Mengadu Kesabaran di Arena Pemancingan
Sudah satu jam lebih Aldi (26) menunggu kail pancingnya ditarik ikan. Matanya menatap tajam ke kolam. Di samping Aldi, Fajar (24), adiknya, mendapatkan dua ekor ikan lele.
“Cukup stres karena dari tadi belum dapat,” tutur Aldi warga Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, awal pekan ini.
Situasi tersebut juga dirasakan Irwansyah (49), warga Pisangan Baru, Matraman, Jakarta Timur. Ia belum mendapatkan seekor ikan pun.
Berbeda dengan Aldi, Irwansyah masih tetap tersenyum sambil menunggu umpannya dimakan ikan. Ia menganggap menikmati proses memancing lebih penting, daripada mengejar sebagai pemenang.
Ketegangan, ketenangan, kegusaran, dan berbagai macam perasaan terlihat di wajah para peserta lomba memancing galatama di kolam pemancingan Bayu Tirta, Cipinang, Jakarta Timur, Senin (11/6/2018).
Bagi peserta lomba, memancing dapat menjadi penghilang kepenatan di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.
Aldi mengaku, hobi memancing muncul karena sering diajak ayahnya memancing di laut ketika masih kanak-kanak. Kebiasaan memancing di laut pun dilakukan Aldi hingga sekarang.
Ia menggunakan waktu luang ketika ada pekerjaan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara untuk memancing di laut. Jika memancing di kolam pemancingan Bayu Tirta, Aldi bersama Fajar melakukannya hampir setiap hari. Ia menyisihkan uang hasil pendapatannya sebagai buruh harian lepas.
Di bandingkan dengan memancing di laut, Aldi lebih suka memancing di kolam pemancingan. “Kalau di laut susah dapat ikan, kalau di kolam lebih mudah dapat ikan apalagi bisa mendapatkan uang kalau juara,” tuturnya.
Begitu pula dengan Irwansyah, ia dibesarkan di pesisir laut di Sumatera Utara. Oleh karena itu, memancing di laut menjadi hobinya sejak kecil.
Sebagai seorang karyawan swasta, Irwansyah menyalurkan hobinya tersebut pada malam hari. “Saya memilih memancing di malam hari karena pagi hingga sore hari kerja,” tutur ayah tiga anak tersebut.
Irwansyah tidak menularkan hobi memancing kepada anaknya karena alasan biaya yang besar. Ia mengaku sekali memancing dapat menghabiskan uang hingga Rp 250.000.
Uang tersebut digunakan untuk membayar tiket dua kali sesi (jika ada pertandingan lanjutan setelah pukul 24.00), membeli umpan berupa cacing sebesar Rp 50.000, rokok, kopi, serta makanan ringan.
Meskipun merasa uang yang dikeluarkan cukup besar, Irwansyah tetap melakukan hobinya tersebut hampir setiap hari. Ia baru tidur setelah pukul 02.00 dan tetap bekerja pada pagi hingga sore hari.
Sementara itu, di pemancingan Tentara Langit, Pancoran, Jakarta Selatan, 40 peserta lomba pancing tampak lebih serius. Mereka bertanding di kolam pemancingan dengan luas 500 meter x 10 meter. Ketegangan tampak di wajah mereka.
Sebagian besar mereka datang dari sekitar Pancoran, Jakarta Selatan. Salah satu peserta, Masdi (58), warga Kalibata, Jakarta Selatan, menuturkan, ia membuat persiapan khusus untuk meramu umpan agar cepat mendapatkan ikan. Ia membuat racikan dari daging sapi yang digiling halus dan dicampur dengan cairan yang dapat menarik perhatian ikan.
Bagi Masdi, memancing dapat menghilangkan kejenuhan. Ia menyukai suasana ketenangan yang ada di kolam pemancingan. Masdi bekerja sebagai buruh panggilan, sehingga ia memancing ketika tidak ada panggilan pekerjaan.
“Saya memancing hingga pukul 01.00, setelah itu istirahat dan pagi hingga sore kerja seperti biasa,” ujarnya.
Hal serupa dituturkan oleh Surya (60), warga Pengadegan, Jakarta Selatan. Ia tertarik memancing sejak kecil ketika masih tinggal di Subang, Jawa Barat. Sebelumnya, ia hanya memancing di sungai, tetapi semenjak di Jakarta, ia memancing di kolam pemancingan. Bagi Surya, kepuasaan memancing terletak pada saat kailnya ditarik oleh ikan.
Masdi memancing hanya pada malam hari sampai pukul 01.00. Pada pagi hingga sore hari, ia bekerja sebagai sopir. Ia mengaku tetap kuat menjalankan aktivitas pada siang hari, meskipun begadang pada malam hari. “Saya sudah terbiasa begadang, jadi tidak ada masalah,” ujarnya.
