Selesaikan Revisi Baku Mutu Emisi PLTU
Elrika Hamdi
Energy Finance Analyst Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA)
JAKARTA, KOMPAS Pemerintah Indonesia didorong segera memperketat baku mutu emisi pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara dan baku mutu ambien. Ini mengingat sumber energi kotor batubara masih menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara 2018-2027, penggunaan batubara tetap mendominasi. Ditaksir angkanya akan melebihi amanat dalam Rencana Umum Energi Nasional yang mengamanatkan pembatasan pada 2019 hanya 400 juta ton dan terlampaui sejak tiga tahun terakhir.
“Kalau dihubungkan dengan RUPTL PLN akan banyak pembangkit listrik batubara baru yang beroperasi. Jadi mungkin banget akan meningkat demand lokal,” kata Elrika Hamdi, Analis Keuangan Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Jumat (11/5/2018) di Jakarta.
Elrika Hamdi
Dalam dokumen RUPTL 2018-2027, penggunaan batubara dalam bauran energi mencapai 54 persen di tahun 2027. Dokumen yang ditandatangani Menteri ESDM Ignasius Jonan itu pun mengakui hingga 2026 akan banyak pembangkit listrik berbahan bakar fosil, terutama batubara.
Hal ini disadari akan menimbulkan pelepasan emisi sangat tinggi. Untuk mengatasi hal itu, PLN akan menggunakan boiler supercritical dan ultrasupercritical pada PLTU yang akan dikembangkan di Sumatera dan Jawa.
Namun revisi ambang batas baku mutu emisi PLTU (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 21/2008) hingga kini tak kunjung selesai. Adhityani Putri, National Coordinator Center for Energy Research Asia (CERA) mengatakan pengetatan standar emisi PLTU Batubara dan baku mutu ambien perlu segera disahkan.
"Ägar dapat dijadikan panduan untuk menilai dari semua PLTU batubara yang direncanakan dalam RUPTL 2018, mana yang harus dibatalkan demi lingkungan, kesehatan, dan efisiensi biaya,” kata dia.
Standar ketat
Dengan standar ketat, kata dia, batubara tidak lagi menjadi sumber listrik paling murah. Ini karena biaya pengendalian pencemarak menjadi komponen signifikan dalam pembiayaan proyek dan operasional PLTU.
“Harga pembangkitan listrik dari sumber batubara akan menjadi mahal, apalagi seiring dengan meningkatnya harga internasional batubara seiring dengan waktu akibat inflasi,” kata dia.
Harga pembangkitan listrik dari sumber batubara akan menjadi mahal, apalagi seiring dengan meningkatnya harga internasional batubara seiring dengan waktu akibat inflasi.
Masih masifnya penggunaan energi kotor batubara ini, kata Elrika, membuat Indonesia tak mengikuti tren global yang mengarah pada pemanfaatan energi terbarukan. Di Korea Selatan, sejak 2017 menghentikan program maupun pembangunan PLTU berbahan bakar batubara dan secara bertahap mengurangi pembangkit yang telah eksis.
China misalnya mengurangi 400 gigawatt pembangunan PLTU berbasis batubara pada 2017. Permintaan batubara dari China pun tak lagi mengalami kenaikan signifikan meski tetap ada.
Di sisi lain, China besar-besaran membangun pembangkit listrik tenaga surya. Dengan demikian, pemerintah setempat menjawab persoalan emisi udara sekaligus menyerap produk industri solar panelnya yang kini menguasai dunia.