Harapan Baru Petani Pisang Tanggamus
Petani di Kabupaten Tanggamus, Lampung, kini boleh bangga karena pisang mas yang ditanam sudah bisa dinikmati konsumen di luar negeri. Hal ini menjadi harapan baru bagi mereka untuk meningkatkan penghasilan. Hidup petani kian manis.
Manisnya hasil panen pisang mas telah dirasakan Basiran Atmaja (45), petani di Desa Margodadi, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus. Sejak lima bulan lalu, dia bisa memanen sekitar 600 kilogram per bulan.
Lewat pengepul, buah pisang itu disortir dan disiapkan untuk diekspor ke China dan Singapura. Di tingkat petani, pisang mas dijual Rp 2.500 per kilogram.
Pisang yang ditanam secara tumpang sari dengan tanaman kopi membuat Basiran mendapatkan penghasilan tambahan Rp 1,5 juta per bulan. Di kebun seluas 1 hektar, dia menanam 1.000 batang pisang di antara 1.500 batang pohon tanaman kopi robusta.
”Alhamdulillah semenjak mencoba budidaya pisang mas, saya bisa mendapat penghasilan tambahan untuk makan dan kebutuhan anak sekolah setiap bulan,” kata Basiran seusai ekspor perdana pisang mas ke China, pekan lalu, di Tanggamus.
Semula, dia hanya bisa berharap dari hasil panen kopi satu kali dalam setahun. Saat produksi kopi anjlok, ekonomi keluarga Basiran ikut terpuruk. Tahun 2017, misalnya, Basiran hanya mendapat 5 kuintal kopi. Jumlah itu merosot ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 1 ton. Anjloknya produksi kopi tersebut dipicu hujan deras saat masa pembuahan. Ini membuat banyak bakal buah kopi rontok.
Kemitraan
Menurut Basiran, dia tertarik menanam pisang karena telah mengetahui cara budidaya yang baik. Informasi itu dia dapat dari pelatihan yang digelar PT Great Giant Pineapple (GGP), perusahaan swasta yang bermitra dengan petani setempat. Selain itu, petani juga mendapat bibit pisang mas gratis dari perusahaan.
”Kami mendapat pendampingan selama masa tanam. Kalau ada petani yang mengalami kendala, misalnya ada tanaman yang terserang hama, kami melapor. Nanti ada penyuluh yang mengecek,” katanya.
Perusahaan juga memberikan kemudahan lain dengan menyiapkan tenaga kerja dan mobil untuk membawa pisang hasil panen. Dengan begitu, petani bisa menekan biaya operasional.
Heldiyanto (42), petani di Desa Talang Simpang, Kecamatan Air Naningan, juga mencoba peruntungan dengan budidaya pisang mas. Dia mengganti tanaman kakao dengan pisang mas karena produksi kakao anjlok akibat hama dan penyakit dalam lima tahun terakhir.
Dia mengaku menikmati hasil yang lebih baik setelah menanam pisang mas. Setiap bulan, Heldiyanto bisa memperoleh penghasilan lebih dari Rp 5 juta. Dari kebun seluas 3 hektar, dia bisa memanen hingga 2 ton pisang mas setiap bulan.
Koordinator petani pada Kelompok Tani Hijau Makmur Desa Sumbermulyo, Kecamatan Sumberejo, Mujiyanto, menuturkan, ada sekitar 400 petani di 38 desa yang telah membudidayakan pisang mas. Mereka tersebar di Kecamatan Sumberejo, Gisting, Air Naningan, Pulau Panggung, Ulubelu, dan Gunung Alip. Total luas
kebun pisang 300 hektar dengan pola tanam secara tumpang sari dan monokultur.
Mujiyanto yang juga pengepul pisang mas dari petani setempat mengatakan, petani di Tanggamus mulai menanam pisang mas sejak Mei 2016. Budidaya tanaman pisang mas mulai banyak dilakukan setelah kelompok Tani Hijau Makmur bermitra dengan PT GGP selaku perusahaan pengekspor pisang.
