SLEMAN, KOMPAS Kepolisian diminta mengusut tuntas kasus kerusuhan dalam demonstrasi Gerakan Satu Mei di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (1/5/2018) lalu. Polisi diharapkan tidak hanya menindak peserta unjuk rasa yang merusak dan membakar pos polisi dan fasilitas umum, tetapi juga mengungkap dalang yang merencanakan kerusuhan tersebut.
Harapan itu diungkapkan sejumlah elemen masyarakat DIY yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Anarkisme (Aman) saat mengunjungi Markas Kepolisian Daerah DIY di Sleman, Jumat (4/5/2018). Mereka beraudiensi dengan Polda DIY untuk membicarakan penyelidikan kericuhan tersebut.
"Masyarakat punya harapan agar polisi bisa melakukan penyelidikan secara profesional hingga mengungkap aktor atau dalang di balik peristiwa itu," kata juru bicara Aman, Agung Budyawan, seusai audiensi.
Seperti diberitakan, kerusuhan mewarnai demonstrasi puluhan orang yang menyebut diri Gerakan Satu Mei di dekat Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jalan Laksda Adisucipto, Sleman, Selasa, bertepatan dengan Hari Buruh Internasional. Saat itu, sejumlah demonstran merusak dan membakar pos polisi menggunakan bom molotov, serta merusak sejumlah fasilitas umum lain. Polisi telah menetapkan 12 tersangka. Dua di antaranya berperan sebagai pelempar bom molotov ke pos polisi. (Kompas, 4/5/2018).
Agung menyatakan, kasus itu mendapat perhatian yang besar dari masyarakat DIY. Sebab, para pelaku tidak hanya merusak dan membakar fasilitas umum, tetapi juga menuliskan ancaman terhadap Sultan HB X, tokoh yang dihormati di DIY. "Kasus ini sangat melukai batin masyarakat Yogyakarta," kata Agung. Oleh karena itu, dia menambahkan, masyarakat DIY akan terus mengawasi perkembangan penyidikan kericuhan tersebut.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Polda DIY Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Dofiri berjanji akan menyelidiki aktor yang mendalangi kerusuhan. "Kami akan terus mendalami, di balik peristiwa itu adakah aktor penggeraknya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Hadi Utomo mengatakan, polisi juga akan menyelidiki siapa yang mendanai aksi Gerakan Satu Mei. Menurut Hadi, berdasarkan keterangan sejumlah pelaku, demonstrasi itu didanai secara swadaya oleh para peserta aksi. "Namun, kami tidak percaya begitu saja. Kami akan menelisik kembali apakah mungkin ada aliran dana terkait aksi itu," ujarnya.
Minta maaf
Rektor Universitas Sanata Dharma (USD) Johanes Eka Priyatma menyatakan penyesalannya atas terjadinya tindakan anarkis, serta adanya keterlibatan mahasiswanya dalam aksi demonstrasi tersebut. “Kami memohon maaf kepada semua pihak, mulai dari instansi pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha serta pihak-pihak lain yang dirugikan karena tindakan itu,” ujar Eka, dalam jumpa pers, di USD, Yogyakarta, kemarin.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh pihak universitas, mahasiswa yang terlibat itu berinisial AM (24). Ia berasal dari Bandung dan tengah menempuh studi di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra USD. Saat ini, ia baru menjalani empat semester dalam masa studinya di universitas itu.
Atas tindakan yang dilakukan AM akan dinonaktifkan status kemahasiswaannya untuk sementara oleh pihak universitas. Eka menyampaikan, hal itu bertujuan agar proses hukum yang sedang berjalan dapat berlangsung dengan lancar.
Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Tatang Iskarna mengatakan, semasa duduk di bangku SMA, AM sering mendapatkan konseling. Hal itu diketahuinya setelah sempat bertemu orang tua AM. Namun, persoalan apa yang dikonselingkan, Tatang tidak mengetahuinya secara jelas. (HRS/NCA)