Suasana Kebersamaan Iringi Pindahan Redaksi ”Kompas”
JAKARTA, KOMPAS — Redaksi harian Kompas melakukan prosesi pindah kantor dari gedung Kompas Gramedia menuju Menara Kompas, Sabtu (14/4/2018) dini hari. Prosesi ini menunjukkan kebersamaan yang ada di antara para karyawan dan diharapkan dapat membawa semangat baru dalam menghadapi tantangan dalam industri media saat ini.
Wakil Pemimpin Umum Kompas Rikard Bagun di kantor Kompas Gramedia (KG), Jakarta, Jumat (13/4/2018) malam, menyatakan, acara ini mengambil momentum Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW untuk menggambarkan perjalanan secara simbolik harian Kompas menuju tempat yang lebih baik.
Rikard mengatakan, apa yang telah dikembangkan akan berbuah di tempat yang baru. Ia berujar, perpindahan bertujuan untuk mencari makna. Ia berharap, setelah eksis lebih dari 50 tahun, Kompas akan terus-menerus berjalan dan mampu membuktikan bahwa tantangan bisa diubah menjadi peluang.
”Kita di sini, generasi Kompas yang berikutnya, mari menyatukan seluruh keinginan, menyerahkan kepada Yang di Atas seperti perjalanan spiritual Isra Mi’raj, perjalanan ke tempat yang lebih tinggi. Kita sudah 50 tahun dan akan terus berjalan. Kita membuktikan tantangan dapat diubah menjadi peluang,” kata Rikard dalam sambutan jelang prosesi pindahan.
Perjalanan ini dilakukan dari gedung Kompas Gramedia di Jalan Palmerah Selatan No 26-28 menuju Menara Kompas di Jalan Palmerah Selatan No 21, tepat di seberang gedung Kompas Gramedia. Sebelumnya, para karyawan redaksi berkumpul dan bercengkerama di ruang redaksi.
Wartawan Kompas, Ilham Khoiri, mengatakan, pindahan bukan hal pertama yang dilakukan oleh salah satu koran nasional ini. Pertama kali didirikan, Kompas berkantor di Pintu Besar, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pada 1991, Kompas pindah ke gedung Kompas Gramedia. Ruang redaksi sendiri berada di lantai 3.
Di hadapan karyawan redaksi lainnya, Ilham menyatakan, Kompas sudah dianggap sebagai rumah kedua. Dalam menjalani industri media, semua pihak harus bekerja sama untuk membuat berita yang bisa mengawal Indonesia menjadi lebih baik dan toleran. Ia berharap, seluruh karyawan tetap mempertahankan kultur kerja yang sudah dibangun selama ini dan bisa mengembangkannya menjadi lebih baik.
”Setelah 28 tahun di sini (KG), kita akan pindah ke Menara Kompas di depan. Di sini kita banyak tradisi baik. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Saling kritik dan saling mengingatkan. Kita membangun rumah ini sebagai miniatur Indonesia. Apa pun agama, suku, ras, dan golongannya. Kita semua menjadi saudara di rumah ini,” katanya. Ilham kemudian mengawali prosesi dengan membaca doa dalam bahasa Arab.
Prosesi ini dilakukan dengan arak-arakan bernuansa Jawa. Direktur Eksekutif Bentara Budaya Frans Sartono menjelaskan, arak-arakan sederhana ini membawa serangkaian peralatan secara simbolis, yaitu dua mesin tik dan kursi redaksi. Selain itu, beberapa karyawan membawa foto pendiri Kompas, yaitu PK Ojong dan Jakob Oetama, teks visi dan misi Kompas serta Kompas edisi pertama.
Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Trias Kuncahyono dan Ninuk Mardiana Pambudy berada di barisan kedua dalam arak-arakan. Mereka membawa keranjang anyaman yang berisi padi dan palawija, seperti pisang dan ketela.
Frans memaparkan, tanaman pangan yang dibawa ini merupakan simbol kemakmuran dan kesejahteraan yang diharapkan akan didapatkan di tempat yang baru.
”Semua ini dimaknai bahwa apa yang dibawa tidak sekadar fisik, melainkan juga kultur kerja, semangat, kebersamaan. Kita akan bersama-sama menghayati itu semua dengan mengiring perpindahan ini,” tuturnya.
Tepat pukul 00.00 pergantian hari dari Jumat ke Sabtu, arak-arakan dimulai dari lantai 3 gedung Kompas Gramedia. Arak-arakan diiringi ”Kidung Rumekso Ing Wengi”. Konon, ujar Frans, kidung ini digubah oleh Sunan Kalijaga. Makna dari kidung ini adalah permohonan keselamatan, kesejahteraan, serta kehidupan yang lebih baik.
Perjalanan ke lobi redaksi Kompas di Menara Kompas lantai 5 sebagai titik akhir arak-arakan memakan waktu sekitar 15 menit. Prosesi ini ditutup oleh doa yang dibawakan oleh Aloysius Budi Kurniawan. Setelah itu, setiap benda yang diarak sebelumnya disusun di tempat yang telah ditentukan.