BOYOLALI, KOMPAS — Badan Penanggulangan Bencana Daerah Boyolali, Jawa Tengah, mengevakuasi para pendaki Gunung Merapi turun setelah terjadi letusan freatik Gunung Merapi, Jumat (11/5/2018) sekitar pukul 07.32. Tercatat ada 160 orang melakukan pendakian di gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.
”Kami telah mengerahkan tim reaksi cepat BPBD Boyolali dan sukarelawan untuk mengevakuasi pendaki agar turun dari Gunung Merapi karena ada 160 pendaki yang masih di atas ketika terjadi letusan freatik,” ujar Kepala BPBD Boyolali Bambang Sinung di posko pendakian Merapi di Selo, Boyolali, Jumat.
Menurut Bambang, secara umum para pendaki dilaporkan dalam kondisi baik. Sebagian pendaki telah turun dan sampai di posko pendakian Barameru, Selo, Boyolali. Tim TRC dan sukarelawan Barameru akan terus melakukan penyisiran untuk memastikan semua pendaki telah turun dari Gunung Merapi.
”Kami telah koordinasi dengan pihak Taman Nasional Gunung Merapi. Untuk sementara, jalur pendakian Gunung Merapi ditutup sampai waktu yang belum ditentukan,” kata Bambang.
Salah satu pendaki, Muhlifain Nauminingtias (21), mengatakan, saat itu mereka berada di Pasar Bubrah (area terbuka di bawah puncak Merapi) ketika tiba tiba terdengar suara gemuruh dari arah puncak Merapi. Para pendaki panik dan berlarian berupaya menyelamatkan diri.
”Awalnya ada suara gemuruh. Ketika saya nengok ke puncak, terlihat kepulan asap membubung tinggi. Kami panik dan segera lari turun secepatnya,” ujar Muhlifain.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, terjadi letusan freatik di Gunug Merapi sekitar pukul 07.32. Letusan disertai suara gemuruh dengan tekanan sedang hingga kuat dan tinggi kolong mencapai 5.500 meter dari puncak. Letusan melontarkan abu vulkanik, pasir, dan material piroklastik.
”Jenis letusan adalah letusan freatik yang terjadi akibat dorongan tekanan uap air yang terjadi akibat kontak massa air dengan panas di bawah kawah Gunung Merapi. Jenis letusan ini tidak berbahaya dan dapat terjadi kapan saja pada gunung api yang aktif,” katanya.