JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membentuk Satuan Tugas Pengawasan Tenaga Kerja Asing. Satuan tugas tersebut bertugas mengawasi keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia. Selama beberapa bulan terakhir, Indonesia dilanda isu adanya banjir tenaga kerja asing tidak terampil dari berbagai negara.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (17/5/2018), menyampaikan, pembentukan satgas tersebut diatur dalam Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 73 Tahun 2018 tentang Pembentukan Satgas TKA.
Surat keputusan tersebut diturunkan dari Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA. Dalam peraturan tersebut, pengawasan TKA perlu dari sisi keimigrasian dan ketenagakerjaan.
”Satgas terdiri dari 24 kementerian dan lembaga terkait,” kata Hanif. Beberapa di antaranya Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Badan Intelijen Strategis TNI.
Pengawasan yang akan dilakukan adalah membina, menindak, dan menegakkan peraturan penggunaan TKA. ”Satgas juga akan bertugas sebagai jembatan aspirasi dan informasi yang beredar di masyarakat tentang penggunaan TKA,” kata Hanif.
Ia menegaskan, pemerintah tidak melarang TKA masuk ke Indonesia. Penggunaan TKA diatur dengan ketat. Namun, pemerintah akan menindak TKA ilegal dan yang melanggar aturan. TKA di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Sugeng Priyanto menambahkan, satgas tersebut akan terjun ke daerah-daerah yang dinilai rentan dimasuki TKA ilegal berdasarkan penilaian mandiri dan masukan masyarakat.
Pengawasan TKA selama ini sudah dijalankan Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora), imigrasi, dan Kemnaker. Namun, keberadaan satgas dinyatakan untuk memperkuat pengawasan yang sudah ada.
Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf mengatakan, pembentukan satgas dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Komisi IX DPR. Hal itu dinilai perlu karena belakangan masyarakat resah dengan informasi terkait adanya ribuan TKA ilegal di indonesia.
Dalam demo pada Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2018, buruh Indonesia juga menuntut agar pemerintah mengkaji ulang Peraturan Presiden No 20/2018 tentang Penggunaan TKA. Mereka menilai perpres itu semakin memudahkan TKA bekerja di Indonesia sehingga mengancam kesempatan mereka untuk bekerja.
”Kami berharap satgas bekerja dengan cepat sehingga dapat meyakinkan publik bahwa pekerja asing bekerja sesuai aturan dan diawasi,” ujarnya. DPR disebutkan tidak menolak TKA asalkan mereka bekerja sesuai dengan peraturan yang ada. DPR juga akan membentuk sebuah tim pengawas satgas.
Data Kemnaker menunjukkan, jumlah TKA legal tahun 2017 mencapai 85.974 orang, naik dari 80.375 orang tahun 2016. TKA berasal terbanyak dari China, diikuti oleh Jepang, Malaysia, India, Filipina, dan Australia.
Mereka kebanyakan berada di tiga sektor, yaitu jasa, industri, serta pertanian dan maritim. Kebanyakan menduduki level jabatan profesional, manajer, dan direksi. TKA tersebar di beberapa kota di Indonesia, misalnya Jabodetabek, Surabaya, Bandung, dan Batam.
Adapun jumlah TKA ilegal yang telah diproses pemerintah berjumlah sekitar 1.600 orang pada masa tahun 2017 hingga kuartal I-2018. ”Kami tentu tidak memiliki data terkait jumlah TKA ilegal yang ada di Indonesia, hanya data jumlah TKA ilegal yang telah ditangkap,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemnaker Maruli Hasoloan.
Dipertanyakan
Komisioner Ombudsman RI Laode Ida, secara terpisah, mempertanyakan pembentukan satgas tersebut. Keberadaan satgas itu dinilai tidak perlu karena hanya menghabiskan anggaran. Anggaran satgas berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kementerian/lembaga sesuai dengan kewenangannya.
”Seharusnya yang diperkuat adalah Tim Pora (pengawasan orang asing), bukan membentuk satgas baru,” katanya. Menurut dia, TKA ilegal tidak akan membanjiri Indonesia kalau pemerintah telah memperkuat koordinasi dan menambah anggaran untuk Tim Pora sejak dulu.
Selain itu, keberadaan satgas juga disebutkan justru tidak memecahkan esensi masalah yang ada, yaitu menghentikan TKA ilegal masuk dengan mudah. Menurut dia, banyak orang asing yang menggunakan visa kunjungan, tetapi justru setelah beberapa lama justru bekerja di Indonesia.
Pemerintah dinilai harus memperketat penyaringan dan pengawasan orang asing yang masuk Indonesia berdasarkan tujuan serta visa yang dimiliki. Data mereka juga harus diintegrasikan dengan baik sehingga pemerintah dapat memiliki data yang tepat terkait mereka.
”Pemerintah jangan bergantung data TKA dari perusahaan karena data di lapangan bisa berbeda. Perusahaan dapat memanipulasi data,” kata Laode. Ia menjabarkan, sebuah perusahaan di daerah Marowali, Sulawesi Tengah, menyembunyikan pekerja asing ilegal yang dimilikinya ketika Ombudsman berkunjung.
Maruli Hasoloan menegaskan, keberadaan satgas tersebut akan dievaluasi setelah enam bulan. ”Tim Pora bertugas untuk mengawasi seluruh orang asing yang berkunjung ke Indonesia, sedangkan satgas ini lebih spesifik dengan mengawasi pekerja asing,” katanya.