Daun Cocor Bebek Jadi Prioritas Penelitian Pelengkap Terapi Lupus
Oleh
Samuel Oktora
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS -- Penelitian lanjutan terhadap bahan alam di Indonesia, salah satunya pada daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata Lam Pers) menjadi prioritas sebagai komplemen atau pelengkap terapi bagi orang dengan penyakit Systemic Lupus Erythematosus atau lupus.
Hal ini mengemuka dalam acara peluncuran ekstrak herba ciplukan (Physalis angulata L) di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Minggu (6/5/2018).
Ekstrak ciplukan yang dikemas dalam kemasan botol yang diberi nama Lesikaf itu (per botol isi 30 kapsul) juga menjadi komplemen terapi bagi orang dengan lupus (odapus), terutama dalam mengatasi lemah badan dan radang sendi.
Hadir dalam acara itu Ketua Syamsi Dhuha Foundation (SDF) Dian Syarief, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito, Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk Honesti Basyir, perwakilan dari tim peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Rachmat Gunadi, dan perwakilan tim peneliti Sekolah Farmasi ITB Prof Elin Yulinah Sukandar.
Dalam acara itu, pihak BPOM memberikan surat izin edar Lesikaf sebagai jamu atau obat tradisional kepada Kimia Farma agar produk tersebut dapat dipasarkan dan didistribusikan ke seluruh outlet Kimia Farma di Indonesia.
“Kami bertekad mengembangkan penelitian bahan alam lainnya untuk komplemen terapi bagi odapus. Berikutnya setelah ciplukan ini adalah daun cocor bebek. Semakin banyak bahan alam untuk terapi lupus bagi odapus akan memiliki banyak alternatif. Sebab kondisi odapus itu berbeda-beda, ada yang alami lemah badan, radang sendi, gangguan darah, ginjal, dan bahan alam ini tentu mempunyai khasiat berbeda-beda,” kata Dian yang juga odapus.
Penelitian terhadap ciplukan yang memiliki nama lokal ceplukan (Jawa Tengah), dan cecendet (Sunda) ini merupakan inisiatif dari SDF yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang memberi dukungan kepada penyandang gangguan penglihatan dan odapus.
Diawali pada tahun 2011, SDF menggelar kompetisi untuk kalangan perguruan tinggi bertajuk Care for Lupus SDF Awards. Salah satu kategori yang dilombakan adalah Research Sponsorship, berupa rencana penelitian dan penelitian lanjutan terkait dengan bahan alam di Indonesia.
Dalam ajang tersebut ditetapkan 9 proposal penelitian sebagai pemenang, yang salah satunya tentang tanaman obat ciplukan, yang kemudian masuk ke tahap uji pre-klinik dan uji klinik. Untuk uji pre-klinik, SDF bekerja sama dengan tim Sekolah Farmasi ITB, sedangkan uji klinik bersama tim Fakultas Kedokteran Unpad.
Bahan alam lainnya yang berpotensi untuk pelengkap terapi odapus, antara lain daun songgolangit, propolis dan kunyit, biji nangka, ketela rambat, serta daun belimbing wuluh.
Lupus ialah penyakit autoimun yang memicu kerusakan jaringan dan organ tubuh. Saat ini diperkirakan ada lebih dari 5 juta penyandang lupus di dunia dengan 100.000 kasus baru per tahun. Di Indonesia, jumlah odapus diperkirakan 1,3 juta orang.
Hingga kini belum ada obat di dunia yang benar-benar mampu menyembuhkan penyakit lupus. Obat yang ada umumnya bersifat simtomatik untuk meredakan gejala.
Dikembangkan
Penny Kusumastuti Lukito berharap Lesikaf dapat dikembangkan lagi menjadi obat herbal tersandar, yang harus dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik.
“Bahkan diharapkan Lesikaf ini supaya bisa dikembangkan lebih jauh menjadi obat bahan alam atau fitofarmaka, tapi juga harus melalui uji klinik. Ini penting, sebab kalau sudah masuk kategori fitofarmaka terbuka peluang ekspor,” ujar Penny.
Penny juga menuturkan, pemerintah dalam upaya percepatan pengembangan industri farmasi lebih condong pada pengembangan obat bahan alam karena untuk pengembangan obat bahan kimia atau sintetik sangat sulit bersaing dengan industri farmasi luar negeri.
“Indonesia mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang sangat besar, jadi pengembangan obat berbahan alam menjadi prioritas. Masyarakat akan mempunyai alternatif pengobatan lebih banyak, termasuk terhadap penyakit langka seperti lupus, dan diharapkan obat bahan alam ini juga bisa masuk dalam kriteria obat yang ditanggung dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan,” ucap Penny.
Sementara itu Honesti Basyir mengatakan, pihaknya dalam mendukung program pemerintah untuk percepatan pengembangan industri farmasi telah membangun dua pabrik baru di kawasan Banjaran, Kabupaten Bandung.
“Dua pabrik itu, yang satu adalah pabrik farmasi, dan satu lagi pabrik herbal dengan total investasi sekitar Rp 1,1 triliun. Direncanakan pertengahan tahun 2019, dua pabrik ini sudah beroperasi,” ujar Honesti.