Selain ada pembinaan dari perusahaan, petani tertarik menanam pisang juga karena tidak mengeluarkan banyak modal. Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 11 bulan. Selanjutnya, pisang bisa dipanen secara rutin setiap minggu.
Komoditas unggulan
Government Relations and External Affair Director PT GGP Welly Soegiono mengatakan, pisang mas menjadi komoditas unggulan baru menyusul jenis pisang cavendish yang telah diekspor ke sejumlah negara. Namun, saat ini belum semua hasil panen pisang bisa diekspor.
”Dari hasil panen ini, yang memenuhi persyaratan dan bisa diekspor baru sekitar 20 persen. Ini karena tak dipupuk sehingga ukurannya menjadi tidak seragam,” kata Welly.
Pada tahap awal, PT GGP mengekspor 15-20 ton pisang mas ke China setiap minggu. Ke depan, ditargetkan jumlah pisang mas yang diekspor bisa
naik menjadi empat kontainer atau setara dengan 80 ton per minggu. Saat ini, harga jual pisang mas ekspor berkisar 10-15 dollar AS per kotak (ukuran 11 kilogram).
Hingga tahun 2020, PT GGP menargetkan penambahan luas tanam pisang menjadi 1.000 hektar dengan produksi mencapai 20.000 ton. Dari jumlah itu, potensi pisang mas yang bisa diekspor mencapai 12.500 ton per tahun. Sebanyak 7.500 ton sisanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Selain China dan Singapura, negara lain yang dibidik sebagai tujuan ekspor antara lain Jepang, Korea, dan Timur Tengah.
Subkontrak kawasan
Kelompok Tani Hijau Makmur yang merupakan binaan PT GGP juga telah mendapat fasilitas subkontrak kawasan berikat Bea dan Cukai. Pemberian fasilitas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia tersebut telah diresmikan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 27 Maret 2018.
Ketua Kelompok Tani Hijau Makmur M Nur Soleh mengatakan, fasilitas itu memungkinkan petani membeli pupuk, pestisida, dan sarana pertanian lainnya dengan harga yang lebih murah karena tidak dikenai
biaya masuk.
”Harga jualnya bisa 40 persen lebih murah dibandingkan dengan harga jual di pasaran. Dengan begitu, keuntungan yang diperoleh petani lebih banyak,” kata Soleh.
Untuk memberikan kepastian harga, kelompok tani juga telah menandatangani kontrak dengan perusahaan. Harga jual pisang mas di tingkat petani telah disepakati Rp 2.500 per kilogram selama 36 bulan ke depan.
Selain menjadi harapan baru bagi petani Tanggamus, budidaya pisang mas juga mampu membuka peluang kerja baru bagi warga setempat. Sebagian warga bekerja menyortir pisang pada Banana Packing House yang didirikan di desa.
Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian juga membangun fasilitas pendukung berupa instalasi karantina tumbuhan di desa untuk mempermudah ekspor. Petugas melakukan pemeriksaan standar mutu pisang sebelum diekspor. Pisang yang telah diperiksa akan mendapat sertifikasi jaminan kesehatan tumbuhan (PC-Phytosanitary Certificate).
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengapresiasi pola kemitraan yang terjalin antara PT GGP dan petani pisang di Tanggamus. Dia menilai, pola kemitraan itu dapat dicontoh di daerah lain untuk meningkatkan ekspor buah segar asal Indonesia.
Penjabat Bupati Tanggamus Zainal Abidin menuturkan, budidaya pisang mas tidak menjadi ancaman bagi kopi robusta yang menjadi komoditas unggulan di Tanggamus. Eksistensi kopi robusta akan tetap terjaga karena pisang bisa ditanam dengan tumpang sari.
”Model tumpangsari seperti ini yang kami harapkan bisa berkembang. Dengan demikian, petani dapat meningkatkan pendapatan keluarganya,” ujarnya.