4,8 Juta Pil Koplo Siap Diedarkan ke Pelajar di Jatim
Oleh
Iqbal Basyari/Cokorda Yudistira M Putra
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Aparat Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya menangkap sindikat pengedar pil dobel L atau biasa disebut pil koplo yang menyasar pelajar di Jawa Timur. Dari enam tersangka yang ditangkap, polisi menyita sekitar 4,8 juta butir pil koplo siap edar dengan nilai Rp 2,5 miliar.
”Tangkapan ini adalah hasil pengembangan peredaran pil koplo yang ada di Surabaya. Kami berusaha melacak dari pengedar sampai ke bandar besar agar bisa menghentikan peredaran obat berbahaya ini,” kata Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Rudi Setiawan, Senin (23/4/2018), saat ungkap kasus di Markas Polrestabes Surabaya.
Hadir dalam ungkap kasus tersebut di antaranya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Jatim Brigadir Jenderal (Pol) Bambang Budi Santoso, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Surabaya Ajun Komisaris Besar Suparti.
Rudi menuturkan, enam tersangka yang diringkus adalah EN (34), AL (47), MT (25), EO (25), ST (35), dan TD (24). Pengungkapan sindikat ini berawal dari penangkapan EN pada Rabu (14/3) di Wonokromo. Selama tiga minggu, tim menangkap AL dan MT di Surabaya, sedangkan EO, ST, dan TD ditangkap di Jakarta.
”Tim dari Polsek Tegalsari yang dipimpin Kepala Polsek Tegalsari Komisaris David Triyo Prasojo memburu tersangka ke Jakarta. Kami bisa menangkap jaringan sampai ke bandar yang membawahi wilayah Jatim, yakni TD, tetapi bandar besar pemilik pabrik berinisial ED masih buron,” ujarnya.
Setelah menangkap enam tersangka tersebut, diketahui pil koplo berasal dari pabrik yang berada di Bandung, Jawa Barat. Barang tersebut lalu dikirim ke Jakarta sebelum akhirnya dikirim ke Surabaya melalui jalur ekspedisi dengan kereta api. Dari keenam tersangka, disita sekitar 4,8 juta butir pil koplo dengan nilai sekitar Rp 2,5 miliar.
Dari hasil pemeriksaan, sindikat ini sudah beroperasi selama empat tahun. Mereka mengedarkan pil koplo kepada pengedar-pengedar kecil di Surabaya. Sasaran mereka mayoritas adalah kepada pelajar-pelajar di Surabaya, Nganjuk, Malang, Tulungagung, dan Blitar.
Rudi mengatakan, pil koplo dijual secara eceran kepada palajar. Untuk satu paket pil koplo berisi 10 butir dijual seharga Rp 25.000. Harga yang terjangkau itu membuat pil koplo laris manis di kalangan pelajar. Sebab, untuk membeli satu paket hanya diperlukan patungan Rp 2.500 per orang agar bisa menikmati satu butir tiap hari.
Risma menuturkan, BNN Kota Surabaya dan Satpol PP Kota Surabaya beberapa kali menemukan anak sekolah yang mengonsumsi pil koplo. Anak-anak yang mengonsumsi pil koplo sering kehilangan konsentrasi saat belajar di sekolah. Mereka juga sering membuat keributan dengan sesama siswa di sekolah.
Risma yang geram terhadap ulah sindikat pengedar pil koplo sempat marah-marah di hadapan keenam tersangka. Dia membawa sebungkus pil koplo siap edar dan menunjukkan ke hadapan wajah tersangka. ”Bayangkan kalau anak kalian yang mengonsumsi pil koplo. Mau jadi apa mereka kalau sudah kecanduan pil koplo? Kalian sadar enggak?” kata Risma.
Menurut dia, membuat anak-anak kecanduan pil koplo sama dengan melakukan pembunuhan berencana. Tindakan ini jauh lebih berbahaya dibandingkan pembunuhan dengan senjata kimia karena merusak generasi penerus bangsa. ”Kami akan terus insentifkan operasi pil koplo kepada anak-anak sehingga bisa mendeteksi kalau ada yang kecanduan segera direhabilitasi,” kata Risma.
Membuat anak-anak kecanduan pil koplo sama dengan melakukan pembunuhan berencana. Tindakan ini jauh lebih berbahaya dibandingkan pembunuhan dengan senjata kimia karena merusak generasi penerus bangsa.
Kurir narkoba di Bali
Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Bali bersama Satuan Tugas Penanggulangan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Terorganisasi (Counter Transnational and Organized Crime/CTOC) Polda Bali menangkap VHP (41) alias Viktor yang diidentifikasi sebagai kurir narkotika jenis ekstasi. Polisi menyita 2.930 butir ekstasi yang disamarkan ke dalam kemasan biskuit renyah atau wafer yang dibawa tersangka.
Viktor ditangkap dalam sebuah pemeriksaan penumpang angkutan bus antarkota di wilayah Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali, Jumat (20/4) sekitar pukul 00.30. Hal itu disampaikan Direktur Reserse Narkoba Polda Bali Komisaris Besar M Arief Ramdhani di Polda Bali, Denpasar, Senin.
”Tim operasional Ditresnarkoba bersama Satgas CTOC memeriksa penumpang bus dan menemukan tas selempang warna hitam berisikan pil ekstasi yang dibawa salah satu penumpang,” kata Arief yang didampingi Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Hengky Widjaja.
Arief menerangkan, terdapat tiga kemasan wafer di dalam tas selempang yang dibawa Viktor. Setelah digeledah, di dalam kemasan wafer itu terdapat bungkusan plastik yang berisi pil warna hijau. Jumlah pil warna hijau itu seluruhnya sebanyak 2.930 butir. Hasil uji narkotika mengindikasikan pil hijau itu ekstasi dan positif mengandung zat amphetamine.
Viktor mengaku dirinya disuruh membawa pil ekstasi itu dari Jakarta ke Bali. ”Menurut pengakuan tersangka, dia diperintahkan seseorang yang sedang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Mataram (Nusa Tenggara Barat) untuk mengambil ekstasi itu di Jakarta lalu membawanya ke Bali,” kata Arief.
Menurut Viktor, dia mengambil ekstasi itu dari seseorang yang ditemui di Jakarta. Pertemuan itu sudah diatur oleh orang yang menyuruh Viktor mengambil ekstasi itu ke Jakarta. Viktor mengaku diberikan uang sebesar Rp 5 juta untuk mengambil ekstasi itu di Jakarta kemudian membawanya ke Bali. Arief menambahkan, polisi masih melacak orang yang memerintahkan Viktor untuk membawa ekstasi itu ke Bali.
Dari tiga bungkus wafer, dua bungkusan masing-masing berisi 1.000 butir ekstasi dan satu bungkusan lainnya berisi 930 butir. Pada pil warna hijau itu tercetak logo berupa simbol omega.
Arief mengatakan, Viktor sudah ditetapkan tersangka dan dia dijerat dengan sangkaan melanggar Pasal 114 Ayat 2 dan Pasal 112 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ”Berdasarkan Pasal 114 Ayat 2, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling singkat selama enam tahun dan denda maksimal paling besar Rp 10 miliar,” katanya.