Sangat Mungkin Data Pribadi Diolah untuk Kepentingan Politik di Indonesia
Oleh
DD08
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aplikasi seperti ”thisisyourdigitallife” yang dibangun peneliti dari Cambridge University Aleksandr Kogan pada platform Facebook berpotensi digunakan untuk kepentingan politik di Indonesia. Saat ini sistem seperti yang dibangun Cambridge Analytica sudah ada di Indonesia, tetapi digunakan untuk kepentingan pemasaran produk, belum sampai digunakan untuk kepentingan politik. Hanya saja, kemungkinan memanfaatkan untuk kepentingan politik bisa saja terjadi.
Direktur Eksekutif ICT Watch Donny BU mengatakan, aplikasi yang dibangun Kogan merupakan aplikasi umum yang dapat dibangun melalui media sosial, seperti Facebook. Aplikasi tersebut akan meminta izin penggunaan data dari pengguna yang ingin menginstalnya.
”Banyak pengguna akan langsung menginstal tanpa memperhatikan izin penggunaan data tersebut,” kata Donny saat dihubungi di Jakarta, Rabu (18/4/2018). Data tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan, salah satunya kepentingan politik seperti yang dilakukan Cambridge Analytica (CA) dalam pemilu di AS pada 2016.
Data yang dimiliki pengguna akan dieksploitasi untuk sebuah tujuan. Akibatnya, seseorang akan dikonstruksi secara sosial. Secara finansial, pengguna tidak akan dirugikan. Namun, pengguna dirugikan dalam perlindungan data pribadi.
Pengguna juga akan dibangun melalui rekayasa pemikiran. ”Mereka akan diarahkan pada pandangan tertentu sesuai dengan data yang dimiliki pengguna, salah satunya data kegemaran,” kata Donny.
Donny mengatakan, tidak dimungkiri, pandangan yang diberikan akan membahayakan ketahanan nasional karena menggunakan isu-isu yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan.
Mereka akan diarahkan pada pandangan tertentu sesuai dengan data yang dimiliki pengguna, salah satunya data kegemaran.
Founder Drone Emprit Ismail Fahmi mengatakan, ujaran kebencian akan dapat cepat diterima pengguna karena aplikasi tersebut menyesuaikan dengan data yang dimiliki pengguna. Ismail berharap pemerintah harus memiliki aturan tegas yang harus dipatuhi pengembang aplikasi. ”Konten yang memiliki muatan ujaran kebencian dan mengarah pada usaha pemecahbelahan harus ditutup,” kata Ismail.
Ia pun meminta masyarakat agar melaporkan konten yang membahayakan. Selain itu, setiap partai politik juga perlu dilibatkan agar memiliki komitmen tidak memproduksi konten yang saling menjatuhkan satu sama lain dan berpotensi memecah belah persatuan.
Ismail mengatakan, di Indonesia banyak aplikasi yang memiliki cara kerja seperti yang dikembangkan CA. Namun, aplikasi tersebut digunakan untuk kepentingan pemasaran produk.
Donny mengatakan, sistem kerja seperti CA telah digunakan di Indonesia untuk konsultan komunikasi publik, agensi, dan lembaga riset. Mereka memanfaatkan data yang dimiliki pengguna media sosial untuk menyusun dan mengeksekusi program komunikasi atau kampanye.
Untuk saat ini, belum ditemukan aplikasi di Indonesia yang menggunakan sistem algoritma untuk kepentingan politik. ”Kemungkinan ada pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu, tetapi perlu diteliti lebih lanjut,” kata Ismail.
Satu juta
Lebih dari satu juta pengguna Facebook dari Indonesia terdampak kasus CA. Permasalahan tersebut muncul karena pengembang aplikasi ”thisisyourdigitallife” telah melanggar kebijakan dari Facebook.
Berdasarkan data dari Facebook, 748 orang Indonesia telah menginstal aplikasi ”thisisyourdigitallife” melalui platform Facebook sejak aplikasi tersebut diluncurkan pada November 2013 sampai dengan 17 Desember 2015. Jumlah tersebut mewakili sekitar 0,25 persen dari total jumlah unduhan aplikasi secara global.
Kepala Kebijakan Publik Facebook untuk Indonesia Ruben Hattari mengatakan, ada tambahan sekitar 1.095.918 orang Indonesia yang kemungkinan terkena dampak dari kejadian yang dilakukan CA. Mereka merupakan teman dari orang yang telah menginstal aplikasi ”thisisyourdigitallife”.
”Secara total, 1.096.666 orang Indonesia yang terkena dampak dari kejadian yang dilakukan CA atau 1,3 persen dari total jumlah orang yang terkena dampak secara global,” kata Ruben dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi I DPR RI di Jakarta.
Ruben mengatakan, kasus CA terjadi bukan karena kebocoran data. Ia menjelaskan, kejadian tersebut tidak ada kaitannya dengan pihak ketiga yang menembus sistem Facebook.
Pada 2013, peneliti dari Cambridge University, Aleksandr Kogan, membuat sebuah aplikasi kuis kepribadian dengan nama ”thisisyourdigitallife”. Aplikasi tersebut diinstal sekitar 300.000 orang yang membagikan data pribadi dan beberapa data teman mereka. Akibatnya, Kogan dapat mengakses puluhan juga data teman-teman dari orang yang menginstal aplikasi tersebut.
Untuk menghindari penyalahgunaan data, Facebook mengubah kebijakan platform pada tahun 2014. Mereka membatasi aplikasi seperti yang dibuat Kogan agar tidak dapat lagi meminta data yang dimiliki teman pengguna aplikasi. Facebook juga mengharuskan pengembang aplikasi mendapatkan persetujuan sebelum meminta data yang sensitif dari pengguna.
Pada 2015, Kogan telah membagikan data dari aplikasinya kepada CA. Ruben mengatakan, membagikan data orang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut merupakan sebuah pelanggaran dalam kebijakan Facebook. Oleh karena itu, Facebook memblokir aplikasi milik Kogan. ”Kami telah meminta Kogan dan CA menghapus semua data yang diperoleh secara ilegal,” kata Ruben.
Pada kenyataannya, CA belum menghapus data tersebut. Bahkan, pada 2016 CA menggunakan data tersebut untuk kepentingan Donald Trump dalam Pemilu AS.
Facebook telah menangguhkan akses CA dan perusahaan induknya, SCL, dari semua layanan. Vice Presiden of Public Policy Facebook untuk Asia Pasifik Simon Milner mengatakan, Facebook masih membantu penyelidikan yang dilakukan Komisioner Informasi Inggris (ICO). ”ICO meminta kami menunda langkah audit dan pencarian fakta tertentu sambil menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan mereka,” kata Simon.