Pandangan beralih ke kaki menara di sisi selatan. Terdapat pintu masuk untuk naik dengan tangga hingga level 2. Tak terlihat antrian. Tiket masuk sebesar 10 euro (Rp 163.000) untuk dewasa dan 2,5 euro (Rp 40.000) untuk anak-anak. Cukup terjangkau. Saya pun tergoda.
Begitu tiket sudah di tangan, dan pemeriksaan sudah terlewati, terbentang di hadapan anak-anak tangga yang harus didaki. Petualangan pun dimulai.
Kaki menapak satu demi satu anak tangga. Jangan khawatir, pengamanan sangat terjamin. Setelah beberapa tingkat didaki dengan penuh semangat, kecepatan harus diturunkan karena napas mulai memburu.
Untuk mencapai level 1 setinggi 57 meter dari atas tanah, ada 324 anak tangga yang harus didaki. Perlu beberapa kali perhentian untuk sekadar menarik napas. Lutut mulai terasa pegal dan betis terasa kencang.
Perlu beberapa kali perhentian untuk sekadar menarik napas.
Di level 1 terdapat selasar memutar dan kita sudah bisa melihat indahnya Paris dari ketinggian itu. Lansekap Paris dengan bangunan-bangunan tua yang berbaur dengan bangunan modern terlihat menawan.
Meski demikian, pandangan kurang leluasa karena pagar-pagar pengaman yang ketat mengelilingi level tersebut.
Saatnya menuju level 2. Pendakian anak tangga demi anak tangga dimulai lagi. Kali ini dengan ritme lebih lambat dengan perhentian tarik napas lebih banyak. Sekelompok remaja melewati saya, dengan langkah cepat dan celoteh riang, meskipun mereka juga ngos-ngosan.
“Anda berhenti di sini?” tanya seorang gadis. Saya hanya mengangguk dan tersenyum. Saya berkata dalam hati, "capek, dik".
Level 2 setinggi 116 meter dari permukaan tanah. Di sisi kanan tangga terdapat angka yang menerangkan sudah berapa anak tangga yang Anda daki.
Sudah 500-an anak tangga dan level 2 masih berada jauh dari jangkauan. Di tengah perjalanan, saya berpapasan dengan pengunjung yang turun dan menebarkan senyum yang seakan berkata: ayo, semangat!
Gemetaran
Angka terakhir di anak tangga menjelang level 2 adalah 669. Kaki mulai gemetaran. Tetapi pemandangan menakjubkan menyingkirkan lelah yang mendera.
Pemandangan menakjubkan menyingkirkan lelah yang mendera.
Meskipun sudah musim panas dan keringat mengucur karena naik tangga, di atas angin mengembuskan hawa dingin. Suhu udara Paris waktu itu sekitar 16 derajat celcius.
Sejauh mata memandang adalah keindahan kota Paris yang sedikit berselimut kabut. Orang-orang yang berlalu-lalang di jalan tampak seperti semut kecil.
Taman tempat orang-orang berfoto tampak hijau membentang. Sungai Seine berkelok, dengan kapal-kapal yang membawa turis melintas tak henti.
Bangunan-bangunan penanda kota pun terlihat, mulai dari Grand Palais, Museum Louvre, hingga Notre Dame. Pengunjung sibuk berfoto atau berswafoto.
Setelah menjepretkan kamera ke sana kemari, tangan pun berhenti memencet shutter, membiarkan semua keindahan itu terekam dalam memori saja.
Di level 2 terdapat dua dek dengan tambahan beberapa belas anak tangga saja. Pandangan mata pun lebih leluasa. Di level ini juga terdapat toko suvenir, restoran, dan cafe bagi yang ingin lebih lama menikmati tempat ini. Salah satu yang menarik adalah replika Menara Eiffel dari macaroon berwarna-warni.
Ada lantai 3 di puncak menara, setinggi 276 meter. Untuk naik ke puncak hanya bisa menggunakan lift dengan tiket 25 euro (Rp 409.000).
Puas menikmati Paris dari level 2 Menara Eiffel, saatnya turun. Ada jalur turun menggunakan lift, gratis. Namun, lagi-lagi, antrean mengular. Saya memutuskan untuk turun sebagaimana naik tadi. Waktu untuk turun lebih cepat dan tidak terlalu melelahkan seperti ketika naik.
Meskipun kaki seperti mau copot, naik (dan turun) Menara Eiffel lewat tangga terasa lebih unik. Rasa lelah tergantikan pengalaman menarik yang tak akan terlupa.