DEPOK, KOMPAS – Perkumpulan Pengurus Pengelolaan Aset Korban First Travel (PPPAKFT) menolak aset yang dilimpahkan Kejaksaan Negeri Depok untuk dibagikan secara proporsional kepada korban calon jamaah. Mereka menilai Kejari Depok tidak transparan dalam pembagian aset sitaan biro umrah tersebut.
Keberatan itu diungkapkan perwakilan PPPAKFT sebelum sidang putusan kasus penipuan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dilaksanakan di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (30/5/2018).
Perkumpulan Pengurus Pengelolaan Aset Korban First Travel menolak aset yang dilimpahkan Kejaksaan Negeri Depok untuk dibagikan kepada korban calon jamaah. Mereka menilai Kejari Depok tidak transparan membagi aset sitaan biro umrah itu.
Keberatan itu diungkapkan perwakilan Perkumpulan Pengurus Pengelolaan Aset Korban First Travel (PPPAKFT) sebelum sidang putusan kasus penipuan, dan tindak pidana pencucian uang di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (30/5/2018).
Humas PPPAKFT Dewi Gustiana menuturkan, aset yang diserahkan ke perkumpulan hanya sebagian kecil barang bukti yang disita penyidik Bareskrim Mabes Polri. "Kejari tidak transparan melimpahkan aset," kata dia.
Sejumlah aset yang disita tetapi tidak turut dilimpahkan ke PPPAKFT, di antaranya rumah di Sentul City, kantor PT Anugerah Karya Wisata di Jalan Radar AURI, apartemen Bellone Park Fatmawati, rumah di Jalan RTM Kelapa Dua Depok, beberapa mobil mewah, dan aset lain. Aset yang dilimpahkan justru barang dengan nilai penyusutan tinggi seperti kacamata, ikat pinggang, gaun mahal, dan gorden.
“Kalau kami terima, konsekuensinya sangat besar. Asetnya ini bukan uang. Cara kami membagi ke jemaah pasti sistemnya tidak mudah,” ujar Dewi.
Kuasa hukum korban Lutfi Yazid menambahkan, PPPAKFT keberatan karena terbebani aset yang ditaksir Rp 20 miliar hingga Rp 25 miliar. Sementara itu, jumlah korban penipuan 63.310 jamah dengan nilai uang disetor lunas lebih Rp 900 miliar. Masing-masing jamaah hanya akan mendapat Rp 200.000 jika aset itu dibagi secara proporsional.
“Sejumlah aset katanya sudah menjadi milik pihak ketiga. Namun, seluruh pernyataan itu sepihak dan tidak diklarifikasi dalam persidangan,” kata Lutfi.
Coba klarifikasi
Pihak PPPAKFT sudah mencoba mengklarifikasi data barang sitaan kepada Bareskrim Polri, tetapi tidak mendapat jawaban. Saat meminta penjelasan kepada jaksa penuntut umum, hanya dapat pernyataan sepihak. Oleh karena itu, perkumpulan akan meminta perlindungan hukum kepada Kapolri, Kejagung, serta mendesak pembentukan panitia khusus di DPR untuk menuntaskan kasus ini.
Jaksa Penuntut Umum Heri Jerman terkejut dengan penolakan pelimpahan aset First Travel. Sebab, pelimpahan aset itu sudah diungkapkan sejak sidang tuntutan.
Dalam sidang putusan kemarin, Direktur Utama PT First Anugerah Karya Wisata Andika Surachman divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan penjara. Putusan ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Istrinya yang juga menjabat direktur, Anniesa Desvitasari Hasibuan divonis 18 tahun penjara denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut 20 tahun penjara.
Adapun direktur keuangan yang juga adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 8 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan tiga tahun dari tuntutan jaksa.
Pasangan Andika-Anniesa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan dan tindak pidana pencucian uang, sedangkan Kiki Hasibuan terbukti menipu dengan membuat paket umrah promo murah Rp 14,3 juta. Padahal, ia tahu harga tersebut tidak cukup untuk berangkat umrah.
Ketiganya terbukti menipu 63.310 calon jemaah umrah yang telah membayar lunas biaya umrah senilai Rp 905,333 miliar. Uang jemaah itu justru digunakan untuk keperluan pribadi, seperti mengikuti perhelatan fashion show di New York, jalan-jalan keliling Eropa, membeli tanah, mobil, rumah, apartemen, serta restoran di London, Inggris.
Atas putusan tersebut, Andika menyatakan akan naik banding. Adapun Kiki Hasibuan akan pikir-pikir selama tujuh hari. Demikian pula dengan jaksa penuntut umum yang masih akan pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak.