JAKARTA, KOMPAS – Kerusakan otak adalah masalah yang serius karena dapat menyebabkan kecacatan fisik dan mental, menurunkan produktivitas, dan menimbulkan kematian. Salah satu pilihan terapi yang diharapkan bisa mengobati penyakit kerusakan otak adalah penggunaan sel punca yang berasal dari gigi susu.
Sel punca yang dimaksud adalah sel punca dewasa yang berasal dari jaringan pulpa gigi susu (stem cells from human exfoliated deciduous teeth/ SHED). SHED bisa diperoleh dari produk samping pencabutan gigi susu sehingga proses dan pengambilannya tidak bersifat invasif serta ketersediaannya tidak terbatas.
Potensi sel punca dari gigi untuk terapi kerusakan otak tersebut dibuktikan, salah satunya, dalam disertasi Masagus Zainuri yang berjudul Potensi Neuroproteksi Conditioned Medium Stem Cell from Human Exfoliated Deciduous (CM SHED) dalam Upaya Mencegah Apoptosis Progenitor Neuron Akibat Induksi Glutamat.
Setelah mempertahan disertasinya dalam sidang terbuka promosi doktor ilmu biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Kamis (7/6/2018), Masagus mendapat Indeks Prestasi Kumulatif 3,88. Ia menjadi doktor ke-14 di FKUI tahun 2018.
Indonesia saat ini sedang menghadapi transisi epidemiologi, yakni perubahan pola penyakit yang mayoritas dialami masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular. Salah satu jenis penyakit tidak menular adalah penyakit yang menimbulkan kerusakan pada otak seperti epilepsi, Alzheimer, Parkinson, multipel sklerosis, dan penyakit Huntington.
Salah satu jenis penyakit tidak menular adalah penyakit yang menimbulkan kerusakan pada otak seperti epilepsi, Alzheimer, Parkinson, multipel sklerosis, dan penyakit Huntington.
Kematian neuron
Masagus memaparkan, kematian neuron adalah masalah utama dalam penyakit kerusakan otak. Kematian neuron dapat terjadi melalui melalui proses nekrosis atau apoptosis. Apoptosis terjadi karena adanya faktor pencetus yang mengaktifkan jalur transduksi sinyal yang berujung pada kematian sel. Faktor pencetus apoptosis pada kerusakan otak antara lain peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang menyebabkan eksitosisitas (toksisitas yang dihasilkan dari stimulasi terus menerus dari sel-sel saraf oleh neurotransmiter).
Kematian neuron adalah masalah utama dalam penyakit kerusakan otak.
Hasil penelitian di laboratorium pada otak tikus berumur dua hari menunjukkan, CM SHED memiliki potensi neuroproteksi melalui sekresi enzim glutamic acid decarboxylase (GAD) dalam CM-nya yang akan mengkatalisis perubahan glutamat menjadi gamma-aminobutyric acid (GABA).
Salah seorang tim penguji, Prof Tegus Ranakusumah, menyatakan, sumber sel punca banyak. Pemilihan gigi susu yang sebenarnya “limbah” sebagai sumber sel punca dinilai bagus. Di sejumlah negara maju hal ini sedang berkembang.
Promotor Masagus, Prof Sri Widia A Jusman, menilai, pemanfaatan gigi susu sebagai sumber sel punca adalah pilihan baik untuk dikembangkan. Gigi susu mudah didapat dan murah. Selain itu, komponen CM pada CM SHED juga bisa dikembangkan menjadi terapi regenerasi.
Pemanfaatan gigi susu sebagai sumber sel punca adalah pilihan baik untuk dikembangkan.
Diperlukan riset berkelanjutan yang melibatkan banyak pihak agar hasil riset dasar tentang sel punca bisa diaplikasikan dalam pelayanan. Selain itu, diperlukan juga regulasi yang bisa menjadi payung hukum praktik terapi sel punca.
Dihubungi terpisah, Direktur Stem Cells and Cancer Institute Kalbe, Sandy Qlintang, menyampaikan, sel punca bisa bersumber dari banyak hal mulai dari sumsum tulang, lemak, kulit, gigi, juga rambut. Selama ini, yang paling banyak dipakai sebagai sumber adalah sumsum tulang dan lemak.
Menurut Sandy, biasanya, sel punca dari gigi digunakan untuk terapi yang terkait gigi juga seperti misalnya implantasi gigi, kerusakan atau radang tulang rahang akibat kecelakaan. “Jarang sekali mengambil sumber sel punca dari gigi. Sel punca dari sumsum tulang atau lemak lebih mudah,” ujarnya.