Ibu Negara dan Pegiat Perempuan Berdialog soal Narkoba
Oleh
Andy Riza Hidayat
·2 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Ibu Negara Iriana Joko Widodo menggelar dialog dengan pegiat perempuan terkait masalah penanganan narkoba dan anak penyandang disabilitas di halaman depan Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (21/4/2018) ini.
Dialog yang digelar dalam suasana santai itu merupakan ajang berbagai persoalan antara pegiat perempuan, pejabat pemerintah, dan istri pejabat pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah. Kali ini, dialog digelar dalam rangka peringatan Hari Kartini.
Dialog yang dipandu langsung Iriana Joko Widodo dan Mufidah Jusuf Kalla itu menghadirkan Aisyah Dahlan, pegiat perempuan pencegahan narkoba, dan Trusti Moelyono, pemimpin Yayasan Sayap Ibu Bintaro. Kedua aktivis itu melayani semua pertanyaan Iriana dan Mufidah seputar kegiatan yang telah dilakukannya.
Kepada Aisyah, Mufidah Kalla menanyakan tantangan-tantangan apa yang dihadapi dalam menjalankan kegiatannya. Menurut Aisyah, penanganan pencandu narkoba tidak mudah karena narkoba mengganggu fungsi otak dan memicu orang untuk emosi. ”Keluarga kesulitan membawanya berobat. Jika anaknya belum bisa dibawa berobat, kami mohon orangtua berkonsultasi kepada kami,” kata Aisyah memberi saran.
Aisyah mengatakan memiliki kiat-kiat untuk membujuk anak-anak yang kecanduan narkoba. Salah satu caranya adalah melibatkan teman-temannya, orangtuanya, dan lingkungan sekitar. Dengan cara itu, membujuk mereka yang kecanduan narkoba untuk menjalani rehabilitasi dapat dilakukan.
Iriana terkejut saat Aisyah menyampaikan bahwa pencandu narkoba dapat diawali dengan persentuhan anak-anak pada benda di sekelilingnya. Benda yang dimaksud antara lain lem, spidol, bensin, dan pembersih kamar mandi. Dengan menghirup barang-barang itu, anak mulai terkena zat adiktif. Kegiatan seperti ini, kata Aisyah, sulit dihentikan karena telah menjadi kebiasaan.
Pertanyaan serupa ditujukan kepada Trusti Moelyono, pemimpin Yayasan Sayap Ibu Bintaro. Menurut Trusti, tantangan menghadapi anak-anak penyandang disabilitas justru datang dari keluarga mereka sendiri.
Sebagian besar penyandang disabilitas yang parah dianggap sebagai aib, hal yang memalukan, dan mereka akhirnya disembunyikan. ”Mereka dianggap barang dan tidak diapa-apakan. Padahal, mereka seharusnya dapat diperlakukan lebih baik ke tempat terapi,” kata Trusti.
Pada kondisi ini, keluarga dan lingkungan sekitar memegang peranan penting. Anak-anak seperti itu perlu diperlakukan sama dengan anak pada umumnya. Mereka dapat hidup lebih produktif untuk lingkungan sekitarnya. Menurut Iriana, lingkungan sekitar anak harus mendukung program seperti ini.
Hadir dalam acara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Di lokasi yang sama, hadir para istri menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja. Melengkapi mereka, hadir para istri gubernur se-Indonesia dan sejumlah pegiat perempuan.