Guru Berupaya Berbenah Demi Mutu
BEKASI, KOMPAS — Program sertifikasi, termasuk pemberian tunjangan kepada guru yang telah bersertifikat belum sepenuhnya disertai peningkatan kualitas guru dalam aktivitas belajar mengajar. Namun, sebagian guru mulai mengubah pola pembelajaran demi hasil yang lebih baik.
Dani (43), Guru Kelas V SDN Pantai Bahagia 02, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, mengaku, merasakan manfaat dari tunjangan sertifikasi yang diberikan pemerintah pusat dengan besaran satu kali gaji pokok per bulan. Setelah bersertifikat, Dani lebih percaya diri dalam mengajar.
Dani mengungkapkan, tunjangan sertifikasi ini dapat digunakan untuk pengembangan diri guru. Untuk itu, Dani menggunakan tunjangan sertifikasi salah satunya untuk membeli laptop demi memperkaya materi ajar kepada siswa. “Proses belajar mengajar di kelas saat ini perlu menyesuaikan diri dengan penggunaan teknologi informasi,” kata Dani, saat ditemui di SDN Pantai Bahagia 02, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (25/4).
Kecamatan Muara Gembong terletak di ujung utara Kabupaten Bekasi atau berjarak sekitar 90 kilometer arah timur laut dari Jakarta. Dari ibu kota, ke Muara Gembong dapat ditempuh dengan sepeda motor sekitar 3,5 jam.
Untuk mencapai sejumlah sekolah di Muara Gembong, termasuk SDN Pantai Bahagia 02, tidak dapat diakses menggunakan mobil karena jalanan menyempit dan berlumpur. Mobil hanya dapat dipakai sampai kantor kecamatan Muara Gembong.
Pembangunan di Muara Gembong masih sangat timpang dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Bekasi, seperti Cikarang maupun Tambun. Di Muara Gembong hanya memiliki satu SMA negeri dan satu puskesmas. Tidak ada rumah sakit maupun angkutan umum.
Interaksi dengan siswa
Di kelas, Dani biasanya menggunakan laptop untuk menunjukkan kepada siswa sebuah video mengenai hal-hal yang berkaitan dengan mata pelajaran. “Misalnya saja, video mengenai pertumbuhan gajah untuk pelajaran Biologi. Karena di Muara Gembong tidak ada gajah maka para siswa dapat lebih memahami saat melihat videonya,” ungkap Dani.
Di SDN Pantai Bahagia 02 sebanyak enam guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS), termasuk kepala sekolah, telah mengantongi sertifikat sejak 2013. Selain guru PNS, ada juga 11 guru honorer yang direkrut untuk membantu.
Menurut Kepala SDN Pantai Bahagia 02 Abdul Muin, dengan tersertifikasinya seluruh guru PNS di sekolah tersebut, tingkat kesejahteraan guru meningkat dan pemahaman guru lebih baik. “Dengan adanya sertifikasi, guru lebih bergairah dalam mencari tambahan pengetahuan. Saya tidak perlu khawatir kegiatan belajar mengajar terbengkalai jika saya ada keperluan pekerjaan di luat sekolah,” kata Muin.
Tak hanya di dalam kelas, guru di SDN Pantai Bahagia 02 turut aktif dalam penataan sekolah. Misalnya, sejumlah guru menyarankan untuk melukis dinding sekolah dengan tulisan-tulisan yang menyebut nama Allah (Asmaul Husna) serta memajang papan bertuliskan kata-kata mutiara. “Dalam pelaksanaan tugas di sekolah, mereka akhirnya punya banyak ide untuk diterapkan,” ucapnya.
Dengan tersertifikasinya para guru, Muin menyatakan, guru lebih mandiri dalam menjalani tugasnya. Setelah diarahkan kepala sekolah, pelaksanaan proses belajar-mengajar diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing guru.
Dengan kepercayaan itu, para guru harus bisa memenuhi 40 jam kerja dalam seminggu. Muin memberi keleluasaan bagi para guru untuk memenuhi 40 jam tersebut tak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pekerjaan seperti perencanaan pembelajaran dan memberi skor terhadap anak didik bisa dilakukan di rumah guru.
Akan tetapi, meski telah tersertifikasi, guru PNS maupun honorer di sekolahnya diakui masih beradaptasi terhadap Kurikulum 2013. Sebab, jika sebelumnya guru dituntut hanya menguasai satu bidang, kini guru harus bisa memahami bidang lain. Dengan memahami multibidang, diharapkan hal itu bisa menambah wawasan siswa serta membantu dalam pembentukan karakter siswa.
Saat ini, kurikulum 2013 baru diterapkan di kelas 1, 2, 4, dan 5. “Tahun mendatang, rencananya akan diterapkan di kelas 3 dan 6. Tidak bisa semuanya sekaligus, tetap harus bertahap,” ujar Muin.
