Semrawut, Area Sekitar Stasiun Perlu Ditata
JAKARTA, KOMPAS — Area luar beberapa stasiun di DKI Jakarta belum tertata dengan baik. Selain akses bagi pejalan kaki yang belum memadai, banyaknya ojek daring yang bergerombol menunggu pesanan kerap memenuhi hingga separuh badan jalan dan menimbulkan kemacetan.
Berdasarkan pantauan Kompas di sekitar Stasiun Palmerah, Jakarta, Rabu (18/4/2018) sekitar pukul 08.30, Jalan Tentara Pelajar yang mengarah ke Perumahan Permata Hijau dipadati ratusan pengojek daring yang menunggu pesanan dari penumpang yang baru sampai di stasiun untuk melanjutkan perjalanan. Meski menunggu di tepi jalan, jumlah ojek daring yang banyak membuat mereka memenuhi hampir setengah badan jalan yang terdiri atas tiga lajur.
Hal itu menyebabkan terjadi kemacetan yang cukup panjang di sepanjang jalan sebelum stasiun. Kemacetan bahkan terjadi mulai dari depan palang pintu persimpangan rel kereta api di bawah jalan layang (flyover) Jalan Gatot Subroto.
Seorang petugas polisi lalu lintas yang coba menertibkan ojek daring yang berhenti hampir di tengah jalan terlihat kewalahan karena jumlah ojek daring yang sangat banyak. Setelah satu motor bergeser ke tepi jalan, kembali datang motor ojek daring lain yang berhenti di tengah jalan karena penuhnya bagian tepi jalan.
Kondisi tidak berbeda jauh juga terjadi di bagian Jalan Tentara Pelajar yang mengarah ke Jalan Penjernihan atau Tanah Abang. Banyaknya ojek daring yang menunggu pesanan, ditambah beberapa kendaraan umum lain, seperti bus kopaja, yang ngetem membuat kemacetan panjang terjadi. Kemacetan ini dimulai dari sebelum lampu merah persimpangan pintu rel kereta api yang mengarah ke Pasar Palmerah.
Totok (25), karyawan swasta yang sehari-hari melintasi Jalan Tentara Pelajar dari arah Permata Hijau, mengatakan, kemacetan panjang yang terjadi biasanya disebabkan banyaknya ojek daring yang menunggu penumpang. Para ojek daring memenuhi hingga separuh badan jalan.
”Selepas stasiun, biasanya sudah tidak terlalu macet karena sudah tidak ada lagi ojek daring yang mangkal. Mau bagaimana lagi, masyarakat juga butuh ojek daring kalau habis naik kereta buat melanjutkan perjalanan,” tutur Totok.
Lebih parah
Kondisi yang lebih parah terlihat di Stasiun Tebet. Tidak tertatanya tempat parkir antara mikrolet, ojek daring, ojek konvensional, dan bajaj membuat area pejalan kaki sudah tidak terlihat dengan jelas. Pejalan kaki harus berjalan di badan jalan bersamaan dengan angkutan umum lain.
Ketika keluar dari stasiun yang akan mengarah ke Jalan Casablanca, penumpang dihadapkan pada banyaknya pedagang kaki lima yang berjejer. Setelah itu, penumpang harus turun ke bahu jalan karena bagian jalan di kolong jalan layang ditempati oleh mikrolet yang ngetem.
Mikrolet tersebut pun kerap membuat beberapa bus transjakarta tidak dapat melintas karena lebar jalan termakan mikrolet yang ngetem. Di tempat itulah pejalan kaki harus berjalan.
Setelah melalui impitan tersebut, pejalan kaki akan menghadapi puluhan ojek konvensional yang memarkir kendaraannya di tepi jalan. Di belakang barisan ojek konvensional, berjejer puluhan bajaj yang juga menunggu penumpang di depan stasiun.
