Tolak Pembelaan Aman, Jaksa Tetap Menuntut Hukuman Mati
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menolak nota pembelaan atau pleidoi pimpinan Jamaah Ansharut Daulah, Aman Abdurrahman alias Oman Rochan. Jaksa tetap menjatuhkan pidana kepada Aman dengan hukuman mati karena terbukti menjadi auktor intelektualis sejumlah aksi teror pada tahun 2016-2017. Selain itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjadwalkan sidang putusan Aman akan dilangsungkan pada 22 Juni 2018.
Jaksa Mayasari menjelaskan, tuntutan pidana mati terhadap Aman telah didasarkan pada pertimbangan dan sejumlah alat bukti. Keterangan para saksi dalam persidangan dan tulisan terdakwa dalam Kitab Seri Materi Tauhid yang dimuat dalam situs www.millahibrahim.com juga memperkuat dakwaan terhadap Aman.
”Terdakwa kami tuntut dengan perbuatan menggerakkan orang untuk melakukan tindak pidana terorisme yang mana ketentuan tersebut ditujukan kepada auktor intelektualis dengan memberikan hasutan dan provokasi kepada pengikutnya,” ujarnya dalam sidang replik-duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/5/2018).
Sebelumnya, pada Jumat (18/5/2018), Aman dituntut hukuman mati oleh jaksa. Aman didakwa menjadi dasar terpidana terorisme dan pelaku teror melakukan empat aksi teror, yaitu bom Thamrin, Jakarta Pusat (Januari 2016); bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur (November 2016); bom Kampung Melayu, Jakarta Timur (Mei 2017); dan penyerangan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Juni 2017).
Pada Jumat (25/5/2018), dalam sidang pleidoi, Aman menyampaikan pembelaan dan membantah keterlibatannya dalam empat aksi teror tersebut. Menurut Aman, ia telahdi tahan di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan pasca-kejadian bom Thamrin dan tidak dapat berkomunikasi dengan pengikutnya. Ia juga mengaku tidak mengetahui kejadian tiga aksi teror pasca-kejadian bom Thamrin.
Selain itu, dalam pembelaannya, Aman menyampaikan bahwa kasus bom di Gereja Oikumene Samarinda dan sejumlah kasus bom di Surabaya tidak sesuai dengan prinsip Islam yang ia ajarkan kepada pengikutnya. Aman menganggap, kedua aksi yang menewaskan anak-anak tersebut tidak sesuai dengan akal sehat dan dilakukan oleh orang-orang yang sakit jiwa.
Jaksa Anita Dewayani tidak mau menanggapi pembelaan Aman terkait dua kasus teror tersebut. Menurut dia, pembelaan tersebut tidak ada kaitannya dengan dakwaan yang diajukan jaksa.
”Dalam pembelaannya, terdakwa juga mengatakan bahwa ada konspirasi untuk menjeratnya karena sejumlah peristiwa teror yang terjadi. Kami tidak akan menanggapi hal tersebut lebih lanjut karena tidak ada kaitannya dengan dakwaan,” katanya.
Anita menjelaskan, terdakwa telah menyadari keterbatasan ruang geraknya karena sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Untuk mengefektifkan pergerakannya, terdakwa menyuruh Zainal Anshori dan Marwan alias Abdul Musa untuk membentuk wadah dukungan terhadap Khilafah Islamiyah dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
”Hal itu ditindaklanjuti oleh Zainal dan Marwan dengan membentuk wadah yang dinamai JAD, yang kemudian secara luas telah dibentuk hampir di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Menanggapi replik dari jaksa, kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani, menuturkan, terdakwa tidak pernah menganjurkan pengikutnya untuk berjihad di Indonesia. ”Terdakwa menganjurkan pengikutnya untuk berhijrah ke Suriah untuk membantu perjuangan di sana dalam ajaran khilafah,” ujarnya.
Asludin menuturkan, wadah JAD yang dibentuk oleh terdakwa ditujukan untuk memfasilitasi pengikutnya yang ingin ke Suriah. Selain itu, Asludin menolak replik yang disampaikan oleh jaksa karena hal tersebut telah disampaikan sebelumnya di dalam tuntutan.
Dalam sidang replik-duplik ini, Aman menyampaikan, ia siap dihukum mati jika para jaksa memidanakan dirinya karena ajaran tauhid yang diajarkan kepada pengikutnya.
”Jika ingin memidanakan saya berkaitan dengan mengafirkan pemerintahan ini silakan saja, pidanakan berapa pun hukumannya. Namun, kalau dikaitkan dengan kasus-kasus semacam itu (aksi teror), dalam persidangan ini tidak ada satu pun pernyataan tentang keterlibatan saya,” ujarnya.
Menindaklanjuti sidang replik-duplik ini, ketua majelis hakim Akhmad Jaini menjadwalkan akan ada sidang putusan pada 22 Juni nanti.