Tak Perlu Bayar Biaya Kesehatan Tinggi jika Diimunisasi secara Lengkap
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kelengkapan imunisasi yang didapat seseorang sejak dalam kandungan ibu sampai usia 15 tahun menyehatkan anak tersebut hingga dewasa. Imunisasi lengkap juga mencegah penularan penyakit dari yang bersangkutan kepada orang di sekitarnya. Masyarakat tidak butuh biaya kesehatan besar jika teratur memberikan imunisasi sesuai perkembangan usia. Indonesia sudah dinyatakan bebas penyakit cacar tahun 1980.
Direktur Survailens dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang pada kegiatan Advokasi Sosialisasi dan Koordinasi dalam Rangka Pelaksanaan Measles Rubela tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di Kupang, Selasa (5/6/2018), mengatakan, ada tahapan-tahapan imunisasi bagi seseorang. Saat orang itu masih dalam kandungan ibunya, ada pula imunisasi saat bayi usia 0-1 tahun, imunisasi pada usia 1-10 tahun, dan imunisasi pada usia 10-15 tahun.
Vensya menyebutkan, jika semua tahapan imunisasi ini diberikan secara teratur, sesuai usianya, orang tersebut tidak akan terserang penyakit, yang telah diberi imunisasi.
”Vaksin rubela diberikan saat seseorang masih dalam kandungan ibunya sehingga anak yang dilahirkan itu tidak mengalami kecacatan, seperti muncul katarak di lensa mata, tuli, atau kecacatan lain saat lahir. Kemudian dilanjutkan dengan jenis imunisasi dasar saat bayi berusia 0-1 tahun,” lanjutnya.
Imunisasi dasar antara lain hepatitis B, BCG, polio 1, DPT atau HB1, polio 2, DPT atau HB2, polio 3, DPT/HB3, polio 4, dan imunisasi campak. Imunisasi ini wajib diberikan kepada anak usia di bawah 1 tahun. Setelah itu, dilanjutkan dengan jenis imunisasi lain, termasuk imunisasi rubela pada anak usia 9 bulan sampai dengan usia 15 tahun.
Hadir pada kesempatan itu para kepala dinas kesehatan dan staf dari 22 kabupaten/kota di NTT serta praktisi kesehatan. Kehadiran mereka untuk mengikuti sosialisasi tentang vaksinasi rubela yang akan dikampanyekan di NTT pada Agustus-Oktober 2018 dan dilaksanakan tahun 2019.
Vensya menuturkan, kesehatan bayi dan anak merupakan tanggung jawab orangtua, pemprov, pemkab/pemkot, dan masyarakat. Semua pihak punya kewajiban untuk bertanggung jawab menyehatkan suatu generasi bangsa.
Ketika 95 persen bayi dan anak-anak angkatan itu mendapatkan imunisasi kemudian dinyatakan bebas dari penyakit tersebut, tidak hanya 95 persen generasi yang mendapatkan imunisasi itu. Seluruh lapisan masyarakat, tempat mereka hidup dan bersosialisasi, pun tentu bebas dari penyakit yang sama. Mereka tidak terjangkit virus yang sudah dieliminasi itu.
Ia mengatakan, semua jenis penyakit bisa dicegah jika vaksin dari penyakit itu sudah ditemukan dan dinyatakan layak digunakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Namun, ujar Vensya, untuk mendapatkan vaksin, tidak boleh menggunakan sistem rapelan. Vaksin diberikan sesuai tingkat usia anak. Jadi, vaksin diberikan bertahap. ”Karena itu, orangtua, pemprov, pemkab, pemkot, dan masyarakat harus teliti, rutin, dan akurat melakukan vaksin ini. Jangan sampai anak pada usia tertentu yang harus mendapatkan vaksin itu ternyata terlewatkan,” lanjutnya.
Target pemerintah, tahun 2020 kematian anak tidak boleh terjadi terutama akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Indonesia dinyatakan bebas penyakit cacar oleh WHO tahun 1980.
Karena itu, orangtua, pemprov, pemkab, pemkot, dan masyarakat harus teliti, rutin, dan akurat melakukan vaksin ini. Jangan sampai anak pada usia tertentu yang harus mendapatkan vaksin itu ternyata terlewatkan.
Indonesia memulai imunisasi masyarakat pada 1956 dengan imunisasi penyakit cacar, tahun 1973 diberikan imunisasi TBC atau paru-paru. Pada tahun 1976 dengan difteri, pada 2016 dengan pencegahan kanker mulut rahim, tahun 2017 imunisasi campak, dan tahun 2018 kampanye imunisasi rubela untuk aksi vaksinasi, tahun 2019 untuk anak usia 9-15 tahun.
Meski imunisasi sudah diberikan, hal itu belum menghapus penyakit-penyakit tersebut. Saat imunisasi diberikan, masih sebagian warga belum tersentuh imunisasi dasar, seperti TB paru, difteri, campak, dan polio.
Jika suatu saat ada vaksin untuk mencegah HIV, kolesterol, darah tinggi, jantung, dan lain-lain, itu jauh lebih baik lagi. Akan tetapi, kesehatan seseorang tidak semata bergantung pada vaksin yang diberikan. Pola makan dan pola hidup pun sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Manggarai Timur Titin Surip mengatakan, dokter spesialis di Manggarai Timur cuma satu, yakni spesialis bedah. Ia bekerja di RSUD Ruteng di Kabupaten Manggarai karena di Kabupaten Manggarai Timur belum ada rumah sakit umum daerah.
”Terkait imunisasi rubela, kami tidak mengalami kesulitan karena imunisasi dilakukan perawat dan dokter. Imunisasi rubela diberikan kepada siswa SD sehingga melibatkan guru di sekolah-sekolah dasar di Manggarai Timur. Pekerjaan lebih mudah karena titik kumpul anak-anak SD sudah jelas,” tutur Titin.
Mengenai pasien umum, ia mengatakan, semua pasien yang menderita sakit berat, butuh penanganan serius, dirujuk ke RSUD Manggarai di Ruteng, sekitar 80 kilometer dari Borong. Kesulitan dialami masyarakat, yakni perjalanan dari desa menuju RSUD Ruteng, karena harus menempuh perjalanan jauh.
Dokter umum di Manggarai Timur berjumlah 17 orang. Mereka tersebar di 17 puskesmas di daerah itu. Kini, Pemkab Manggarai Timur menyekolahkan empat dokter spesialis, yakni spesialisasi anak, kandungan, penyakit dalam, dan spesialisasi kulit kelamin.