DEPOK, KOMPAS — AW (23), seorang guru bahasa Inggris SD Negeri 10 Tugu, Cimanggis, Depok, diduga melakukan kejahatan seksual sesama jenis terhadap puluhan anak didiknya. Kejahatan seksual diduga sudah lama dilakukan, tetapi baru terkuak setelah seorang anak berani melaporkan kasus itu kepada orangtuanya.
LY (35), orangtua siswa kelas VI SDN 10 Tugu, mengatakan, sekitar dua bulan lalu anaknya MF (12) menceritakan bahwa ia melihat temannya menjadi korban kejahatan seksual AW. MF mengatakan, saat pelajaran bahasa Inggris, gurunya memisahkan antara siswa laki-laki dan perempuan dalam dua kelas berbeda.
Di kelas laki-laki, MF melihat seorang teman diminta membuka celana dengan iming-iming diberi nilai bagus. Setelah membuka celana, siswa laki-laki itu juga diminta melakukan senam tangan yang menjurus pada onani. Peristiwa itu dilihat siswa satu kelas yang berisi anak laki-laki, tetapi tidak ada yang berani berteriak. Seusai peristiwa itu, semua siswa juga bungkam dan tidak berani melaporkan, baik kepada guru maupun orangtua.
”Anak saya cerita sehari sebelum ujian nasional (UN). Di situ saya dilematis akan meramaikan kasus ini atau menundanya. Setelah diskusi dengan orangtua lain, kami memutuskan untuk menunda,” kata LY di Polresta Depok, Rabu (6/6/2018).
LY tidak sepenuhnya percaya bahwa korban hanyalah teman anaknya. Ia justru curiga karena semenjak bercerita tentang kejahatan gurunya, anaknya menjadi temperamental. Anaknya itu juga menjadi lebih pendiam dan menutup diri.
MF (12) bahkan mengatakan, kejahatan seksual itu sudah dia rasakan sejak kelas 5 semester I. Saat jam pulang sekolah, ia diminta kembali masuk ke ruangan kelas oleh gurunya. Di situ, ia diminta melakukan onani. MF tidak berani menceritakan kepada siapa-siapa karena diancam oleh pelaku. Selain itu, sejumlah siswa juga terbuai dengan kebaikan dan keramahan yang ditunjukkan AW.
AW dikenal dekat dengan siswa karena selain menjadi guru mata pelajaran, ia juga sebagai pembimbing Pramuka dan wali kelas 2. Di luar jam pelajaran, ia kerap mentraktir anak didik, mengajak menonton, hingga berenang.
”Saya sudah enggak bisa nahan, kepikiran terus setelah dua kali digituin,” kata MF.
HD (12), korban lain, menceritakan, saat berenang bersama, ia juga kerap mendapatkan pelecehan seksual. Namun, ia tidak sadar bahwa itu adalah termasuk kejahatan seksual. Ia mengaku tubuhnya pernah dijilat oleh pelaku saat berenang. Setelah itu, ia bahkan diminta melakukan seks oral. Namun, ia mengaku menolak permintaan itu.
”Saya takut kalau cerita-cerita nanti nilainya jelek,” kata HD.
Awalnya, para orangtua korban ingin menyelesaikan masalah di internal sekolah saja. Namun, LY mengaku tindak lanjut dari kepala sekolah ataupun Dinas Pendidikan Depok terhadap kasus ini sangat lamban. Saat kasus mencuat, dan puluhan korban mengakui kejahatan seksual yang dilakukan AW, kepala sekolah justru masih mempertahankan AW sebagai guru Bahasa Inggris.
”Penanganan kasus berbelit-belit akhirnya kami beranikan diri bersama tiga korban dan orangtua lain melapor ke Polres Depok,” kata LY.
Pada Rabu pagi, empat korban didampingi orangtuanya melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polresta Depok. Para korban kemudian diminta melakukan visum di RS Polri Kramat Jati. Kasus itu saat ini ditangani oleh unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Depok.
”Tim sedang bergerak untuk menangkap pelaku dalam waktu 1 x 24 jam,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Depok Komisaris Bintoro.
Kepala SDN 10 Tugu Depok Ade Siti Rohimah mengaku kecolongan dengan kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah tersebut. Selama ini, ia tidak pernah melihat keanehan perilaku AW. Menurut dia, selama ini AW termasuk orang ramah dan baik. Siswa juga tidak pernah ada yang melapor soal kejahatan seksual yang ia lakukan.
”Yang bersangkutan berstatus sebagai guru honorer sejak tiga tahun lalu. Per 31 Mei kemarin, kami telah melakukan pemutusan kerja,” ujar Ade.
Ade juga mengaku akan menginvestigasi kasus ini untuk mencari tahu potensi korban lain yang masih bersekolah di SDN 10 Tugu Depok. Ia juga berencana melakukan pendampingan psikolog untuk mengatasi trauma para korban.