Cegah Politik di HBKB
Penggunaan ruang publik saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor mesti bebas dari kegiatan politik praktis.
JAKARTA, KOMPAS - Pelarangan HBKB untuk kepentingan partai politik, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), serta orasi ajakan yang bersifat menghasut, termuat dalam Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan HBKB.
Di aturan yang sama disebutkan, sepanjang jalur HBKB hanya dapat dimanfaatkan kegiatan dengan tema lingkungan hidup, olahraga, serta seni dan budaya.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin, mengatakan, telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan HBKB, terutama di ruas Jalan Sudirman-Thamrin, 22 dan 29 April. Pelanggaran menyusul penggunaan atribut dukungan dan penolakan sosok tertentu. Ini mengindikasikan praktik politik praktis atau kegiatan partai politik di kawasan HBKB.
Hal itu disampaikan Ahmad dalam diskusi berjudul “Stop Politisasi CFD! Kembalikan ke Khittahnya,” yang diselenggarakan KPBB, Jumat (4/5/2018).
Ahmad berharap, polisi dengan kemampuan intelijennya, lebih memiliki daya endus untuk mencegah peristiwa serupa.
Pada sisi lain, pemerintah pusat cenderung belum menggunakan ruang publik untuk edukasi dan pembentukan wacana yang bersifat politik kebangsaan.
Kepala Biro Pengelola Informasi dan Dokumentasi Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal FFJ Mirah mengatakan, di area HBKB, polisi tidak bisa serta-merta menindak orang-orang dengan kaos atau pakaian tertentu yang mengindikasikan dukungan atau penolakan. Ia mengatakan, mesti ada kesepakatan, terutama dengan Bawaslu, tentang apakah tindakan itu termasuk kampanye atau tidak.
Perwakilan Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta bidang Perlindungan Masyarakat Juwita menginformasikan, pada HBKB akhir pekan ini, Posko Terpadu Tim Kerja HBKB bakal didirikan. Tim gabungan di antaranya dari Satpol PP, Dinas Perhubungan, Bawaslu, KPU, kepolisian, dan KPBB akan bersiaga di depan pos polisi setelah melakukan apel di sisi barat daya Monas. “(Jumlah petugas diantaranya) ada 290 orang dari Satpol PP.”
Perangkat Kurang
Pada sisi lain, Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta Maruli Sijabat menyoroti kurangnya perangkat dalam urusan politik untuk menegakkan Pergub 12/2016. Ini dinilai penting, terutama untuk menerjemahkan larangan dalam peraturan itu.
Ia mencontohkan ihwal larangan menggunakan HBKB untuk kepentingan partai politik serta orasi ajakan yang bersifat menghasut. Hingga kini, belum ada aturan detail terkait tafsir yang dimaksud dengan “politik,” dan “orasi yang menghasut.”
Maruli juga menyoroti keberadaan pelintas dalam HBKB yang bisa siapa saja, dan sulit diawasi. Pelintas tidak perlu izin, sebagaimana mesti dimiliki partisipan acara. Peristiwa 22 dan 29 April lalu, imbuh Maruli, dilakukan oleh para pelintas.
Maruli berharap, pemerintah pusat ikut mengelola HBKB. Pasalnya, HBKB di Jakarta menjadi rujukan sejumlah negara Asia Tenggara. Selain itu, sejumlah kementerian kerap menyelenggarakan kegiatan saat HBKB.
Latar Belakang
HBKB di Jakarta mulai diselenggarakan 22 April 2001, namun baru benar-benar berhasil dimulai pada 22 September 2002. Momen itu diinisiasi empat orang pegiat lingkungan dan sosial yakni Ahmad Safrudin, Ari Mochamad, Alfred Sitorus, dan Restiti Sekartini.
Ari yang juga penilik Thamrin School of Climate Change and Sustainability, mengatakan, HBKB semula ditujukan sebagai ruang publik tempat masyarakat saling berinteraksi dan membentuk kohesi sosial, sekaligus mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi.
“(Jadi) bagaimana mungkin kita wujudkan kohesi sosial dengan kondisi seperti ini,” papar Ari merujuk pada kejadian-kejadian dalam dua ajang HBKB terakhir. Selain nuansa politik praktik, ia juga menyoroti tidak lagi idealnya HBKB yang dipergunakan untuk kegiatan komersial yang tidak terkontrol, terutama dari sejumlah perusahaan.
Menurut Ari, pada awalnya, HBKB sempat dipergunakan oleh pemerintah untuk memasyarakatkan program transportasi publik transjakarta. Ia berharap, hal-hal serupa lebih dimaksimalkan pada saat ini, dengan membicarakan gagasan mengenai kesejahteraan, pembangunan infrastruktur transportasi, dan berbagai program pemerintah lainnya.
Ini dinilai penting karena merupakan praktik politik kebangsaan guna mengakomodasi sejumlah kepentingan warga dan menimbulkan kepercayaan publik alih-alih politik praktis yang cenderung memecah belah.
Di Polda Metro Jaya, kemarin, polisi memeriksa SF, korban dugaan persekusi. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, izin kegiatan pada HBKB ada di pemerintah provinsi sesuai Peraturan Gubernur. “Kami tunggu dulu. Yang punya tempat siapa? Kan semuanya ada rekomendasi.”