Pelaku Jasa Gadai yang Terdata Tak Sampai 10 Persen
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jasa gadai yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan mendapatkan izin usaha kurang dari 10 persen. Padahal, registrasi tersebut dibutuhkan untuk melindungi konsumen pengguna jasa gadai.
Berdasarkan data yang dihimpun tim Otoritas Jasa Keuangan (OJK), minimal ada 585 jasa gadai yang tersebar di Indonesia. Deputi Komisioner Pengawasan Industri Keuangan Nonbank 2 OJK M Ihsanuddin menyebutkan, hingga Mei 2018, ada 10 usaha gadai yang sudah mendapatkan izin usaha, termasuk PT Pegadaian (Persero). Selain itu, ada 14 jasa gadai yang sudah mendaftar.
”Sebenarnya ada 15 jasa gadai yang mendaftar. Namun, kami baru saja membatalkan pendaftaran PT Rimba Hijau Investasi karena terindikasi melakukan fraud,” ujar Ihsanuddin, Jumat (25/5/2018).
Wilayah operasi jasa gadai swasta diperbolehkan hingga tingkat provinsi. Ihsanuddin mengatakan, pihaknya ingin masyarakat di tingkat kota/kabupaten hingga desa dapat menggapai jasa gadai tersebut.
Batas waktu pendaftaran jasa gadai yang sudah ada jatuh pada 29 Juli 2018. Sementara batas waktu pemenuhan syarat untuk memiliki izin usaha jatuh pada 29 Juli 2019.
”Konsekuensi atau sanksi apabila jasa gadai itu tidak terdaftar dan tidak berizin masih dirumuskan bersama Satgas Waspada Investasi,” ujar Kepala Departemen Pengawas Industri Keuangan Nonbank 1B OJK Heru Juwanto.
Jenis usaha yang diberikan izin sebagai jasa gadai ialah perseroan dan koperasi. Dari 10 pendaftar tersebut, dua berupa CV dan salah satunya berupa usaha dagang.
Heru menuturkan, penyelenggara jasa gadai tersebut diberi waktu satu tahun untuk mengubah bentuk usahanya agar mendapatkan izin. Setelah mendapatkan izin, setiap satu triwulan sekali, penyelenggara jasa gadai wajib menyerahkan laporan profil usaha, keuangan, dan operasional.
Daftar jasa gadai yang sudah terdaftar dan mendapatkan izin tercantum dalam halaman web resmi OJK. Secara fisik, ada tanda yang berisi nomor izin dan dipampang di tempat jasa gadai tersebut.
Aset
Jasa gadai yang beroperasi di tingkat kota/kabupaten harus memiliki ekuitas sebesar Rp 500 juta dan di tingkat provinsi sebesar Rp 2,5 miliar. Ihsanuddin mengatakan, kedua hal tersebut untuk menjamin keberlangsungan usaha gadai.
Ia menambahkan, saat ini aset PT Pegadaian mencapai Rp 50,3 triliun. Total aset 23 jasa gadai lainnya jika digabungkan saat ini senilai Rp 597 miliar.
Menurut dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, jumlah ekuitas yang diatur oleh OJK ini penting untuk menghindarkan pelaku jasa gadai dari risiko gagal bayar.
”Dalam usahanya, jasa gadai akan meminjam dari bank sehingga perlu menunjukkan kemampuan bayarnya dengan agunan. Jika pelaku jasa gadai ini tidak bisa mengembalikan atau gagal bayar, imbasnya akan dirasakan oleh bank yang memberikan pinjaman,” tuturnya saat dihubungi secara terpisah.