SOTR: Antara Ibadah, Solidaritas, dan Kriminalitas
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
Sahur bersama di jalan raya (Sahur on the Road/SOTR) berulang kali dilarang, tetapi sejumlah kelompok pemuda masih melakukan kegiatan tersebut. Mereka mengaku, kegiatan SOTR sebagai bentuk solidaritas antarkelompok, tetapi sering kali terjadi tindak kriminal yang dilakukan kelompok tersebut.
Kelompok SOTR umumnya diikuti anak-anak muda atau remaja. Mereka berasal dari sekolah atau wilayah tertentu. Pada Sabtu (9/6/2018), misalnya, ada ratusan remaja mengaku berasal dari Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Seorang di antaranya, Bastian (16), mengatakan, bergabung dengan SOTR karena ingin berbagi kepada orang miskin.
Saat diperiksa Kepolisian Sektor Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat, mereka tidak membawa makanan untuk dibagikan atau untuk dimakan bersama. Wakil Kepala Polsek Tanah Abang Komisaris S Wahyudi mengatakan, mereka hanya membawa tongkat kayu dan besi untuk mengikat bendera.
Bastian mengelak. Dia mengaku membawa makanan yang ditaruh di mobil, tetapi terpisah. ”Kami diserang oleh kelompok tak dikenal dengan senjata tajam dan petasan sehingga saling terpisah,” ujarnya.
Di sekitar Monas, Jumat (8/6/2018), ratusan orang muda mengaku dari SMK Tri Mulia, Pesanggrahan, Kota Tangerang. Mereka mengendarai motor dan mobil beriringan mengitari sejumlah ruas di Jakarta. Di beberapa tempat, mereka berhenti dan berkumpul, salah satunya di trotoar Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Mereka makan sahur bersama sambil bersenda gurau. Salah satu orang membawa tongkat lampu untuk menertibkan agar tidak berkumpul di jalan raya.
Beberapa menit kemudian, mereka bergeser sekitar 10 meter. Salah satu peserta SOTR, Alvan (18), menuturkan, ”Kami sering dicurigai akan tawuran, padahal kami mau beramal sebagai bagian dari ibadah.”
”Kegiatan SOTR yang kami lakukan adalah berbagi makanan kepada pemulung atau orang miskin yang kami jumpai,” ujar lulusan SMK Tri Mulia tahun 2018 itu.
Ia menambahkan, dengan kegiatan seperti itu, ia dapat mengenal teman-teman lintas angkatan dengan lebih dekat.
Bagi mereka, SOTR dapat menjadi kegiatan untuk meningkatkan solidaritas antaralumnus dengan adik kelas yang masih sekolah. Mereka rela begadang meskipun keesokan harinya harus bekerja atau sekolah. Bahkan, mereka rela izin atau mengatur jadwal jam kerja seperti yang dilakukan Oki (19).
”Kami sudah merencanakan kegiatan ini sejak minggu lalu, jadi saya tukar jam kerja dengan teman sekantor,” ujar Oki yang bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan retail tersebut.
Di depan Taman Izmail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, ratusan orang muda berkumpul untuk makan sahur bersama. Mereka mengaku dari SMK Pelayaran Jakarta Raya, Kelapa Gading.
Salah satu senior dalam kelompok itu, Ginanjar Ibrahim (24), menuturkan, kelompoknya telah mengadakan SOTR selama lima tahun berturut-turut. ”Kami rutin mengadakan SOTR setahun sekali,” ujarnya.
Kelompok tersebut diikuti oleh lintas angkatan dari yang masih sekolah hingga telah bekerja. Mereka mengaku tetap berangkat kerja dan ke sekolah meskipun belum tidur.
Kegiatan SOTR juga dilakukan tanpa diketahui sekolah. Ginanjar menuturkan, jika izin sekolah, pasti akan dilarang. Mereka berkoordinasi lewat media sosial.
Mereka berpatungan untuk membeli makan yang dibagikan kepada pemulung atau orang miskin yang mereka temui. Setelah berbagi, mereka berkumpul di depan TIM untuk sahur bersama. Mereka saling berkenalan dan membagikan pengalaman ketika masih di sekolah dan dunia kerja.
Kriminalitas
SOTR sering kali hanya digunakan sebagai kedok bahwa sebenarnya mereka juga melakukan tindakan kriminal, seperti tawuran, penganiayaan, pemerasan, dan vandalisme. Tindakan itu dilakukan secara sengaja, tetapi ada juga yang dilakukan secara spontan karena saling ejek antarkelompok.
Alvan menuturkan, kelompok yang tawuran saat SOTR biasanya janjian terlebih dahulu untuk menentukan lokasi dan waktu pertemuan. Ada juga yang tawuran karena terjadi gesekan antarkelompok.
”Untuk menghindari gesekan tersebut, kelompok SOTR yang tidak ingin tawuran akan menunjukkan salam dua jari atau simbol perdamaian,” katanya.
Ia menambahkan, ada beberapa kelompok dari sekolah tertentu yang sengaja menggunakan SOTR untuk menunjukkan kekuatan. Mereka akan mendatangi suatu kelompok dan menyerang secara membabi buta. Tindakan tersebut dilakukan untuk menunjukkan eksistensi, bahwa kelompok tersebut ditakuti.
Pada Sabtu (9/6/2018), sekelompok pemuda merampas motor yang digunakan oleh pengendara yang melintas di Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat. Mereka keluar dari semak-semak dan mengancam dengan senjata tajam. Kelompok tersebut berjumlah puluhan, bahkan seorang pengendara yang sedang mengisi bensin pun dirampas motornya.
Di beberapa wilayah di Jakarta, aksi vandalisme juga terjadi saat SOTR. Mereka mencoret-coret pagar, tembok, dan fasilitas umum dengan menggunakan cat semprot. Sebagian besar dari mereka menuliskan nama kelompok mereka.
Mengganggu
Sebagian besar pengguna jalan merasa terganggu oleh peserta SOTR. Salah seorang warga Grogol, Jakarta Barat, Sultan (27), menuturkan, dirinya sering berpapasan dengan kelompok yang tawuran ketika SOTR. ”Kami merasa takut apabila menjadi korban penyerangan atau salah sasaran,” ujarnya.
Selain menebarkan rasa takut, peserta SOTR sering melanggar aturan lalu lintas. Mereka tidak membawa helm, STNK, dan SIM, serta ugal-ugalan di jalan raya. Mereka menyalakan petasan dan memenuhi jalan raya sehingga mengganggu kenyamanan pengemudi kendaraan bermotor yang ingin segera sampai tujuan.
Komisaris S Wahyudi menegaskan, SOTR telah dilarang karena mengganggu ketertiban masyarakat. ”Jika ingin beramal, lakukan ke yayasan pengelola anak yatim piatu!” kata Wahyudi saat menegur salah satu koordinator SOTR.
Beberapa kali Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang SOTR. Namun, larangan tersebut dianggap seperti hanya angin lalu. Ketegasan dari aparat keamanan dibutuhkan untuk memberikan efek jera.
Selain itu, peran aktif keluarga dan masyarakat dibutuhkan untuk menyadarkan orang muda agar dapat memaknai bulan suci Ramadhan dengan melakukan perbuatan yang positif.