TANGERANG, KOMPAS — Suasana duka menyelimuti rumah Aan Reza (60) di Poris Indah Blok C6 RT 006 RW 006 Kelurahan Cipondoh Indah, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Senin (14/5/2018). Istri Aan, Legita atau Lim Gwat Ni (56), merupakan salah satu korban tewas akibat ledakan bom di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya, Minggu.
”Saya baru mendapat kepastian kalau istri saya menjadi korban setelah polisi menelepon Minggu malam. Saya langsung ke rumah anak saya yang tertua untuk segera ke Surabaya menjemput jenazah ibunya untuk dibawa pulang ke sini (Tangerang),” ujar Aan.
Minggu malam itu juga, anak tertua Aan dan Legita, yakni Max, langsung terbang menuju Surabaya. ”Ia juga membawa kartu keluarga untuk memastikan kalau ia adalah anak dari korban Legita sehingga bisa membawa pulang jenazah ibunya. Menurut rencana, hari ini (Senin) tiba di Tangerang. Jam berapa saya belum tahu,” kata Aan.
Kesedihan terpancar di wajah Aan. Air mata sesekali berjatuhan di kulit wajahnya. Aan yang menggunakan kaus bercorak batik berwarna biru dengan celana kain pendek berwarna oranye tampak menyeka air matanya dengan tangannya.
Aan bercerita, sepekan yang lalu, istrinya berangkat ke Surabaya bersama teman semasa kecilnya. Mereka sudah sering melakukan perjalanan bersama untuk mengikuti berbagai pameran atau bazar butik batik, termasuk bazar di gereja tersebut.
Sebelum ke Surabaya, seperti biasanya Legita berpamitan kepada Aan. Akan tetapi, ada yang berbeda saat berpamitan kali ini. ”Kalau pergi, biasanya istri saya pamitan akan pergi selama dua minggu. Tetapi kali ini, meski akan pergi dua minggu, istri saya pamitnya akan pergi lama di Surabaya,” cerita Aan.
Ternyata Legita pergi untuk selamanya. Aan sangat sedih atas kepergian istrinya. ”Istri saya adalah perempuan yang taat beribadah. Pasti istri saya menyempatkan mengikuti misa di tengah kesibukannya,” ujar Aan.
Pagi hari, sebelum ke gereja, istri saya mengabari, ia akan masuk gereja tempat pameran. Tak lama kemudian, Aan mendapat kabar bahwa gereja tempat istrinya menggelar dagangan dan beribadah itu dibom teroris.
Saat itu, rasa khawatir muncul dalam pikirannya. ”Saya berulang kali mengontak istri dan temannya. Tetapi, telepon enggak bisa nyambung. Enggak ada kabar juga sampai siang hari,” cerita Aan.
Perasaan cemas makin menjadi sehingga Aan tidak pernah putus dari televisi untuk memantau berita. Ia juga penasaran mencari tahu nama korban yang hingga sore hari belum muncul dalam siaran sejumlah televisi.