”Mungkin pialanya terlalu berat untuk dibawa, yah. But, we will get stronger. See you soon”, tulis pebulu tangkis ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon, pada akun Instagram setelah menjalani laga semifinal Piala Thomas 2018.
Pada gelaran Piala Thomas 2018, Marcus/Kevin Sanjaya Sukamuljo dan kawan-kawan harus menelan pil pahit, tersingkir pada semifinal setelah kalah 1-3 dari China, Jumat (25/5/2018). Pesan Marcus, yang bersama Kevin adalah ganda nomor satu dunia, memperlihatkan kegetiran sekaligus harapan prestasi bulu tangkis Indonesia menjadi lebih baik.
Tidak hanya gagal merebut Piala Thomas, tim putra gagal menyamai hasil dua tahun lalu, yakni lolos ke final. Di Kunshan, China, saat itu, Indonesia harus mengakui keunggulan Denmark, 2-3.
Sepanjang keikutsertaannya, Indonesia adalah tim paling banyak membawa pulang Piala Thomas, 13 kali. Lima gelar di antaranya diraih berturut-turut pada 1994-2002. Tim lain yang pernah membawa pulang Piala Thomas adalah China (9 kali), Malaysia (5), Denmark, dan Jepang (1). Setelah tahun 2002, tim Piala Thomas Indonesia selalu masuk empat besar, kecuali pada 2012.
Hasil tim Piala Uber tak kalah menyakitkan, tersingkir pada perempat final, kalah 2-3 dari tim ruan rumah Thailand.
Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI sekaligus Manajer Tim Piala Thomas-Uber Indonesia Susy Susanti, di Bangkok, Thailand, Sabtu (26/5/2018), mengatakan, tim ”Merah Putih” punya keinginan kuat menjadi juara. Kenyataannya, penampilan para pemain memang masih tertinggal. ”Dari pencapaian, prestasi, dan permainan, kita memang masih di bawah,” kata Susy.
Ketertinggalan pemain Indonesia dari negara lain terjadi hampir di semua sektor. Pada tunggal putra, pemain Indonesia masih kalah dari China. Tim China mempunyai tiga pemain dalam peringkat sepuluh besar dunia, yaitu Shi Yuqi (peringkat ke-3), Chen Long (5), dan pemain senior Lin Dan (8).
Adapun dua tunggal putra Indonesia peringkatnya mendekati 10 besar dunia, yaitu Anthony Sinisuka Ginting (11) dan Jonatan Christie (13). Dua tunggal putra lain yang memperkuat tim Piala Thomas adalah Ihsan Maulana Mustofa (peringkat 48) dan Firman Abdul Kholik (92).
Indonesia masih beruntung memiliki Kevin/Marcus, pasangan nomor satu dunia. Duet yang sering disebut Minions ini memperlihatkan konsistensi permainan dua tahun terakhir, termasuk dengan merebut dua gelar juara All England (2017-2018).
Namun, keberadaan satu ganda putra tak cukup untuk berjaya pada kejuaraan beregu. Pasangan lain dinilai belum cukup konsisten. Hal itulah yang memaksa tim pelatih menyertakan ganda senior Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan pada tim tahun ini. Hendra/Ahsan juga jadi pemain terakhir yang turun pada semifinal, menyerah dari pasangan China, Liu Yuchen/Li Junhui.
Tertinggal
Tunggal dan ganda putri Indonesia juga masih tertinggal. Tunggal putri Indonesia kebanyakan masih bersaing di level BWF World Tour Super 300 dan International Challenge.
Adapun ganda putri, meski sudah ada yang bersaing di level BWF World Tour Super 500 dan Super 750, penampilan mereka belum konsisten.
Saat bersaing di Piala Uber, tim putri Indonesia harus bersaing dengan pemain-pemain top. Thailand, misalnya, diperkuat pemain nomor 4 dunia, Ratchanok Intanon, juara dunia 2013.
Selain masalah konsistensi, Susy menyoroti pemain putri yang kurang menunjukkan daya juang di lapangan. Kemampuan teknik juga tertinggal.
Susy menilai, kegagalan Indonesia pada Piala Thomas-Uber menjadi cambuk untuk menghadapi Asian Games 2018. ”(Kekalahan) ini jadi pelajaran untuk lebih kerja keras lagi,” katanya.
Untuk menghadapi Asian Games 2018, menurut Susy, PBSI akan mengatur strategi dan pemilihan pertandingan sehingga peringkat para pemain dapat meningkat. Dengan meningkatnya peringkat, para pebulu tangkis dapat bersaing di level pertandingan yang lebih tinggi. Selain itu, para pemain juga dituntut untuk lebih bekerja keras dalam latihan. ”Tidak boleh ada tawar-menawar latihan. Bagaimana mau juara kalau latihan kurang,” katanya.