Setelah berjalan ke arah Jalan Casablanca beberapa meter kemudian, penumpang akan dihadapkan pada ratusan ojek daring yang menunggu pesanan, tidak jarang saat ramai pengojek daring ”memakan” hampir separuh badan jalan dan membuat kemacetan.
”Memang semrawut keadaannya di sekitar Stasiun Tebet kalau pagi. Selain banyak pedagang, di depan Warunk Upnormal juga jadi pangkalan ojek daring yang nunggu order dari stasiun,” kata Rendy (24), penumpang KRL yang setiap hari turun di Stasiun Tebet untuk berangkat ke kantornya.
Rendy menilai, perlu usaha ekstra bagi pemerintah daerah untuk menata kawasan tersebut. Selain trotoar yang harus steril untuk pejalan kaki, harus ada petugas yang senantiasa menertibkan ojek daring yang mangkal di badan jalan agar tidak terjadi kemacetan.
”Kalau ada kawasan khusus untuk ojek daring bisa saja, tetapi tempat itu juga harus disepakati bersama di mana agar penumpang juga tidak dirugikan. Akan tetapi, kalau cuma kebijakan itu tidak cukup karena yang bikin semrawut di sini bukan saja ojek daring, melainkan pedagang dan angkutan lainnya,” tutur Rendy.
Terintegrasi
Wakil Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, hingga kini Pemprov DKI tengah mendesain cara agar antara angkutan umum yang satu dan yang lain saling terintegrasi. Ia mengakui, saat ini kendaraan roda dua masih mendominasi jalan-jalan di Ibu Kota.
Sigit menilai, perlu ada penataan lebih lanjut terkait area luar stasiun KRL. Hal itu karena kereta api bukan moda transportasi akhir warga. Warga masih membutuhkan transportasi lanjutan setelah menggunakan KRL.
”Teman-teman online (ojek daring) juga harus mau diatur. Misalnya, kita bicara jumlah, sistem antrean yang akan disepakati. Ini menjadi pemikiran bersama dan masih kami rencanakan agar bisa ada pengaturannya,” ucap Sigit.
Ia mengakui, untuk area sekitar Stasiun Tebet, masih banyak angkutan umum lain yang belum tertata dengan baik. Akibatnya, terjadi penumpukan di kolong jalan layang.
”Untuk yang di Stasiun Palmerah juga kami masih komunikasi terus dengan instansi terkait, termasuk pihak ojek online. Kami ingin agar semua angkutan umum di DKI terintegrasi, masih akan kita atur,” ujar Sigit.
”Selama ini, kan, turun dari JPO (jembatan penyeberangan orang) langsung ke trotoar. Selain kurang aman, juga terkadang menyebabkan kemacetan lalu lintas di sekitarnya,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Risal Wasal menyebutkan, saat ini semua rencana integrasi angkutan umum di beberapa stasiun sudah terkonsep. Hanya pembangunannya yang belum dilaksanakan karena menunggu skema pembangunan yang disepakati nantinya, apakah melibatkan swasta atau murni pemerintah yang membangun.
”Memang perlu kami atur agar teman-teman online (ojek daring) menaikkan dan menurunkan penumpang tidak di jalan. Makanya kami harap online dan penumpang bisa ikut aturan kalau sudah kami siapkan tempat khususnya nanti. Penumpang juga harus tahu diri. Jalanlah sedikit 10-20 meter sampai tempat naik turun penumpang ojek daring,” tutur Risal.
Risal mengatakan, pengaturan tempat khusus diperlukan mengingat ketersediaan lahan terbatas. Ia mencontohkan, di Stasiun Dukuh Atas, setiap kali kereta berhenti, penumpang yang turun sebanyak 2.000 orang. Dari jumlah itu, 200 penumpang memesan ojek daring untuk angkutan lanjutan.
Pembuatan tempat khusus tersebut nantinya akan difokuskan di beberapa stasiun yang dianggap memiliki kapasitas penumpang yang besar, antara lain Dukuh Atas, Tanah Abang, Palmerah, Manggarai, Sudirman, Juanda, dan Cikini.