Tiga pria berumur 30-an tahun yang memakai baju tahanan warna oranye duduk di lantai gedung utama Markas Polda Metro Jaya, Jumat (25/5/2018).
Mereka adalah I, D, dan AS. Ketiganya tersangka pembobolan sedikitnya tiga kantor pegadaian di wilayah Bekasi dan Depok pada Februari-April 2018. Jumlah kerugian total mencapai Rp 1,9 miliar.
Para tersangka diringkus Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Selasa lalu, di beberapa tempat terpisah di Depok. Satu tersangka berinisial R, sebagai otak komplotan, tewas ditembak polisi saat melarikan diri. Komplotan ini juga melibatkan seorang anggota TNI berinisial H.
Kelompok ini menggunakan modus klasik membuat lubang di tembok. Modus ini kerap dilakukan pencuri pada zaman dahulu sehingga lahir istilah menggangsir dari kata ”gangsir”, yaitu jenis serangga yang menggali tanah untuk dibuat sarang. Bedanya, kalau menggangsir berarti menggali lubang di tanah, komplotan ini menggangsir tembok. Mereka mencari kantor pegadaian yang tidak dijaga.
Bor dan linggis
Komplotan spesialis pembobol kantor pegadaian ini sebelum beraksi akan mengontrak ruko atau toko di sebelah kantor pegadaian yang menjadi sasaran.
Di tempat kontrakan itu, mereka pura-pura membuka usaha, misalnya berdagang buah. Namun, diam-diam mereka memasukkan peralatan yang cukup banyak, seperti obeng, linggis, dan peralatan las, termasuk tabungnya.
Menurut tersangka I, mereka bertiga bekerja melubangi tembok pada malam sekitar pukul 21.00. Hanya perlu beberapa jam untuk melubangi tembok ruko atau toko kontrakan hingga tembus ke ruangan di kantor pegadaian.
”Alat untuk melubangi tembok bor manual, bor listrik, dan linggis. Bor listrik cuma dipakai kalau temboknya keras. Alat las dipakai kalau di dalam tembok ada besinya,” kata I.
Untuk menutupi suara dari bor dan linggis, komplotan ini memutar musik dangdut. Lubang yang dibuat tak perlu terlalu besar. Setelah lubangnya cukup besar untuk dimasuki, komplotan ini satu per satu masuk ke kantor pegadaian. Mereka tak lupa merusak kamera pemantau alias CCTV.
Para pencuri ini mencongkel brankas dan mengambil semua jenis barang berharga yang digadaikan, seperti laptop, telepon seluler, dan perhiasan. Saat dini hari, kawanan itu pun selesai ”bekerja”.
Barang-barang curian dijual, lalu hasilnya dibagi rata untuk seluruh komplotan. Bagian terbanyak untuk pentolan komplotan. Tersangka I mengaku pernah mendapat bagian Rp 37 juta.
”Untuk istri saya beri Rp 3 juta. Sisanya habis entah ke mana, pokoknya foya-foya. Sekarang saya menyesal,” ujar I yang sehari-hari menjadi kuli panggul di Pasar Tanah Abang.
Komplotan profesional
Komplotan ini memiliki peralatan lengkap seperti layaknya bengkel las. Polisi menyita 10 obeng berbagai ukuran, 8 linggis, 2 bor, 10 mata bor, 1 tangga aluminium, 1 tangga tali, 2 mata las, 5 tabung las, dan sepucuk pistol rakitan dengan 10 butir peluru.
Tugas tersangka R adalah menyiapkan peralatan dan tukang las. Tersangka I mengebor dan masuk ke kantor pegadaian. Tersangka D memantau situasi di luar dan menjual barang curian. Tersangka AS mengebor dan masuk ke kantor pegadaian.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengimbau kantor-kantor pegadaian meningkatkan penjagaan, dan agar kantor dijaga satpam terutama pada malam hari.
”Kantor pegadaian supaya berkomunikasi dengan polsek atau polres agar selalu diawasi atau kalau ada kejadian agar cepat ditangani,” ucap Argo.
Kawanan maling itu membuktikan kata mutiara yang menyebutkan, ”Tetesan air dapat melubangi batu bukan karena kekuatan, tetapi karena kegigihan”. Mereka langsung kabur meninggalkan lubang menganga di tembok setelah menguras barang berharga.