Hari Tari Dunia pada 29 April selalu diperingati dan dirayakan dengan semarak di Solo. Kali ini, 5.035 penari putri menarikan tari gambyong secara serempak di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Minggu (29/4/2018) pagi.
Ribuan penari putri itu dengan mengenakan busana kemben dan jarik serta sehelai sampur berbaris rapi di Jalan Slamet Riyadi sepanjang 1,5 kilometer sejak sebelum pukul 07.00. Kemben dan sampur para penari itu warna-warni. Ada warna ungu, biru, hijau, merah, kuning, atau merah muda. Aneka warna itu menciptakan keindahan tersendiri.
Dari pinggir jalan yang telah dipasangi barikade besi di sisi kanan dan kiri, ribuan warga Solo berjubel dan berdesakan. Mereka semua ingin menjadi saksi perhelatan tari gambyong massal yang digelar Pemerintah Kota Solo untuk memperingati Hari Tari Dunia itu.
Setelah rangkaian acara pembukaan, peringatan Hari Tari Dunia yang kali ini mengangkat tema ”Gambyong 5.000 Penari” dimulai dengan menampilkan tari pembuka, Gambyong 3 WMP (Waras Wasis Wareg Mapan Papan).
Tarian ini dibawakan oleh 200 penari putri. Tarian tersebut menggambarkan tingkah laku remaja putri yang sedang memamerkan kecantikan dan keluwesannya. Tari karya garapan Nanuk Rahayu dan komposer Blacius Subono dari Institut Seni Indonesia Solo ini merupakan ungkapan keramahtamahan warga Solo kepada tamu yang datang ke wilayahnya.
Setelah Gambyong 3 WMP, tanpa jeda langsung dilanjutkan perhelatan utama tari massal gambyong 5.000 penari. Total sebanyak 5.035 penari putri menarikan tari Gambyong Pareanom ciptaan Ngaliman (almarhum). Mereka menari gemulai, melenggak-lenggok dengan senyum mengembang menunjukkan keramahan mereka.
Tari gambyong merupakan tari Jawa klasik yang berasal dari Solo. Gambyong berasal dari nama seorang penari, Gambyong, yang hidup pada saat Raja Keraton Surakarta Paku Buwono IV berkuasa (1788-1820). Nama Gambyong disebutkan dalam buku Cariyos Lelampahanipun karya RNg Ronggowarsito. Buku itu menyebutkan penari bernama Gambyong yang memiliki kemahiran menari dan kemerduan suara sehingga menjadi pujaan kaum muda zaman itu.
Partisipasi
Gairah menyambut perhelatan akbar Gambyong 5.000 Penari yang digelar Pemkot Solo terasa kuat. Para penari yang sebagian besar siswi SD, SMP, SMA/SMK, sanggar tari, juga masyarakat umum telah berdandan sejak dini hari. ”Tadi bangun sekitar pukul 02.00 langsung diantar orangtua ke sekolah untuk dirias bersama teman-teman,” ujar Tabita Gabriel, siswi SMAN 6 Solo.
Tabita menuturkan, latihan menari gambyong dilakukan di sekolah selama dua minggu. Pada minggu pertama latihan diadakan dua hari sekali dan pada minggu kedua diintensifkan latihan setiap hari setelah jam pelajaran selesai. Ia mengaku ingin bergabung menari setelah ditawari pihak sekolah. ”Saya suka menari, waktu SD ikut ekstrakurikuler menari,” ujarnya.
Syahrani dan Ellen Agustin, siswi SMPN 3 Solo, yang juga berlatih menari gambyong di sekolah, sebelum pentas menambah porsi latihan sendiri di rumah. Keduanya membuka video di media sosial melalui telepon pintar untuk menghafal gerakan dan berlatih tari gambyong di rumah masing-masing. ”Soalnya belum pernah menari gambyong,” ujar Ellen.
Orangtua pun ikut antusias mendampingi dan menyiapkan putri-putri mereka. Upik Sukino, misalnya, mengaku sudah bersiap sejak pukul 02.00. Sebelum mentari terbit, ia mengantarkan putrinya, Arundati (11), yang bergabung dengan sanggar Metta Budaya, ke pendopo Taman Sriwedari untuk dirias. ”Yang dirias, kan, banyak sehingga giliran, jadi harus bersiap sejak dini hari,” katanya.
Hal seperti itu biasa dijalani Arundati karena beberapa kali tampil dalam pementasan tari lain.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, kegiatan ini digelar untuk melestarikan seni dan budaya bangsa. Juga untuk mengajak generasi muda mengenal dan ikut menarikan tari gambyong yang merupakan tari tradisi dari Solo. ”Dengan adanya 5.035 penari ikut menari gambyong, ini menunjukkan masyarakat Solo tetap mencintai seni tradisinya,” katanya.
Perhelatan Gambyong 5.000 Penari memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) dan tercatat dalam kategori rekor dunia. Rekor menari gambyong massal sebelumnya yang dicatat Muri adalah dengan jumlah peserta 1.001 penari tahun 2017 di Solo. ”Kali ini ada sebanyak 5.035 penari putri. Ini kami abadikan dalam urutan rekor ke-8.434 di Muri dan kami catat sebagai rekor dunia,” kata Manajer Muri Aryani Siregar.
Sementara itu, Hari Tari Dunia 2018 juga diperingati dan dirayakan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dengan menggelar 24 jam menari bertema ”Menguak Peradaban” di Kampus ISI Surakarta. Rektor ISI Surakarta Guntur mengatakan, 24 jam menari diikuti 160 kelompok atau sanggar tari dari beberapa daerah. Mereka menyajikan tari tradisi dan tari garapan baru. Beragam tari itu menunjukkan keragaman Nusantara dan akan memperkokoh persatuan bangsa.