PONTIANAK, KOMPAS — Satuan Polisi Kehutanan di Kalimantan Barat menggerebek industri pengolahan kayu di Kabupaten Bengkayang, Jumat (13/4/2018). Aparat menyita 512 kayu olahan ilegal bernilai ekonomi sekitar Rp 100 juta.
Petugas yang melakukan penggerebekan itu berasal dari gugus Reaksi Cepat Brigade Bekantan Seksi Wilayah III Pontianak pada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan.
Kepala Seksi Wilayah III Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan David Muhammad, Senin (16/4/2018), mengatakan, penggerebekan merupakan tindak lanjut dari kegiatan Operasi Pengamanan Kawasan Hutan Lindung Gunung Bawang, Bengkayang, yang dilaksanakan Tim Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC).
Pada Rabu (11/4/2018) pukul 11.00 WIB, tim SPORC telah menangkap lima pelaku pembalakan liar di Hutan Lindung Gunung Bawang.
Menurut David, lima pelaku itu, yakni KS (43) DY (29), NS (41), LI (34), dan DN (43), tertangkap tangan pada saat menebang dan membelah pohon jenis meranti, leladan, dan majau berdiameter 70 sentimeter-90 sentimeter dengan menggunakan gergaji mesin.
”Di tempat kejadian perkara ditemukan juga beberapa pohon yang sudah dibelah menjadi kayu olahan dan jalan rel untuk mengeluarkan kayu,” ungkap David.
KS, DY, NS, LI, dan DN telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana kehutanan. Mereka melanggar Pasal 82 Ayat 1 Huruf c dan Pasal 84 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusak Hutan.
Ancaman hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.
Lima pelaku tersebut ditahan di Rutan Singkawang. Sementara itu, barang bukti berupa lima gergaji mesin beserta potongan kayu hasil pembalakan liar telah disita penyidik penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku didapat keterangan bahwa kayu-kayu hasil pembalakan liar Hutan Lindung Gunung Bawang dijual ke Singkawang dan Bengkayang.
Industri kayu di Bengkayang yang digerebek itu turut menampung dan mengolah kayu hasil pembalakan liar itu juga.
Dari hasil pemeriksaan terhadap industri pengolahan kayu di pengolahan kayu, ditemukan 512 batang kayu tanpa dilengkapi dengan dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH).
Pemilik pusat pengolahan kayu tersebut berinisial ES alias AF (48). Berdasarkan dua alat bukti, AF ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 83 Ayat 1 Huruf b dan atau Pasal 87 Ayat 1 Huruf b dan atau Pasal 87 Ayat 1 Huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
”Ancaman hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar,” ujar David.
Dalam penanganan perkara ini juga didukung Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah VIII Pontianak dalam hal pengukuran, saksi ahli, lacak balak, dan audit dokumen kayu.
Dalam kasus ini penyidik akan mengusut dan mengungkap pelaku lainnya yang diduga terlibat.
Daerah yang rawan pembalakan tidak hanya Hutan Lindung Gunung Bawang, tetapi juga taman nasional. Salah satunya Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) di Kabupaten Kayong Utara.
Bahkan, bulan Maret, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Wilayah III menangkap auktor intelektual sindikat perdagangan kayu ilegal berinisial NAS (45).
Penangkapan NAS hasil pengembangan kasus empat kapal pengangkut kayu ilegal jenis belian di Sungai Matan dan Sungai Batu Barat, Kayong Utara, bulan Januari.
NAS orang yang menyuruh tersangka lainnya, JUM dan KAD, melakukan kegiatan pengangkutan kayu belian secara ilegal yang diduga berasal hasil tebangan liar di TNGP.
Kepala Balai TNGP Dadang Wardhana semakin mengintensifkan patroli agar tidak ada celah bagi pembalak masuk ke TNGP, selain itu meningkatkan kerja sama dengan SPORC.