WASHINGTON DC, SENIN — Gedung Putih, Minggu (15/4/2018) malam, menegaskan, tujuan kehadiran Amerika Serikat di Suriah tidak berubah sekalipun muncul banyak kecaman atas serangan ke negara yang sudah tujuh tahun dilanda perang saudara itu.
”Misi AS tidak berubah, sekalipun Presiden Donald Trump menginginkan agar pasukan AS segera pulang,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Sanders dalam sebuah pernyataan.
AS bertekad untuk sepenuhnya menghancurkan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan menciptakan kondisi yang akan mencegah kemunculannya kembali.
”Selain itu, kami juga mengharapkan sekutu regional dan mitra kami mengambil tanggung jawab yang lebih besar secara militer dan finansial untuk mengamankan kawasan itu,” kata Sanders.
Pernyataan itu muncul beberapa jam setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa Paris telah meyakinkan Trump agar tetap terlibat di Suriah ”untuk jangka panjang”.
”Sepuluh hari yang lalu, Presiden Trump mengatakan, AS mempunyai kewajiban untuk keluar dari Suriah,” kata Macron.
Presiden Perancis itu berbicara di televisi nasional dan disiarkan beberapa hari setelah negaranya bergabung dengan AS dan Inggris dalam serangan ke fasilitas yang diduga sebagai gudang senjata kimia rezim Presiden Bashar al-Assad.
Ketiga sekutu bergabung untuk serangan rudal seminggu setelah serangan mematikan di kota Douma, yang menyebabkan kematian dan cacat akibat serangan yang mengandung unsur kimia, seperti klorin dan gas sarin.
”Saya menjamin, kami telah meyakinkannya (Trump) bahwa perlu tinggal (di Suriah) untuk jangka yang panjang,” kata Macron kepada wartawan perang Jean-Jacques Bourdin dan Edwy Plenel.
Menurut Macron, intervensi tiga negara itu ke Suriah sah dan mendesak kekuatan internasional untuk mendorong solusi diplomatik terhadap perang tujuh tahun yang brutal.
”Kami belum menyatakan perang terhadap rezim Bashar al-Assad,” kata Presiden Perancis berusia 40 tahun itu dalam wawancara televisi.
Namun, Macron menyatakan, intervensi militer Perancis untuk pertama kali dalam masa kepresidenannya memang diperlukan untuk mengirim pesan kepada dunia bahwa penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil itu tidak dibenarkan dan tidak akan luput dari hukuman.
”Kami memiliki legitimasi internasional penuh terkait dengan campur tangan dalam kasus serangan ke Suriah,” kata Macron.
Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Perancis, Minggu (15/4/2018), juga sudah mulai menyampaikan keinginan kuat mereka untuk menggerakkan kembali upaya damai di Suriah.
Upaya diplomatik itu dilakukan ketiga negara setelah mereka menembakkan sedikitnya 105 rudal ke arah berbagai sasaran yang ditengarai sebagai fasilitas senjata kimia di dekat kota Damaskus dan Homs, Suriah, Sabtu (14/4/2018) dini hari.
Serangan rudal AS, Inggris, dan Perancis tersebut merupakan aksi balasan atas dugaan kuat rezim Presiden Assad menggunakan senjata kimia dalam serangan terhadap warga sipil di kota Douma, Ghouta timur, 7 April 2018.
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson, Minggu (15/4/2018), menegaskan akan melanjutkan tekanan terhadap Presiden Assad agar bersedia duduk di meja perundingan.
Ia mengatakan, sejauh ini belum mengetahui bagaimana cara Assad membalas serangan rudal pada Sabtu dini hari lalu. Namun, Inggris dan negara mitra akan melanjutkan tekanan agar Assad bersedia duduk di meja perundingan.
Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian kepada koran Journal Du Dimanchemengimbau, mengatakan, Rusia bergabung dalam upaya mencari solusi politik di Suriah.
”Hendaknya bersatu upaya kita mendukung proses politik di Suriah, yang memungkinkan menemukan jalan keluar dari krisis,” ujar Le Drian.
Menlu Jerman Heiko Maas menegaskan, Jerman siap bergabung dengan Perancis dalam upaya mewujudkan gencatan senjata abadi di Suriah. (AFP/REUTERS/AP/MTH)