Galatama
Pemilik kolam pemancingan Bayu Tirta, Lahar Dinata (37) menjelaskan, dalam lomba memancing galatama, pemenang ditentukan oleh peserta yang mendapatkan ikan terberat. Hadiahnya pun bervariasi tergantung jumlah peserta. Namun, ikan yang didapat harus dikembalikan ke kolam pemancingan.
Hadiah tersebut diambil dari uang pembayaran tiket, yaitu sebesar Rp 75.000 per orang. Sebagai pemilik kolam dan ikan, Lahar mendapatkan uang 15 persen hingga 20 persen dari total penjualan tiket.
Kolam seluas 150 meter persegi tersebut dapat digunakan oleh 36 peserta untuk berlomba. Juara 1 mendapatkan Rp 900.000, juara 2 sebesar Rp 500.000, dan juara 3 sebesar Rp 350.000. Mereka juga dapat memperebutkan juara 4 atau prestasi yang dihitung berdasarkan jumlah ikan yang diperoleh.
Lahar membuka kolam pemancingan Bayu Tirta sebanyak dua sesi, yaitu pukul 15.00 hingga 18.00 dan 22.000 hingga 24.00. “Jika ada yang masih mau bertanding, saya buka sesi tambahan hingga pukul 01.00 pagi” ujarnya.
Dibandingkan dengan siang hari, lebih banyak pengunjung yang datang pada malam hari. Pada waktu siang biasanya hanya setengah dari pengunjung pada malam hari. Pada malam hari, pengunjung yang datang cukup banyak, yaitu 36 orang. Jika melebihi 36 pengunjung, maka Lahar menutup pendaftaran.
Di kolam pemancingan Tentara Langit, terdapat tiga kolam, yaitu dua kolam untuk ikan mas dan satu kolam untuk ikan lele. Kolam ikan mas telah berdiri lebih dari 20 tahun, sedangkan kolam ikan lele baru berdiri sekitar 10 bulan yang lalu.
Kolam pemancingan ikan mas hanya dibuka pada siang hingga sore hari. Pada siang hingga sore, peserta dikenakan biaya tiket sebesar Rp 100.000 per orang, sedangkan pada malam hari dikenakan biaya Rp 75.000 per orang. Mereka hanya tutup pada malam Jumat.
Hobi
Lahar menceritakan idenya membuat kolam pemancingan. Pada 2009, ia ingin membantu ayahnya yang sudah tua untuk menyalurkan hobinya. Ayahnya memiliki hobi memancing sejak muda. Lahar tidak ingin ayahnya memancing di laut karena fisiknya sudah tidak kuat lagi. Oleh karena itu, ia membuat kolam agar ayahnya mau memancing di rumah.
Ia mengisi kolam tersebut dengan lele agar mudah merawatnya. Tidak lama kemudian, tetangganya ikut bergabung untuk memancing. Karena banyaknya peminat yang ingin memancing, ia pun membuka kolam pemancingannya untuk umum.
Pengunjungnya pun tidak hanya sekitar Cipinang, tetapi ada juga yang berasal dari Manggarai (Jakarta Selatan), Kebon Jeruk (Jakarta Barat), dan Bekasi (Jawa Barat). Lahar menuturkan, jumlah pengunjung paling banyak pada malam Minggu.
Lahar menuturkan, bisnis kolam pemancingan yang didirikannya cukup menjanjikan karena ia tidak perlu menyewa lahan. Perawatannya pun mudah karena tidak perlu menguras kolam. Ia hanya perlu menambah air, jika mulai berkurang.
Selain perawatan yang mudah, bisnisnya terus berjalan karena minat dari pengunjung tidak pernah surut. “Setiap hari, minimal 50 pengunjung datang ke kolam pemancingan saya untuk berlomba,” tuturnya.
Promosi
Lahar menuturkan, untuk dapat menarik minat pemancing, ia mempromosikan di media sosial, situs, dan bergabung dengan komunitas pancing. Ia juga mempromosikan kolam pancingnya di toko alat pancing. Selain berpromosi, Lahar juga memberikan bonus pemenang setiap sebulan sekali agar pemancing tetap mau memancing di kolam pemancingannya.
Hal serupa dituturkan Penanggung Jawab kolam pemancingan Tentara Langit, Ucai Hidayat (32). Ia mempromosikan lewat media sosial dan komunitas pancing. Pihak pengelola juga memberikan bonus untuk peserta yang mendapatkan ikan dengan kriteria tertentu, antara lain berat ikan.
Adapun pemenang perlombaan ditentukan oleh ikan terberat yang didapat. Juara 1 mendapatkan Rp 1.150.000, juara 2 mendapatkan Rp 400.000, dan juara 3 mendapatkan Rp 250.000. Bagi peserta yang mendapatkan ikan berwarna merah atau albino mendapatkan bonus Rp 200.000 per ekor.
Bagi peserta lomba pancing galatama, memancing menjadi hobi dan obsesi. Mereka mencari ketenangan saat memancing, tetapi juga berharap mendapatkan ikan yang besar untuk menjadi juara.