JAKARTA, KOMPAS — Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 21 Jakarta Mahmudah, di Jakarta, Jumat (25/5/2018), membantah adanya pungutan liar terhadap siswa baru tahun pelajaran 2018/2019. ”Tidak benar ada pungutan liar di sekolah kami,” ujarnya.
Sebelumnya, Nisya, orangtua siswa baru yang lulus tes penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2018/2019, mengeluhkan adanya pungutan yang belum jelas peraturannya. Sekolah menarik uang sebesar Rp 2.350.000 untuk membayar seragam dan penyelenggaraan psikotes.
Mahmudah membenarkan, sekolah mengoordinasikan pembelian seragam sekolah melalui koperasi sekolah. Namun, dia enggan membenarkan bahwa jumlah uang yang ditarik sebesar Rp 2,35 juta atau bukan. Dia tidak berkenan pula merinci penggunaan sejumlah uang tersebut.
Meski demikian, menurut Mahmudah, pembelian seragam lewat koperasi sekolah tidak diwajibkan. Orangtua siswa boleh membeli pakaian di luar sekolah.
Pembelian seragam lewat koperasi sekolah tidak diwajibkan. Orangtua siswa boleh membeli pakaian di luar sekolah.
Namun, seragam yang digunakan siswa identik dengan identitas sekolah. Murid kelas VIII MTsN 21 mengatakan, mereka menggunakan pakaian berbeda dari Senin hingga Jumat. Pada Senin, mereka mengenakan atasan dan bawahan putih dilengkapi rompi khas sekolah. Adapun Selasa, seragam yang dikenakan berupa atasan putih dan bawahan biru dengan sebuah rompi.
Hari Rabu, mereka akan mengenakan pakaian pramuka, sedangkan pada Kamis, seragam yang dikenakan batik sekolah dengan bawahan putih. Jumat, siswa mengenakan setelan pakaian muslim hijau toska.
Pada 2017, murid wajib untuk membayar pakaian seragam seharga Rp 1,7 juta. Dari sejumlah uang tersebut, siswa mendapatkan, antara lain, rompi, satu set pakaian pramuka, satu set pakaian muslim, dan satu set pakaian olahraga.
Atribut lain yang didapatkan, antara lain, emblem lambang sekolah, topi, dasi, dan ikat pinggang. Adapun atasan putih, bawahan putih, dan bawahan biru harus dibeli siswa secara mandiri.
Selain membayar uang seragam, murid juga membayar Rp 100.000 untuk mengikuti psikotes. Psikotes diadakan secara massal di sekolah.
Sekolah bermaksud mengoordinasikan penyelenggaraan psikotes agar lebih mudah dan murah.
Mahmudah mengatakan, menurut rencana, psikotes serupa akan dilaksanakan tahun ini. Tes tersebut dibutuhkan untuk memetakan minat dan bakat siswa serta menentukan pola ajar terhadap mereka. Keberagaman kecenderungan siswa dalam belajar mengharuskan guru mengetahuinya sejak dini agar pembelajaran berlangsung optimal.
”Sekolah bermaksud mengoordinasikan penyelenggaraan psikotes agar lebih mudah dan murah,” ujar Mahmudah.
Akan tetapi, menyusul keberatan dari salah satu orangtua siswa, penyelenggaraan psikotes akan dievaluasi kembali. Menurut Mahmudah, siswa diperbolehkan mengikuti psikotes di mana saja, sekolah akan menerima hasilnya.