Demokrasi Dinilai Lebih Baik, tetapi Belum Optimal
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat menilai bahwa kondisi Indonesia saat ini, terutama demokrasi, jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi 20 tahun lalu sebelum era reformasi. Namun, kondisi demokrasi dinilai belum optimal karena hanya berkembang pada aspek prosedural.
Berdasarkan hasil survei yang dirilis lembaga survei Indo Barometer, Minggu (20/5/2018), sebanyak 69,9 persen publik menyatakan cukup puas/sangat puas terhadap jalannya demokrasi di Indonesia saat ini. Sementara yang menyatakan kurang puas/tidak puas sama sekali 19,5 persen.
Alasan utama publik menyatakan puas terhadap jalannya demokrasi karena masyarakat mendapatkan kebebasan berpendapat dan memilih. Selain itu, jalannya demokrasi juga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas dan tidak otoriter.
Alasan utama publik menyatakan puas terhadap jalannya demokrasi karena masyarakat mendapatkan kebebasan berpendapat dan memilih.
Meski mayoritas merasa puas, terdapat juga masyarakat yang tidak puas dengan sistem demokrasi di Indonesia saat ini. Masyarakat yang tidak puas ini menilai bahwa sistem demokrasi di Indonesia menyebabkan kebablasan berpendapat, semakin banyak isu sara, dan praktik korupsi masih merajalela.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari di Jakarta menyampaikan, hasil survei yang dilakukan pada 15-22 April 2018 di semua provinsi di Indonesia ini bertujuan mengetahui pendapat masyarakat terhadap kondisi saat ini pascareformasi.
Jumlah sampel pada survei ini ialah sebanyak 1.200 responden, dengan tingkat kesalahan (margin of error) sebesar 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden survei adalah warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih berdasarkan peraturan yang berlaku.
”Hasil survei ini merupakan murni opini dari masyarakat. Dengan segala pengetahuan dan pengalaman yang masyarakat miliki, mereka berpendapat tidak merasakan pada masa pemerintahan presiden sebelum reformasi,” ujar Qodari.
Stagnan
Namun, peneliti senior LIPI, Syamsudin Haris, menilai, demokrasi di Indonesia saat ini tidak banyak mengalami kemajuan dan hanya berjalan di tempat atau stagnan. Demokrasi yang stagnan ini ditandai dengan tata kelola pemerintahan yang tidak lebih baik, korupsi merajalela, dan konflik sektarian.
Keberhasilan demokrasi pascareformasi yang paling bisa dirasakan hanya demokrasi elektoral, seperti pemilihan presiden, kepala daerah, dan legislatif. Demokrasi elektoral adalah sebuah sistem konstitusional yang menyelenggarakan pemilu multipartai yang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk memilih anggota legislatif dan eksekutif.
Keberhasilan demokrasi pascareformasi yang paling bisa dirasakan hanya demokrasi elektoral, seperti pemilihan presiden, kepala daerah, dan legislatif.
”Selama 20 tahun ini kinerja lembaga demokrasi tidak kunjung lebih baik. Salah satu contoh dibuktikan dari DPD yang hingga kini fungsinya belum jelas di lembaga legislatif atau OTT yang dilakukan oleh KPK,” ujar Syamsudin.
Berdasarkan data Freedom In The World, Freedom House, indeks demokrasi di Indonesia tidak semakin membaik, justru cenderung menurun. Sebelum reformasi, Indonesia pernah mencapai titik terendah dalam berdemokrasi, yakni skor 5 (skala 0-7, makin kecil skor makin baik). Indeks tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yakni partisipasi politik dan kebebasan sipil.
Indeks demokrasi Indonesia perlahan meningkat pasca-Orde Baru. Sejak 2006-2013, Indonesia berada pada skor 2,5. Namun, sejak 2014 hingga kini, indeks demokrasi Indonesia menurun pada angka 3. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya skor kebebasan sipil (Kompas, 16 Mei 2018).
Penyelesaian kasus HAM
Menurut Syamsudin, saat ini Indonesia masih memiliki persoalan terkait dengan penegakan hukum yang tidak konsisten pascareformasi. Hal ini dibuktikan dari tidak adanya kemajuan atas penyelesaian kasus-kasus HAM sejak dulu dari pemerintahan Gus Dur hingga Jokowi.
Hasil survei Indo Barometer juga menyebutkan, pengusutan kasus kerusuhan Mei 1998 dan penembakan mahasiswa menjadi tuntutan yang sampai saat ini belum terpenuhi oleh pemerintah. Tuntutan mahasiswa yang sampa saat ini sudah terpenuhi ialah pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode, pemilu yang jujur, dan penghapusan dwifungsi TNI.
”Penegakan hukum atas kasus HAM ini selalu ketinggalan oleh pemerintah. Hal ini merupakan tantangan ke depan sejauh mana pemerintah ataupun presiden terpilih pada 2019 mendatang mampu memenuhi persoalan ini,” ujar Syamsudin.