Perpres Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Segera Dibahas
Oleh
Agnes Theodora/A Ponco Anggoro
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disahkan menjadi undang-undang, hari ini, langkah berikutnya adalah menyusun peraturan presiden tentang teknis pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam memberantas terorisme. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, perpres akan dibahas Juli mendatang.
Pembuatan perpres akan melibatkan beberapa pihak di pemerintah dan lewat konsultasi dengan Komisi I dan Komisi III DPR yang membidangi pertahanan dan keamanan. ”Setelah ini segera kami bahas perpresnya. Kemungkinan setelah hari raya Lebaran (Juli). Tentu nanti pembuatannya akan melibatkan beberapa stakeholder,” kata Yasonna seusai rapat paripurna pengesahan revisi UU Antiterorisme menjadi undang-undang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5/2018) pagi ini.
Beberapa pihak yang akan terlibat dalam pembuatan perpres tersebut adalah Kementerian Pertahanan; Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Hukum dan HAM; TNI; Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Perpres itu nantinya perlu dikonsultasikan kepada DPR sebelum diberlakukan.
”Nanti teknisnya diatur di perpres. Kita dengar dulu semua masukan dari berbagai pihak, dan kita konsultasikan kepada DPR,” ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan, dengan disahkannya UU Antiterorisme dan dilibatkannya TNI dalam upaya pemberantasan terorisme, bukan berarti kewenangan Polri dalam menangani aksi terorisme berkurang atau melemah. Ia menegaskan, kepolisian tetap menjadi leading sector karena pemberantasan terorisme di Indonesia konteksnya tetap dalam koridor penegakan hukum pidana (criminal justice system).
”Tidak ada yang kewenangannya berkurang, kan namanya tetap Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme,” kata Yasonna.
Nanti teknisnya diatur di perpres. Kita dengar dulu semua masukan dari berbagai pihak, dan kita konsultasikan kepada DPR.
Keterlibatan TNI dalam penanggulangan dan pemberantasan terorisme memang sudah disepakati dalam Pasal 43J UU Antiterorisme. Disebutkan, pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Namun, teknis keterlibatan itu akan diatur lebih detail dalam perpres dengan tetap mengacu pada UU TNI dan perlu dikonsultasikan dengan DPR dalam waktu satu tahun.
Yasonna mengatakan, UU Antiterorisme ini dapat digunakan secara bertanggung jawab oleh semua pihak yang bersangkutan. ”Kami harap ini bisa digunakan secara bertanggung jawab oleh Polri, Densus, BNPT, dan nantinya TNI secara bersama-sama, juga jaksa ketika nanti menuntut dan hakim ketika nanti memutus (suatu kasus tindak pidana terorisme),” ucapnya.
Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, hari ini, pimpinan DPR akan mengirim surat hasil keputusan rapat paripurna DPR kepada pemerintah agar UU Antiterorisme dapat segera dinomori dan berlaku. ”Sekarang, kami mengimbau pemerintah agar melaksanakan amanat undang-undang ini sebaik-baiknya sesuai kebutuhan yang sudah kita putuskan bersama,” kata Bambang.