BOGOR, KOMPAS – Dasar hukum pelaksanaan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan atau ISPO bakal menggunakan peraturan presiden. Ini diharapkan dapat mengerahkan kewenangan dan tanggung-jawab kementerian terkait untuk ikut ambil bagian dalam memberikan solusi dan pengawasan akan pelaksanaan ISPO yang kredibel.
Kementerian Koordinator Perekonomian menjanjikan perpres ini selesai dibahas dan diteken Presiden pada pertengahan tahun atau paling telat akhir tahun ini.
Perpres yang diklaim berisi penguatan ISPO yang pernah diberlakukan sebelumnya ini menjadi jawaban Indonesia atas ancaman penghentian penggunaan biodiesel berbahan minyak sawit oleh Parlemen Uni Eropa secara bertahap hingga 2021 mendatang. Beberapa alasannya yaitu deforestasi, pekerja anak, dan hak asasi manusia dalam kebun sawit di Indonesia.
Di sisi lain, sertifikasi wajib ini akan membantu mengurai benang-kusut pendataan akan pengelolaan, status, dan penguasaan kebun sawit milik perusahaan maupun masyarakat kecil.
“Dengan perpres semua kementerian lembaga yang terkait kuat dengan pembangunan kelapa sawit sudah diberikan slot diberikan,” kata Wilistra Danny, Asisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura, Kementeian Koordinator Perekonomian, Kamis (12/4/2018), di Bogor, di sela-sela diskusi Sawit dan Deforestrasi Hutan Tropika?? Diskusi diselenggarakan Pusat Kajian dan Advokasi Konservasi Alam (Pusaka Kalam) dan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Lintas sektoral
Saat ini bicara sawit itu bicara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Pertanian.
Wilistra mengatakan, melalui perpres kendala egosektoral seperti saat pelaksanaan ISPO yang didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian sebelumnya dapat diatasi.
ISPO yang berlaku wajib bagi semua pemain kelapa sawit di Indonesia, kata Wilistra, membuat pemerintah harus menyoroti solusi pada nasib petani kecil yang berpotensi kesulitan mengikuti sertifikasi itu. ISPO berisi berbagai aturan eksisting, termasuk syarat legalitas lahan.
Di berbagai daerah, syarat ini mempersulit petani swadaya yang merambah kawasan hutan. Ini diharapkan dapat diatasi secara kasuistis melalui mekanisme tanah obyek reforma agrarian (TORA).
Wilistra mengatakan, upaya Indonesia membenahi perkelapasawitan diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam sidang yang digelar lembaga yudisial Uni Eropa (Court of Justice of the European Union).
“EU Court of Justice sudah memutuskan antara Dewan Uni Eropa, Komisi Uni Eropa, dan Parlemen Uni Eropa untuk menentukan arah kebijakan energi terbarukan yang akan terjadi phasing out pemanfaatan biodiesel berbahan minyak sawit di Eropa pada 2021. Pengadilan memutuskan bahwa proses itu harus transparan dan bisa diikuti para pihak,” kata dia.
Apabila hal ini tak berhasil, kata dia, dipertimbangkan beberapa opsi. Opsi ini antara lain berupa banned produk Eropa yang bakal menjadi perang dagang. Namun dikatakan hal ini masih jauh.
Terlampau defensif
Terkait perang dagang ini, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) berharap pemerintah tak berlebihan merespons Resolusi Parlemen UE.
Dalam pernyataan tertulis, Direktur Eksekutif ELSAM Wahyu Wagiman menyatakan pemerintah terlampau defensif dalam merespon isu-isu yang dikampanyekan masyarakat global terkait produk kelapa sawit Indonesia.
Menurutnya, meski Resolusi Parlemen Uni Eropa disepakati, namun proses pembuatan kebijakan masih panjang dan belum final. Belum tentu dua lembaga utama lain, yaitu Dewan Uni Eropa dan Komisi Uni eropa menyetujuinya.
ELSAM merekomendasikan agar Presiden Joko Widodo menggunakan pendekatan-pendekatan diplomasi dan persuasi dalam merespon resolusi parlemen Uni Eropa tersebut.
Presiden Jokowi dan jajaran Kementerian mulai berkomunikasi intensif dengan Parlemen Uni Eropa dan Pemerintah negara-negara Uni Eropa untuk mengetahui latar belakang pembentukan resolusi dan implikasinya terhadap diplomasi dan hubungan ekonomi Indonesia-Uni Eropa;
Selain itu, di dalam negeri, Presiden agar memerintahkan Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementrian/lembaga terkait lainnya melakukan langkah-langkah aktif dalam memperbaiki kondisi perkebunan kelapa sawit di Indonesia agar menjadi produk yang berkelanjutan dan ramah terhadap hak asasi manusia.