Butuh Uang untuk Berobat dan Pendidikan Anak, Mujianto Jual Ginjal
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Seorang lelaki yang belakangan diketahui bernama Mujianto (53) menawarkan ginjalnya di pusat kota Banyuwangi. Hal itu dilakukan guna mengobati penyakitnya dan pendidikan anaknya.
Keberadaan Mujianto yang menawarkan ginjalnya diketahui warga yang berada di sekitaran Simpang Perliman, Banyuwangi, Rabu (18/4/2018). Salah satu warga yang melintas mengabadikan aktivitas Mujianto itu.
Dalam foto tersebut, tampak Mujianto yang mengenakan jaket merah memegang kardus bertuliskan ”Dijual Ginjal Sehat”. Dalam kardus itu, ia juga menuliskan nomor telepon pribadinya.
Kompas pun mencari keberadaan Mujianto di Simpang Perliman. Namun, Mujianto sudah dibawa ke RSUD Blambangan oleh petugas dinas sosial.
Di RSUD Blambangan, Mujianto langsung mendapat perawatan intensif di ruang instalasi gawat darurat (IGD). Dari pantauan Kompas, Mujianto yang terbaring lemah tampak menggunakan alat bantu pernafasan.
Saat Kompas hendak mengabadikan kondisi Mujianto, dokter jaga IGD RSUD Blambangan melarang. Wawancara dengan Mujianto akhirnya hanya bisa dilakukan melalui telepon.
Mujianto mengatakan, niatan menjual ginjal dilakukan untuk pengobatan sakit paru-paru yang dideritanya dan biaya pendidikan anak bungsunya. Ia berharap ginjalnya dapat dihargai sekitar Rp 500 juta.
Ayah empat anak itu mengatakan, dirinya divonis sakit paru-paru akut. Untuk pengobatan penyakitnya itu, ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 350.000 setiap 10 hari sekali. Biaya itu untuk keperluan pembelian obat dan terapi oksigen.
”Saya juga butuh uang untuk sekolah anak saya yang paling kecil. Anak saya yang pertama sudah berkeluarga, anak kedua dan ketiga terpaksa putus sekolah. Jangan sampai anak saya yang kelas 5 SD ini juga harus putus sekolah,” tuturnya.
Saya juga butuh uang untuk sekolah anak saya yang paling kecil. Anak saya yang pertama sudah berkeluarga, anak kedua dan ketiga terpaksa putus sekolah. Jangan sampai anak saya yang kelas 5 SD ini juga harus putus sekolah.
Niat untuk menjual ginjal, lanjut Mujianto, merupakan alternatif kedua setelah usahanya mencari pekerjaan selalu terhalang kesehatannya. Selama ini, Mujianto bekerja serabutan sebagai buruh bangunan. Namun, dalam tujuh tahun terakhir, Mujianto lebih sering menganggur, sementara dua tahun terakhir ia sama sekali tidak bekerja.
Tindakannya menjual ginjal sebenarnya sudah diketahui istrinya. Ia juga sudah dilarang untuk melakukan aksi jual ginjal itu.
Mujianto tetap nekat melakukan aksinya dengan bekal Rp 100.000 pinjaman dari adiknya. Sejak pukul 10.00, ia pergi meninggalkan rumah miliknya yang berdiri di atas tanah orang lain. Sekitar pukul 11.00, ia tiba di Simpang Perliman dan melangsungkan aksinya.
”Saya butuh uang untuk pengobatan penyakit saya dan untuk pendidikan anak. Saya juga harus membayar utang sebesar Rp 12 juta,” ucap Mujianto mengiba.
Namun, sebelum ada yang menawar ginjal miliknya, Mujianto sudah lebih dahulu dirujuk ke RSUD Blambangan. Kepala RSUD Blambangan dr Taufik Hidayat mengatakan, pasien atas nama Mujianto dirawat menggunakan fasilitas BPJS.
”Karena menggunakan BPJS, kami pastikan pasien Mujianto tidak dikenai biaya. Kami akan fokus pada penyembuhan pasien sambil berkoordinasi dengan Camat Muncar dan dinas sosial untuk mencarikan pekerjaan baginya,” tutur Taufik.