Untuk itu, Muin terus mendorong para guru untuk mengikuti pelatihan. Jika dirinya mendengar adanya kesulitan dalam suatu aktivitas pembelajaran, dia akan mengupayakan mengadakan pelatihan di kelas, dengan memanggil pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi atau guru dari sekolah lain sebagai pemateri.
Pelatihan juga dilakukan di gugus sekolah. Di wilayahnya, terdapat empat gugus sekolah yang memiliki program pelatihan masing-masing. Umumnya, pelatihan diselenggarakan dalam bentuk workshop.
Sebagai gambaran, jika suatu sekolah merasa kesulitan dalam pembuatan persiapan mengajar, para guru akan membeberkan pengalaman yang telah mereka lalui. Dana penyelenggaraan pelatihan di gugus sekolah diperoleh dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
“Gugus sekolah menjadi ajang diskusi untuk melengkapi kekurangan-kekurangan guru,” ujar Muin.
Selain guru PNS, pihaknya juga memberdayakan 11 tenaga honorer untuk proses belajar mengajar. Ia berharap mereka segera diangkat menjadi PNS atau setidaknya sekolah memperoleh guru PNS tambahan. Hal itu agar guru semakin termotivasi mengajar siswanya.
Ulqi Yarrohmah (11), siswa kelas VI SDN Pantai Bahagia 02, mengaku sudah puas mengenyam pendidikan selama enam tahun di SDN Pantai Bahagia 02 itu. Menurutnya, para guru banyak menyampaikan materi pelajaran dengan bercerita. Misalnya, cerita terkait pahlawan di Indonesia. Setiap pertemuan, kisah yang disampaikan selalu bervariasi.
Dengan penyampaian lewat cerita, Ulqi lebih mudah menyerap yang disampaikan guru hingga akhirnya paham. Metode tersebut juga dinilai menyenangkan dan tidak membuat siswa cepat bosan. Jika belum paham, siswa juga didorong aktif bertanya kepada guru.
“Sejumlah guru juga meluangkan waktu untuk ngobrol di luar kelas. Jadi, enak bisa dapat masukan,” kata Ulqi.
Menurut Ulqi, guru yang ideal adalah guru yang ramah, kreatif, dan mau meluangkan waktu dengan siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Pelatihan
Ruspandi (32), guru Agama di SMAN 1 Muara Gembong, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (25/4/2018), menuturkan, dirinya telah tersertifikasi sejak 2015, yakni setelah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) selama sepuluh hari di tahun itu.
Setelah bersertifikat, Ruspandi mengakui, ada peningkatan kesejahteraan dibandingkan sebelumnya. Ia memperoleh tunjangan sertifikasi setiap tiga bulan sekali, yang besarannya satu kali gaji pokok per bulan. “Yang jelas, saya lebih terdorong untuk lebih rajin lagi menekuni profesi ini,” ujarnya saat ditemui di SMAN 1 Muara Gembong.
Dengan mengantongi tunjangan sertifikasi, Ruspandi mampu membeli laptop untuk mendukung terciptanya atmosfer belajar mengajar yang lebih interaktif. Jika sebelumnya Ruspandi lebih banyak mengandalkan metode ceramah dalam menyampaikan materi, kini ia menggunakan video dan foto sebagai bahan ajar di kelas Agama.
Penggunaan video dan foto dinilai memudahkan siswa dalam menyerap materi. Siswa juga lebih tertarik untuk berpartisipasi dalam diskusi serta lebih kerap melontarkan pertanyaan. Untuk mendorong pembangunan karakter, Ruspandi mendorong para siswa mempraktikkan ilmu yang diperoleh di luar kelas.
Meski telah memulai menggunakan komputer jinjing (laptop), Ruspandi mengaku belum mahir mengoperasikan komputer. Ia butuh waktu lebih lama untuk menguasai penggunaan teknologi. Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan soal penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar adalah dengan mengikuti pelatihan.
Tunjangan sertifikasi atau profesi yang didapat juga ia gunakan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan di luar sekolah. Sejauh ini, pelatihan yang kerap ia ikuti ialah yang diselenggarakan pihak sekolah, Dinas Pendidkan Kabupaten Bekasi, serta bersama Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
“Kolaborasi dengan guru-guru dalam pelatihan dilakukan di antaranya dengan bedah soal dan materi ajar,” kata Ruspandi.
Pertukaran ilmu sesama guru satu profesi diperlukan agar para pengajar bisa terus mengembangkan pengetahuan tentang cara berinteraksi dengan siswa. Dengan begitu, guru bisa berinovasi di kelas.
“Intinya, guru harus betul-betul bisa memfasilitasi siswa agar lebih pandai. Guru harus bisa menjadi fasilitator yang memberi ‘vitamin’ kepada siswa agar suasana di kelas menjadi lebih hidup,” tutur Ruspandi.
Dari total delapan guru PNS di SMAN 1 Muara Gembong, semuanya telah bersertifikat, termasuk Ruspandi. (ADY/ILO)