Udara dingin dan gelapnya malam tak mengurangi niat Koko (27) membersihkan ranjau paku yang ditebarkan oleh oknum tak bertanggung jawab di sepanjang Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Tidak lama kemudian, beberapa sukarelawan Gerakan Bersih Ranjau Paku datang membersihkan ranjau paku yang terus bermunculan.
”Saya baru lima menit, tetapi sudah dapat puluhan ranjau paku,” tutur Koko sambil menunjukkan sebongkah magnet yang telah tertempel puluhan ranjau paku, Senin (21/5/2018) malam. Sebagian besar paku tersebut berasal dari potongan rangka payung dipotong pada kedua ujungnya. Rangka payung tersebut dipotong sepanjang 10 sentimeter dan dipipihkan.
Ranjau paku yang terbuat dari rangka payung lebih kuat dibandingkan dengan paku biasa atau paku payung. Ban tubeless pun dapat sobek apabila terkena ranjau paku tersebut.
Hal itu dialami oleh Adril (56). Ia terpaksa harus mendorong sepeda motornya setelah terkena ranjau paku. Paku tersebut tertancap di bannya hingga robek.
Ketua Umum Gerakan Bersih Ranjau Paku (GBRP) Deny Pamungkas menuturkan, para oknum penyebar paku sudah terorganisasi. ”Mereka biasa menyebar paku pada jam orang pulang kantor, yaitu pukul 14.00 hingga pukul 02.00,” ujar Deny.
Deny menyebutkan, ada 30 titik rawan ranjau paku di Jakarta. Titik terawan ada di Jembatan Layang Roxy, Jalan Hasyim Ashari, Jakarta Barat, dan sepanjang Jalan Gatot Subroto hingga Cawang, Jakarta Timur.
”Pada umumnya, penyebar paku tersebut tukang tambal ban yang membuka lapak sekitar 500 meter dari titik penyebaran paku,” ujar Deny. Sebagai contoh, di sepanjang jalan Gatot Subroto hingga Cawang terdapat 12 tukang tambal ban.
Adapun tukang tambal ban terdekat dengan titik penyebaran paku mematok harga tinggi. Ia mematok biaya tambal ban Rp 35.000 per lubang. Padahal, biaya tambal ban normal hanya Rp 12.000 per lubang untuk ban biasa dan Rp 15.000 per lubang untuk ban tubeless.
Mereka juga sering meminta ganti ban baru dengan alasan sudah tidak dapat ditambal lagi. Sebuah ban dalam motor dipatok dengan harga Rp 80.000, padahal harga normal ban dalam motor paling mahal Rp 50.000 per buah.
Pada umumnya, para oknum penyebar paku membayar orang suruhan untuk menyebar paku. Terkadang, mereka menyamar membawa magnet, seperti membersihkan paku, untuk mengelabui pengendara yang melintas.
Para oknum tersebut menyebarkan paku di jalan raya secara acak dan menunggu situasi aman dari pengawasan polisi lalu lintas serta sukarelawan GBRP. Di beberapa titik, ranjau paku tersebut disebarkan secara mengelompok sehingga membuat pengendara akan sulit menghindar. Apalagi, ranjau paku tersebut berwarna hitam sehingga secara kasatmata menyatu dengan aspal.
Sukarelawan GBRP
Ranjau paku telah menyebabkan berbagai permasalahan, mulai dari kecelakaan lalu lintas hingga perampokan. Salah satunya, sebuah kecelakaan maut dialami pengendara ojek daring hingga menyebabkan penumpangnya meninggal di jembatan layang Pancoran, Jakarta Selatan, pada 2016.
Peristiwa tersebut membuat beberapa pengendara ojek daring berinisiatif mendirikan komunitas Gerakan Bersih Ranjau Paku (GBRP). Komunitas tersebut secara sukarela membersihkan jalan yang rawan ranjau paku. Jumlah sukarelawan yang aktif ada 15 orang, sedangkan simpatisan dan tim monitoring mereka berjumlah 80 orang.
Simpatisan dan tim monitoring merupakan orang yang sukarela membantu GBRP untuk membersihkan ranjau paku di jalan yang dilalui. Mereka juga menginformasikan lokasi yang terdapat ranjau paku.
”Selain di Jakarta, kami juga bergerak di Depok dan Tangerang,” tutur Deny. Mereka juga berusaha mengampanyekan di beberapa tempat agar masyarakat mau bersama-sama memberantas oknum penyebar ranjau paku.
Mereka masih memiliki banyak keterbatasan alat dan perlengkapan. Namun, mereka tetap menjalankan niat baik untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas dan kejahatan di jalan raya. ”Kami butuh rompi keamanan, tongkat lampu, dan banyak magnet agar setiap sukarelawan dapat menjalankan tugas dengan selamat,” ujar Deny.
Ia berharap para oknum penyebar ranjau paku dapat ditangkap dan dihukum dengan hukuman yang berat untuk memberikan efek jera. Menurut beberapa sukarelawan GBRP, oknum yang tertangkap hanya didenda kurungan tiga bulan dan denda uang Rp 1 juta. Hukuman yang tergolong ringan tersebut menyebabkan para oknum kembali melakukan aksinya ketika bebas dari penjara.