DEPOK, KOMPAS — Hingga saat ini, lebih dari 2.000 desa di Indonesia belum dialiri listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana membahas skema pembiayaan untuk melistriki desa-desa itu. Pembahasan itu akan melibatkan kementerian atau lembaga yang menyangkut keuangan negara.
”Misalnya Otoritas Jasa Keuangan atau Kementerian Keuangan. Rencananya kami akan bahas pada 24 April ini,” ujar Sekretaris Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Wawan Supriatna saat ditemui setelah acara Gunadarma Sharia Economic Event di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, Selasa (17/4/2018).
Listrik untuk desa ini bersifat nonkomersial. Menurut Wawan, pihak pengembang sulit untuk menyanggupi pembangunan pembangkit listrik, terutama di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Apabila menyanggupi, warga desa di sana sulit membayar tarif listrik.
Oleh sebab itu, skema pembiayaan listrik untuk desa dibahas dalam ranah pemerintah. ”Masih ada sekitar 2.500 desa yang memerlukan listrik. Saat ini kami tengah mengkaji aliran listrik untuk desa di Pegunungan Tengah, Papua," ujar Wawan.
Masih ada sekitar 2.500 desa yang memerlukan listrik. Saat ini kami tengah mengkaji aliran listrik untuk desa di Pegunungan Tengah, Papua.
Sebagian besar desa yang belum dialiri listrik berada di wilayah timur Indonesia. Bentuk bantuan listrik yang diberikan kepada desa-desa itu berupa lampu tenaga surya hemat energi serta pembangkit dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Dari segi target jumlah desa yang akan dialiri listrik, Wawan mengatakan, angkanya mengacu pada rasio elektrifikasi nasional sebesar 99 persen pada 2019. Hingga saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia berkisar 96 persen. ”Kalau desa-desa ini dialiri listrik, rasio elektrifikasi meningkat,” ujarnya.
Ditemui secara terpisah dalam kesempatan yang sama, Sekretaris II Yayasan Lanterha Wilman Ramdani mengakui, keuangan sebagai salah satu tantangan untuk mengalirkan listrik ke desa. Saat ini, yayasannya sudah menerapkan EBT di tiga desa di kawasan Bogor dan Bandung.
Pendampingan
Selain keuangan, tantangan lain yang dihadapi dalam membangun pembangkit listrik EBT di desa ialah pendampingannya. ”Belum tentu warga di desa bisa memeliharanya,” ujar Wilman.
Oleh sebab itu, Wawan mengatakan, pendampingan warga desa dalam mengelola pembangkit listrik EBT turut menjadi komitmen pemerintah daerah.
Sejak pengembang membangun pembangkit, pelatihan operator untuk mengoperasikannya, memahami sistemnya, dan memperbaikinya secara sederhana dimulai.
Wawan melanjutkan, operator ini harus digaji oleh pemerintah daerah. Biaya itu dapat diberikan melalui pola pengusahaan, misalnya badan usaha milik desa.