Pemerintah Diminta Tegas Tangani Kasus-kasus Terorisme
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ledakan bom yang terjadi pada Minggu (13/5/2018) pada tiga gereja di Surabaya menunjukkan masih kurangnya ketegasan pemerintah dalam menangani masalah terorisme di Indonesia. Sejumlah kalangan berharap pemerintah dapat mengusut tuntas seluruh bentuk terorisme di Indonesia.
Ledakan bom tersebut terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Pusat Surabaya di Jalan Arjuni. Akibat ketiga ledakan tersebut, 17 orang tewas dan 40 orang terluka.
Ketua Umum Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Nasir Tamara berpandangan, peran presiden dalam mempersatukan bangsa Indonesia sangat besar. “Presiden Joko Widodo harus bergerak cepat mempersatukan pemerintah dan masyarakat,” kata Nasir saat ditemui di Jakarta.
Terorisme akan terjadi pada sebuah negara yang lemah. Untuk memperkuat sebuah negara, presiden harus turun langsung mempersatukan kekuatan aparat dan masyarakat melawan segala bentuk terorisme.
Sebagai seorang yang pernah menulis situasi di Timur Tengah, Nasir berpandangan, terorisme akan terjadi pada sebuah negara yang lemah. Untuk memperkuat sebuah negara, presiden harus turun langsung mempersatukan kekuatan aparat dan masyarakat melawan segala bentuk terorisme.
Nasir mengatakan, presiden memiliki pengaruh besar karena menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia. “Masyarakat butuh sosok tertinggi yang dapat mempersatukan bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya.
Berbagai kalangan juga berharap agar pemerintah mengusut tuntas pelaku teror dan menanggulangi jaringan terorisme di Indonesia. Mereka berharap Polri dapat menangani kasus terorisme di Indonesia sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Pimpinan Ormas Katolik yang terdiri dari Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, Wanita Katolik Republik Indonesia, Pemuda Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, Forum Masyarakat Katolik Indonesia, dan Forum Masyarakat Katolik Indoensia Keuskupan Agung Jakarta menegaskan, hukum harus ditegakkan dan pelaku teror harus diproses melalui hukum yang berlaku dan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Mereka berpandangan, ledakan bom di Surabaya telah mengoyak kerukunan umat beragama yang sudah terjaga. Oleh karena itu, mereka ingin memperkuat komitmen kebangsaan dan tidak memberi tempat bagi pelaku teror di Indonesia.
Hal serupa ditegaskan Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada. Mereka meminta aparat keamanan mencegah peristiwa yang sama kembali terjadi di Indonesia. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur meminta aparat kepolisian mengungkap kasus pengeboman di Surabaya secara transparan sehingga tidak menimbulkan prasangka buruk di antara elemen bangsa.
Sementara itu, Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia M Choirul Anam penanganan peledakan bom di Surabaya menjadi tugas utama kepolisian dalam koridor hukum. Oleh karena itu, ide pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak perlu dilakukan.
Kebhinekaan
Nasir berharap, masyarakat Indonesia dapat semakin menghargai nilai kebhinekaan. Ia menegaskan, semua pemeluk agama harus hidup setara, berdampingan, dan tolong menolong. Kebhinekaan menjadi kunci menyatukan segala perbedaan yang ada di Indonesia.
Pimpinan Ormas Katolik pun mengimbau agar terus menjaga dan merawat semangat kebhinekaan. Kebhinekaan harus dipertahankan dengan segenap jiwa dan raga sebagai sebuah bangsa yang berdaulat.
Dewan Pengurus Pusat Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor pun berharap masyarakat tetap tenang, bersikap obyektif, dan waspada terhadap segala jenis ancaman yang terjadi.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan, peristiwa serangan teroris yang terjadi dalam beberapa hari ini menjadi momentum bagi semua masyarakat untuk bersatu.
Seluruh lapisan masyarakat harus bersatu padu melawan segala tindak terorisme di dalam kehidupan nyata dan media sosial
“Seluruh lapisan masyarakat harus bersatu padu melawan segala tindak terorisme di dalam kehidupan nyata dan media sosial,” kata Yunarto.