JAKARTA, KOMPAS — Upaya perbaikan kualitas pembelajaran merupakan pekerjaan rumah pemerintah. Sebab, guru yang berkualitas bisa menciptakan peserta didik yang berkualitas pula. Mengingat pembenahan pendidikan bermuara pada kemajuan negara, maka negara pun hendaknya hadir di bidang ini.
Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Negeri Jakarta Totok Bintoro mengemukakan hal itu saat ditemui di kantornya, akhir pekan lalu.
“Indonesia punya pekerjaan rumah yang berat untuk membenahi sistem pendidikan guru. Sebab, negara yang unggul itu sangat ditentukan dari kualitas sumber daya manusiannya. SDM yang unggul dihasilkan dari sistem pendidikan dan pendidik unggul. Dari pendidik yang unggul itulah diciptakan manusia yang unggul,” ujar Totok.
Ia mengatakan, guru yang berkualitas dihasilkan dari sistem pendidikan tenaga kependidikan yang berkualitas juga. Namun, sebelumnya, lanjut Totok, pemerintah dinilai belum terlalu serius untuk meningkatkan kualitas.
“Hal ini nampak dari belum menjadi prioritasnya anggaran APBN untuk peningkatan kualitas tenaga pendidik,” ujar Totok.
Ia menambahkan, masih banyak guru yang tidak memenuhi kriteria guru berkualitas. Sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, terdapat lima kriteria guru berkualitas yaitu memenuhi kualifikasi akademik (D4 atau S1), kompetensi, sehat jasmani rohani, memiliki sertifikat pendidik, dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Peran untuk mencetak dan meningkatkan kualitas guru ada pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Sebab lembaga yang berperan memberikan pendidikan profesi dan sertifikasi profesi kepada sarjana pendidikan untuk menjadi guru yang professional dan berkualitas.
Namun, ia menilai saat ini pemerintah sudah mulai melakukan pembenahan. Salah satunya adalah memadatkan dan menambahkan materi Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sebelumnya, sejak 2007-2017, program sertifikasi guru disebut dengan Pendikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG).
PLPG adalah program pembekalan guru selama 10 hari sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikasi guru. Berbeda dengan PLPG yang hanya 10 hari, PPG memiliki materi dan lama pendidikan 6 bulan – 12 bulan.
Untuk peserta PPG pra-jabatan atau sarjana pendidikan yang belum pernah jadi guru dan belum memiliki sertifikat, mereka harus mengikuti PPG setidaknya 36-40 Sistem Kredit Semester (SKS) atau 2 semester atau sekitar 12 bulan. Sedangkan untuk peserta PPG jabatan atau sarjana pendidikan yang sudah pernah jadi guru dan belum memiliki sertifikat, mereka harus mengikuti PPG setidaknya 24 SKS atau 1 semester atau sekitar 6 bulan.
Ia mengakui, PLPG selama 10 hari itu dinilainya terlalu singkat. Sehingga tidak bisa serta merta meningkatkan kualitas guru.
“Dengan durasi pendidikan yang jauh lebih lama dan materi yang baru, diharapkan PPG ini bisa mendongkrak mutu guru,” ujar Totok yang juga merupakan Tim Pengembangan Program Pendidikan Profesi Guru Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi yang menyusun kurikulum PPG.
Materi PPG
Ia mengatakan, kurikulum PPG diharapkan bisa menciptakan guru yang memenuhi lima kriteria guru berkualitas sesuai UU Guru dan Dosen. Selain itu, diharapkan bisa menciptakan peserta didik yang berdaya saing dunia, patriotis, religius, dan beradab baik.
Peserta PPG juga akan diajari dan dikenalkan oleh berbagai macam kurikulum, sehingga lulusan PPG bisa adaptif dengan berbagai perubahan kurikulum. Caranya adalah dengan mengenalkan kajian dan wacana pedagogi dan kurikulum yang ada.
Iqbal Akbar (24), peserta PPG di UNJ, mengatakan materi yang diberikan adalah hal baru dan berbeda dengan materi kuliah yang diperolehnya selama pendidikan sarjana Universitas Lambung Mangkurat sehingga terasa meningkatkan kualitasnya. Guru Penjaskes SDN Banjarsari, Banjarmasin ini, mencontohkan saat ini dapat menilai siswa dengan lebih obyektif.
Iqbal mencontoh, saat memberikan penilaian pada ujian lari untuk anak SD, dulu dia hanya menilai berdasarkan catatan waktu siswa saja. Semakin cepat catatan waktunya, makin baik, namun kini dia menilai berdasarkan ukuran badan dan berat siswa. Sebab, siswa gemuk tentu akan lebih lambat larinya dari siswa yang ramping.
“Maka saya harus memperoleh penilaian yang proporsional dengan kondisi dan upaya yang dilakukan siswa itu,” ujar Iqbal ditemui Rabu (25/4).
Koordinator Pusat Sertifikasi Pendidikan Profesi Guru LP3M UNJ Khaerudin menjelaskan, UNJ memberikan PPG hingga lebih dari 14 program studi mulai dari PPG matematika, guru Bahasa Indonesia, guru penjaskes, guru SD, dan lain-lain.
“Pembawa materi atau dosen dari peserta PPG ini adalah dosen UNJ dari fakultas program studi kejuruan peserta PPG ini. Misalkan peserta itu guru matematika, maka diajarkan oleh dosen fakultas pendidikan matematika,” ujar Khaerudin. (BKY)