Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pastikan Ibadah Sore Tetap Berjalan
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia memastikan pelaksanaan ibadah sore di gereja-gereja seluruh Indonesia tetap berjalan. Hal itu menyusul peristiwa ledakan bom di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). PGI memilih tidak menunda ibadah Minggu karena dapat menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan di masyarakat.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom menyerukan kepada pimpinan jemaat agar mewaspadai bentuk perayaan dan berkoordinasi dengan pihak keamanan terkait. Menurut Gomar, hari ini masih banyak ibadah Minggu yang akan berlangsung pada sore hari. Oleh sebab itu, pihaknya meminta pengamanan kepada kepolisian.
”Mungkin saja ada gereja lain yang mengalami ancaman,” kata Gomar dalam sesi konferensi pers di Kantor PGI, Jakarta.
Ia berpesan, umat harus tetap tenang menyikapi peristiwa bom bunuh diri di gereja Surabaya. Jemaat diminta tetap beribadah di gereja dengan kewaspadaan tinggi. Personel keamanan di gereja diperintahkan untuk mewaspadai setiap orang yang masuk ke gereja. Selain itu, umat juga diminta berpartisipasi dengan cara melapor apabila ada gerakan yang mencurigakan.
”Teroris kini beraksi tidak mengenal hari. Mereka bisa melakukan aksinya kapan saja, mekanisme pengamanan di gereja mesti diperketat,” katanya.
PGI juga mengimbau warga gereja untuk tidak melakukan tindakan balasan. Warga gereja diminta bersabar dan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada negara dan aparat kepolisian.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow mengimbau jemaat gereja untuk tidak membawa tas saat beribadah. Imbauan itu, kata Jeirry, sudah disampaikan ke gereja-gereja.
”Jangan membawa barang secara berlebihan, bawa Alkitab saja. Semua orang yang masuk wajib diperiksa. Di samping itu, tentu keamanan gereja menyiapkan orang-orang yang berjaga di depan untuk melihat orang-orang tak dikenal,” ujar Jerry.
Sekretaris Komisi Hak Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Romo Agustinus Ulahayanan menyampaikan, pihaknya mendukung sepenuhnya tindakan negara dalam mengatasi semua perilaku kekerasan.
Ia meminta pemerintah untuk serius menangani tindak terorisme, terutama upaya pencegahan bertumbuh kembangnya ideologi radikalisme dan terorisme.
Kelanjutan insiden Mako Brimob
Pengamat terorisme Al Chaidar menyampaikan, peristiwa ledakan bom di Surabaya merupakan eskalasi atau kelanjutan dari insiden di Markas Komando Brimob, Depok, Jawa Barat. Narapidana terorisme, kata Al Chaidar, telah membuat seruan jihad untuk menyerang anggota kepolisian dan tempat ibadah.
Peristiwa ledakan bom di Surabaya merupakan eskalasi atau kelanjutan dari insiden di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat. Narapidana terorisme telah membuat seruan jihad untuk menyerang anggota kepolisian dan tempat ibadah.
”Sampai sekarang, seruan itu belum dicabut,” kata Al Chaidar dihubungi dari Jakarta.
Selain aparat keamanan dan tempat ibadah, sasaran teror lain, menurut dia, adalah pusat-pusat keramaian.
Pengamat terorisme Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, mengatakan, masih perlu didalami kaitan antara kerusuhan di Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok, dan insiden ledakan bom di Surabaya. Khairul menilai, peristiwa di Surabaya dan Mako Brimob cukup berdekatan sehingga masih harus didalami keterkaitannya.
Ia menambahkan, Surabaya belum pernah teridentifikasi sebagai daerah sasaran aksi teror. Selama ini, ia menuturkan, di Surabaya memang ada beberapa kasus penangkapan atau temuan terkait aksi teror.
Namun, hal itu lebih banyak terkait dengan logistik pelaku teror dan penyiapan rencana pelaku teroris. Selama ini, Surabaya cenderung diidentifikasi sebagai daerah persiapan atau titik kumpul pelaku teror sebelum mereka beraksi.