JAKARTA, KOMPAS—Munculnya bayangan seperti bintik hitam ataupun garis panjang melayang-layang pada penglihatan perlu diwaspadai. Kondisi itu bisa menjadi gejala ablasi retina atau copotnya retina dari jaringan penopang di mata sehingga berisiko mengurangi mutu penglihatan hingga menyebabkan kebutaan.
Selain muncul bayangan yang disebut floaters, gejala lain yang biasa terjadi pada pasien ablasi retina ialah ada kilatan cahaya. ”Kilatan cahaya timbul tiba-tiba dan makin sering muncul,” kata Direktur Rumah Sakit Mata Primasana Tanjung Priok, Jakarta, Cosmos Octavianus Mangunsong seusai peresmian kerja sama RS Mata Primasana dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, di Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Cosmos memaparkan, floaters bisa dialami siapa saja, terutama saat mata lelah. Jika setelah diistirahatkan tak muncul bayangan lagi, tak perlu terlalu khawatir. ”Namun, kalau tak juga hilang setelah beristirahat, apalagi muncul kilatan cahaya, harus periksa ke dokter mata khusus ahli retina,” ujarnya.
Ablasi retina lebih berisiko dialami orang dengan minus tinggi (lebih dari minus 4) dan orang lanjut usia. Jadi, orang dengan minus tinggi dianjurkan rutin memeriksakan kesehatan mata, termasuk retina mata, setiap 6 bulan sampai 1 tahun. ”Semakin cepat terdeteksi, semakin mudah penanganannya," katanya.
Posisi retina
Pasien ablasi retina perlu mendapat tindakan medis untuk mengembalikan retina pada posisi semula. Pasien dengan tingkat ringan atau terdekteksi dini cukup menjalani laser fotokoagulasi sehingga tak perlu menjalani operasi. Pada tingkat lanjut, pasien perlu dioperasi dengan cara scleral buckle dan vitrectomy.
Pada scleral buckle, gelang lentur akan ditempatkan di seputar bola mata untuk menetralkan kekuatan dari penopang retina. Biasanya dokter akan mengeluarkan cairan di bawah retina yang lepas dan menarik retina ke posisi normal. Untuk virectomy, ruang di antara retina dengan lensa mata akan dimasukkan gas atau minyak silikon agar retina kembali di posisi semula.
Operasi dilakukan sekitar satu jam dengan kondisi pasien mendapatkan bius total atau berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan pasien. Sementara pemulihannya butuh waktu sekitar 3-4 minggu. “Selama pemulihan, pasien disarankan untuk tidur dengan posisi tengkurap untuk menjaga kekuatan penopang retina,” kata Cosmos.
Selama pemulihan, pasien disarankan untuk tidur dengan posisi tengkurap untuk menjaga kekuatan penopang retina.
Setelah operasi, biasanya ada beberapa risiko yang mungkin dialami pasien. Risiko yang paling banyak dialami adalah katarak. Sekitar 30 persen sampai 50 persen pasien yang mendapatkan operasi ablasi retina akan mengalami katarak.
Saat ini belum banyak rumah sakit yang memberi layanan pengobatan ablasi retina bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Di Jakarta, misalnya, baru Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RS Mata Primasana Tanjung Priok, Jakarta Utara. Layanan BPJS di RS Mata Primasana baru dibuka pada 1 Juni 2018.
Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Utara Gregorius Virgianto mengatakan, selama ini peserta JKN-KIS yang akan menjalani operasi retina di RSCM harus menanti selama tiga bulan. “Diharapkan dengan kerja sama BPJS Kesehatan dan RS Mata Primasana, maka waktu tunggu pasien yang harus mendapat tindakan operasi retina dipersingkat,” katanya.