Kawasan Hutan Penting untuk Capai Kesepakatan Paris
Oleh
BRIGITTA ISWORO LAKSMI
·4 menit baca
KOMPAS/BRIGITTA ISWORO LAKSMI
Menteri Lingkungan dan Energi Australia Josh Frydenberg (kiri) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
YOGYAKARTA, KOMPAS--Keberadaan kawasan hutan dinilai penting dalam upaya menurunkan emisi dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pernyataan itu disampaikan secara langsung maupun tak langsung oleh para peserta 3rd Asia Pasific Rainforest Summit.
“Hutan memiliki produk-produk benda (tangible) dan tak benda (Intangible) termasuk keanekaragaman hayati. Hutan memiliki manfaat jangka panjang. Dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) hutan berperan dalam pencapaian beberapa tujuan TPB. Itu terkait antara lain, perubahan iklim, air, pangan, energi, kesehatan, ekosistem kawasan, kesempatan kerja, industri, kehidupan, kota berkelanjutan, konsumsi produksi berkelanjutan,” ujar Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dalam sambutan pembukaan, Senin (23/4) di Yogyakarta.
Kawasan hutan di Asia Pasifik meliputi luasan 740 juta hektar sehingga kontribusinya amat besar. Lebih dari 550 juta orang kehidupannya tergantung pada manajemen hutan berkelanjutan antara lain, restorasi dan manajemen gambut berkelanjutan, mangrove dan karbon biru, ekosistem dan ekowisata, hutan produksi, pendanaan hutan. Itu dirangkum dalam tema pertemuan itu yakni “Protecting Forest and People Supporting Economic Growth” dan dihadiri sekitar 39 negara. Dalam Kesepakatan paris, setiap negara telah menyatakan komitmen kontribusi penurunan emisi (NDC).
Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Fiji, Osea Naiqamu mengatakan, dalam upaya menurunkan emisi dari hutan, Fiji kini bekerja bersama Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dengan Bank Dunia, juga bekerja dengan GIZ (The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH), FITC (Forest Industries Training Centre). “Melindungi hutan dan gambut amat penting. Namun itu membutuhkan rencana kebijakan pembangunan yang menerus dalam kerangka kerja sesuai komitmen global dan TPB,” ujar Naiqamu.
Sementara itu Brunei Darussalam menegaskan bahwa 41 persen dari wilayah negara dinyatakan sebagai daerah konservasi dan dilindungi undang-undang. Peraturan tentang hutan sudah lahir pada tahun 1934. Produksi kayu juga dibatasi dengan kuota 800.000 meter kubik per tahun namun produksinya lebih rendah dari itu. Produksi kayu juga dijaga dengan peraturan ketat.
“Saat ini pembangunan ekoturisme berkelanjutan dan konservasi keanekaragaman hayati menjadi strategi untuk konservasi menjaga kehati, hutan hujan, dan habitat alam,” ujar Menteri Sumber Daya Utama dan Pariwisata, Brunei Darussalam, Dato Seri Setia Awang Haji Ali bin Apong.
Menteri Negara Utama, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air, Singapura Amy Khor Lean. “Hutan tropis di Asia dan Pacific mengandung 18 persen karbon dunia dan kehati yang tinggi,” ujarnya.
Lean menekankan, sebaiknya negara-negara Asia Pasifik fokus pada implementasi program untuk mempertahankan penyerapan karbon. Dia juga mengingatkan agar para produsen mepertahankan sertifikat dan mencatat jejak produksinya. Singapura akan menjadi tuan rumah pada pertemuan khusus menteri-menteri ASEAN pada Juli mendatang.
Saling belajar
Pertemuan negara-negara Asia Pasifik menekankan pada proses saling belajar dari praktik baik dan kesalahan. “Kita mau bersama-sama belajar, ini langkah baik. Australia getol mendorong ini. Saat ini yang dilakukan adalah tukar menukar usaha (manajemen hutan yang baik) lalu dibutuhkan siapa yang memimpin untuk urusan hutan hujan tropis untuk mengatasi deforestasi agar terjadi bounce back (pembalikan). Saat ini Australia dan Indonesia yang memimpin soal isu hutan tropis di kawasan ini,” kata Siti.
Pertemuan itu bertujuan mengatasi deforestasi agar terjadi pembalikan. Indonesia merupakan satu satunya negara dengan hutan luas dan di kepulauan. Hal yang harus dipelajari Indonesia adalah perdagangan karbon bagi rakyat yang menjaga hutan. “Kita termasuk ketinggalan. Kita baru punya peraturan pemerintah tentang instrumen pembiayaan tapi teknisnya seca ra detil belum ada,” katanya.
Di sisi lain, Indonesia sudah menjadi tempat belajar dari negara lain, terutama untuk masalah cara mengatasi kebakaran hutan dan manajemen gambut. “Nanti Kongo akan belajar dari kita,” ujar Siti.
Tentang kemungkinan koalisi untuk mempercepat atau menambah target dari NDC, Siti mengatakan, “Mungkin baik juga untuk dipertimbangkan sebab ketika satu negara belajar dari negara lain kan harus ada dukungan finansialnya.” Menurut dia, Indonesia mungkin tempat yang baik untuk belajar dalam hal hutanTapi saya tidak yakin bahwa kita sudah bisa menempatkan dana atau fund dalam pot untuk mendukung negara lain,” tambah Siti.
Indonesia kemarin melakukan pembicaraan bilateral dengan Australia, Brunei Darussalam, Singapura. Rencananya, menurut Sekjen Kementerian LHK Hendro hari ini akan ada bilateral dengan Fiji.
Keunikan wilayah
Sementara Direktur Umum Centre of International Forestry Research (CIFOR) Robert Nassi menggarisbawahi keunikan wilayah Asia Pasifik. Wilayah ini penuh dengan kontras. Di dalamnya ada tiga negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dan ada negara dengan penduduk hanya 1.600 orang. Banyak hutan hujan amat penting, tapi Australia memiliki hutan terkering di dunia. “Semua orang dengan banyak perbedaan ini datang untuk berkumpul karena hutan itu berarti,” ujarnya.
Hutan penting karena berkontribusi pada TPB karena kehatinya, karena ekonomi yang dihasilkan. Hutan untuk keamanan pangan. “Dari penelitian kami orang dengan makanan yang baik adalah yang tinggal di sekitar hutan,” ujarnya. Fungsi signifikan hutan antara lain penciptaan hutan dan mendinginkan suhu.