JAKARTA, KOMPAS – Mewujudkan kesetaraan jender dalam berbagai bidang di Tanah Air hingga kini masih menjadi tantangan. Meskipun sudah banyak perempuan mengenyam pendidikan yang tinggi dan peluang kerja kian terbuka, belum banyak perempuan yang mendapat posisi penting dan menjadi pemimpin. Padahal, partisipasi perempuan dalam pembangunan sangat penting terutama dalam menyumbang produk domestik bruto bagi negara.
Selama ini untuk menempati posisi pemimpin, perempuan menghadapi berbagai hambatan, mulai dari cara pandang pimpinan lembaga/perusahaan di tempatnya bekerja dalam memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan, kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan pengarustamaan jender, hingga hambatan dari perempuan sendiri.
Karena itu, untuk mendorong terwujudnya partisipasi perempuan dan mewujudkan kesetaraan jender, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia saat ini mendorong perusahaan-perusahaan agar mewujudkan kesetaraan dalam dunia kerja. Kadin juga mendorong partisipasi perempuan dalam berbagai kegiatan ekonomi kreatif terutama mengangkat potensi budaya lokal yang bisa meningkatkan perekonomian.
Harapan ini disampaikan sejumlah perempuan pengusaha nasional yang menjabat wakil ketua umum di Kadin Indonesia di tingkat pusat, antara lain Putri K Wardhani (Bidang Industri Tradisional Berbasis Budaya), Shinta Widjaja Kamdani (Bidang Hubungan Internasional), Suryani S Motik (Bidang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/CSR), dan Carmelita Hartoto (Bidang Perhubungan), Kamis (12/4/2018) di Jakarta,
Kemarin, dalam rangka menyambut Hari Kartini tahun 2018 dan Hari Ulang Tahun Kadin ke-50, Kadin dan Yayasan Citra Kartini Indonesia (Ciri) menggelar acara “Women Harmony in Diversity dan Kartini Day” yang dihadiri perempuan-perempuan di lingkungan Kadin serta istri dari para duta besar negara sahabat di Indonesia.
Acara yang dihadiri Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Barekraf) Triawan Munaf, diramaikan dengan peragaan busana yang menggunakan kain-kain tradisional dari berbagai daerah, karya Cossy Latu, Merdi Sembiring, dan Ghea Panggabean. Beberapa istri dubes negara sahabat juga menjadi peserta peragaan busana dengan menggunakan pakaian tradisional dari berbagai daerah.
“Kami terus mendorong peran perempuan untuk mewujudkan kesetaraan jender melalui ekonomi kreatif di Indonesia, dengan cara berkolaborasi dengan semua pihak,” kata Ketua Yayasan Ciri Ayu Heni.
Perempuan akar rumput
Putri K Wardhani menilai pemberdayaan perempuan terutama di akar rumput sangat penting. Apalagi sebagian besar pencari kerja adalah perempuan lulusan sekolah dasar dan sekolah menegah pertama.
“Industri kreatif berbasis budaya akan menjadi peluang yang menyasar perempuan-perempuan tersebut. Kalau kita memberi bekal kepada mereka dalam bentuk keterampilan, ini akan mendorong partisipasi perempuan,” kata Putri.
Industri kreatif berbasis budaya akan menjadi peluang yang menyasar perempuan-perempuan tersebut.
Menurut Putri, Indonesia memiliki lebih dari 500 etnis yang memiliki turunan jenis usaha yakni kuliner, kain tradisional, seni dan kerajinan, jamu dan perawatan kecantikan,seni pertunjukan, dan lain sebagainya.
"Sebanyak 65 persen dari turis asing datang ke Indonesia karena tertarik dengan budaya kita. Sedangkan 35 persen lainnya karena keindahan pemandangan alam dan situs buatan manusia seperti candi dan lain-lain. Sektor indusri berbasis budaya itu kekuatan kita, tidak ada negara yang mempunyai kekuatan seperti itu," kata Putri.
Belum tahu cara menerapkannya
Berbicara soal kesetaraan jender di perusahaan-perusahaan, Shinta menegaskan sejauh ini sebenarnya sudah banyak perusahaan yang mau mengedepankan isu kesetaraan jender, hanya saja masih ada kendala dalam penerapannya.
“Banyak yang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan, bagaimana memberikan kesempatan yang sama laki-laki dan perempuan,” kata Shinta.
Banyak yang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan
Suryani dan Carmelita menilai ada berbagai hambatan bagi perempuan untuk menjadi pemimpin dan menduduki posisi penting dalam pekerjaannya. “Misalnya, perempuan pengusaha mempunyai kesempatan untuk naik dan mendapat jabatan, tetapi tidak dapat dukungan dari suami, atau yang bersangkutan sendiri tidak mau mengambil peluang tersebut,” katanya.
Karena itu, baik Suryani dan Carmelita sepakat, bahwa edukasi tentang kesetaraan jender tidak hanya kepada kaum perempuan tetapi juga terhadap kaum laki-laki. "Selain harus bersaing dengan laki-laki, masalah yang dihadapi perempuan justru persaingan antar perempuan sendiri,"ujar Carmelita.
Triawan Munaf mengakui bahwa sekitar 54-55 persen pelaku ekonomi di Tanah Air adalah perempuan. “Jadi harusnya peranana perempuan semakin luar biasa, baik di bidang fesyen, kuliner, dan seni kraf, maupun bidang ekonomi kreatif lainnya,” ujarnya.