JAKARTA, KOMPAS - Rumah yang dijadikan pabrik minuman keras "ciu" digerebek polisi dari Polda Metro Jaya di Pekojan, Tambora, Jakarta Barat, Kamis (26/4). Medio April lalu, bisnis minuman beralkohol sejenis diungkap polisi di Gambir, Jakarta Pusat.
Kemarin, pemilik pabrik di Pekojan, PRW, ditangkap. "Barang buktinya lima ton cairan miras, tiga ton bahan mentah, dan dua ton yang siap edar," kata Kabid Humas Polda Metro Raden Prabowo Argo Yuwono, Kamis (3/5). Pabrik itu memproduksi ratusan botol ciu setiap harinya.
Pabrik itu berupa rumah mewah berlantai tiga dan berpagar tinggi. Lantai satu untuk menyimpan botol kosong dan kardus, terutama di bawah tangga penghubung lantai dua dan tiga.
Di lantai dua ada dua ruangan proses produksi ciu. Udara pengap dan aroma fermentasi beras bahan baku ciu diendapkan, tercium aroma menyengat.
Adapun ruang depan untuk menyimpan drum saat proses fermentasi ciu, sedangkan ruang tengah digunakan tempat produksi, tempat penyaringan, dan tempat pengemasan.
Apa yang terlihat di lantai tiga sama seperti di lantai dua. Satu ruangan di lantai tiga jadi tempat penyimpanan drum kosong. "Pabrik ciu rumahan ini memproduksi miras sejak 2014. Dikemas tanpa label, " ujar Argo.
Polisi, kata Argo, baru bergerak setelah memastikan ada pelanggaran hukum. Saat digerebek tampak ribuan botol minuman keras tanpa izin edar.
Lima belas dus
Dalam sehari, rumah itu memproduksi 15 dus ciu. Satu dus berisi 24 botol. "Dalam sehari mereka memproduksi 360 botol ciu," kata Kasubdit 1 Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Sutarmo.
Ratusan botol miras jenis ciu tersebut diedarkan hampir ke seluruh wilayah DKI Jakarta. Didistribusikan lewat pedagang besar. "Sebagian besar habis terjual di Jakarta Barat," kata Sutarmo.
Di rumah itu polisi menyita bahan dasar yang sedang di fermentasi sebanyak 220 tong berisi 2.000 liter. Selain itu, 3.325 botol ciu siap edar.
Menurut Argo, tersangka PRW sudah mengakui perbuatannya. Setiap bulan, tersangka mendapat keuntungan sekitar Rp 118 juta. Dengan demikian setiap tahun ia meraup keuntungan Rp 1,4 miliar lebih.
"Selain itu garasi juga digunakan untuk menyimpan kemasan hasil olahan ciu siap edar," kata Argo.
PRW dijerat pasal 140 Jo Pasal 86 ayat (2), Pasal 142 Jo Pasal 91 ayat (1), dan Pasal 198 Jo Pasal 108 UU RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. "Ancaman hukumannya dua tahun dan denda Rp 4 miliar," ucap Argo. (WIN)